tag:blogger.com,1999:blog-4554076964542443312024-02-08T01:56:48.474-08:00KUMPULAN MAKALAH MANAJEMENDOWNLOAD DAN SAVE FILENYA GRATIS BUAT KAMUKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.comBlogger13125tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-11176446384788258902010-07-26T07:31:00.000-07:002010-07-26T07:33:30.109-07:00SISTEM MANAJEMEN PENDEKATAN PEMIMPINBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1. LATAR BELAKANG<br />Pernahkan anda membaca yang diungkapkan oleh para futurist seperti Alvin Toffler, John Naisbit, Frank Feather, Kenichi Ohmae, Ervin Laszlo, Dimitri Mahayana dll.yang dapat kita pergunakan sebagai refrensi mengenai konten yang terkait dengan informasi masa depan bahkan infrmasi tersbut begitu banyak kita peroleh setelah memasuki abad 21. Yang menjadi pertanyaan kita adalah begitu banyak informasi mengenai masa depan, adakah informasi itu dapat dimanfaatkan bagi anda untuk menggerakkan kekuatan berpikir. Inilah satu kenyataan yang kita hadapi bahwa begitu banyak infomasi yang kita miliki tapi kita tidak dapat mempergunakan kedalam suatu proses menjadi bermanfaat.<br />Oleh karena itu, diperlukan daya dorong untuk menggelorakan jiwa besar kepemimpinan untuk merubah dari pemahaman konten menjadi proses melalui kemampuan dengan membuat pertanyaan dengan mengungkit : Kesadaran dalam What to do ; Kecerdasan dalam Why to do it : Akal dalam How to do it ; Niat dan hasrat dalam When to do it. Dengan mengungkit alat pikiran melalui pertanyaan yang kita kemukakan tersebut, maka arus pikiran anda mampu menggerakkan energi dan informasi yang ada dalam diri anda berarti yang anda merencanakan bahwa tindakan hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.<br />Dengan pemikiran tersebut dapat mendorong keinginan tahuan untuk memahami lebih mendalam dalam menghadapi ketidakpastian, sehingga mencari jawaban bagaimana suatu gaya kepemimpinan dapat diterima dan diterapkan dalam menyongsong gelombang perubahan dengan kesamaan visi dalam kepemimpinan agar dapat menuntun pola pikir lama ke pola pikir baru artinya kesenjangan itu terjadi karena sikap dan perilaku kita yang bersifat reaktif, dalam menghadapi setiap masalah yang timbul. Sedangkan yang dibutuhkan adalah kemampuan menggelorakan jiwa besar kepemimpinan dalam usaha mencari jawaban atas “bagaimana cara membantu orang lain mencapai potensi penuh mereka”.<br />Sejalan dengan pikiran itu, maka diperlukan suatu gaya kepemimpinan untuk membangun dan mengembangkan prinsip-prinsip kepemimpinan yang mampu memiliki kompetensi untuk menggerakkan orang lain menjadi suatu “kepribadian yang kiblat kepada prestasi bukan kepada kiblat kepada manusia”, sehingga mampu membangun iklim untuk menumbuh kembangkan makna aplikasi dari usaha-usaha yang berencana dan terarah dalam mendorong orang untuk melakukan perubahan dalam menggerakkan kekuatan berpikir dari yang reaktif menjadi proaktif.<br />B. MASALAH<br />o Bagai mana pendekatan seorang pemimpin <br />o Apakah bekal yang diperlukan oleh seorang pemimpin dalam setiap pendekatan pada orang lain Seorang pemimpin bertugas merumuskan visi komunitasnya <br />C. TUJUAN <br />Apakah yang diperlukan seorang pemimpin dalam melakukan pendekatan dan untuk dapat dipercaya oleh orang lain<br /><br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini membahas tentang<br /> Bagai cara pendekatan seorang pemimpin <br /> Apakah bekal yang diperlukan oleh seorang pemimpin agar ia dimungkinkan melaksanakan tugasnya dengan baik?<br /> Seorang pemimpin harus bias menjadi orang yang dipercaya oleh komunitasnya<br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br />Suatu sistem adalah gabungan berbagai komponen yang berinteraksi dalam sedemikian rupa sehingga terarah pada suatu sasaran bersama dari keseluruhan komponen-komponen tersebut. Suatu sistem memang dapat dicipta dan dapat ditemukan dimana-mana. Sebuah mobil adalah sebuah sistem dengan ratusan ribu komponen. Sebuah pesawat televisi juga merupakan suatu sistem. Demikian juga dengan sekumpulan pedagang di pasar, sebuah organisasi, sebuah bandar udara, sebuah leyanan pos telegram bahkan suatu gereja, atau sebuah negara. <br />Ketika memimpin orang banyak, seorang pemimpin tentu menghadapi berbagai-bagai komponen yang mudah menimbulkan masalah, seperti orang, idam-idaman organisasinya, dana, relasi, teknologi dan berbagai hal lain yang tak mudah diduga perannya. Dengan mudah seorang pemimpin tenggelam dalam berbagai faktor yang menjadi hal-hal rumit serupa tadi. Banyak pemimpin berperan seperti seorang buta yang coba memahami seekor gajah dengan menganggapnya sebagai benda panjang karena ia memegang belalainya atau ekornya saja. Mungkin pula ia mengenali semua komponen yang ada di dalam apa yang ia kerjakan, namun tidak mampu mengenali hubungan satu dengan yang lainnya. Bahkan tidak mustahil ia tidak mengenali hubungan hirarkis antara satu komponen dengan komponen lainnya. Salah satu hal yang juga paling tampak di dalam hidup kepemimpinan adalah gagalnya pemimpin mengenali repons sistem dimana ia berada terhadap perubahan. Akibatnya tidak menyenangkan. <br />Pertama, ia tidak lagi berhasil menggerakkan diri dan pengikutnya menuju visi mereka. Ia tenggelam di dalam berbagai urusan dan perhatiannya terbagi-bagi, sehingga ia lelah bahkan menjadi skeptis dan apatis. Visinya pun mulai dilupakan dan pudar. Kemudian, kebersamaan mereka akan kehilangan dinamikanya dan diisi dengan kepahitan dan kebosanan. Sang pemimpin tidak lagi mengejar impian karena ia gagal melihat hal-hal besar dan kaitan berbagai faktor kecil dalam urusan dia dalam suatu kerangka pikir. Kalaupun ia tetap tekun menangani semua komponen masalah, ia tidak lagi menjadi pemimpin yang efektif karena ia bekerja bagai pilot pesawat yang terus menerus sibuk mereparasi bangku dan jendela di kokpitnya. <br /><br />Kedua, ia gagal mengenali hubungan sebab akibat. Di dalam suatu peristiwa, seorang pemimpin menghadapi situasi pengambilan keputusan. Di dalam pabrik yang dipimpinnya ditemukan genangan oli di antara rangkaian mesin-mesin besar yang menghasilkan sebuah benda. Dengan sigap wakilnya meminta salah seorang anak buahnya membersihkan oli tadi. Namun sang pemimpin bertanya sebelum hal tadi dilaksanakan. “Dari mana asalnya oli tadi?” Orang menjawab bahwa oli tadi adalah hasil kebocoran dari sebuah mesin. Kembali sang pemimpin bertanya “Mengapa mesin tadi bocor?” Terhadap hal itu ia mendapatkan jawab bahwa mesin tadi sudah bocor sejak awal pemasangannya karena gasket nya bocor. Kini ia bertanya kembali mengapa gasket tadi bocor. Wakil dan anak buahnya, terdiam karena mereka tidak pernah memikirkan hal itu dengan dalam. Jelas sang pemimpin tidak segera mengambil keputusan namun mencoba melihat genangan oli sebagai suatu hasil dari suatu proses atau rangkaian komponen yang tidak terlihat. Ia melakukan apa yang disebut sebagai pemetaan hubungan kausal atau sebab akibat. Ia memeriksa komponen-komponen dari sistem pabriknya dan melakukan peningkatan kinerja. Bayangkan, kalau ia hanya menghapus oli yang tergenang, maka esok harinya ia akan harus melakukan hal yang sama. <br />Jadi memang seorang pemimpin yang handal memerlukan kemampuan menggunakan kerangka pemikiran dan pendekatan sistem, yaitu pendekatan yang menyeluruh. Hal inilah yang sering membedakan kualitas seorang pemimpin dari bawahannya. Artinya ia memiliki kemampuan menggunakan kerangka pemikiran menyeluruh tertentu di dalam menghadapi kerumitan. Namun dalam upaya memahami kerumitan tadi dengan utuh seringkali pemimpin terjebak dalam kerangka yang salah.<br />Pertama, ia membuat gambaran yang terlalu sederhana tentang kerumitan tadi. Akibatnya ia jatuh ke dalam penyederhanaan yang semu. Contohnya, banyak pemimpin di kepolisian Amerika latin jatuh kedalam penyederhanakan masalah narkoba. Mereka menganggap bahwa penggrebekan terhadap supplier narkoba di daerah mereka akan menekan arus jual beli narkoba di sana. Sebenarnya yang terjadi adalah sebaliknya. Bila penggrebekan narkoba terjadi, maka di daerah tadi terjadi kelangkaan barang atau supply sedangkan tingkat permintaan dan kebutuhannya tetap. Akibatnya, harga meningkat. Dengan meningkatnya harga maka para penyalur dari daerah lain mengirimkan barang dalam jumlah besar karena akan mendapatkan laba yang lebih besar dari laba di daerahnya sendiri. Selanjutnya, sampai akhirnya harga menurun kembali, maka proses jual dan beli narkoba di daerah tersebut tetap tinggi. <br />Pilihan kedua adalah seorang pemimpin mencoba menangani kerumitan dalam tugasnya dengan mengadakan penelitian ilmiah dan pendekatan interdisipliner. Ia ingin mendapatkan akurasi yang tinggi tentang apa yang dihadapinya sebelum ia mengambil keputusan-keputusan. Akibatnya, waktu dan enerji akan banyak dituangkan hanya untuk menjelaskan kompleksitas tadi dan berakhir dengan rasa tidak berdaya. Situasi Indonesia pada masa kini mencerminkan hal tadi. <br />Jadi kini, tersisa suatu pilihan lain. Pilihan ketiga adalah sang pemimpin menggunakan pendekatan sistem, suatu cara yang memberikan kejelasan utuh namun merangkum semua faktor yang berperan dalam kerumitan yang ada dengan jelas. <br />Apakah pendekatan sistem atau kerangka pikir sistem. Apakah sistem itu? Bagaimana menciptanya, bagaimana memelihara, dan bagaimana mengenalinya? Lebih penting lagi, bagaimana menangani berbagai urusan kepemimpinan dalam kaitan dengan sistem? <br />Seperti sudah disinggung, suatu sistem adalah penggabungan dari berbagai komponen. Suatu permainan sepak bola, misalnya memiliki berbagai komponen baik manusia dan benda serta metode misalnya, pemain, penonton, wasit, penjaga garis, kemudian bola, gawang, lapangan, kursi penonton, bendera, pluit, baju seragam, bahkan juga cara memberikan imbalan, aturan-aturan pertandingan, metode menyerang, dan sebagainya. Komponen-komponen tadi bergerak bersama. <br />Suatu sistem juga adalah kaitan-kaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya. Lebih daripada itu tiap kaitan akan menghasilkan suatu dinamika yang berbeda-beda. Seorang yang mempelajari sistem dinamika akan belajar mengenali struktur, pola-pola dan pengaruh dari kaitan-kaitan di dalam suatu sistem. Contoh yang paling jelas adalah dengan mengamati dua kelompok manusia yang masing-masing terdiri dari 50 orang yang tinggal bersama. Kedua kelompok tadi sama-sama memiliki sebidang tanah, modal kerja, senjata, teknologi, dan komposisi pria-wanita yang sama. Satu-satunya yang membedakan adalah bahwa di dalam kelompok yang pertama mereka yakin bahwa ada orang yang harus dijadikan pemimpin mereka karena orang tadi dianggap lebih luhur dan memiliki nenek moyang yang bangsawan. Sementara itu di kelompok yang lain, kepemimpinan dipilih berdasar pada kemampuan seseorang dan penerimaan orang banyak kepadanya, sehingga status dan tanggung jawab ini bersifat sementara. Kedua kelompok akan menghasilkan dua jenis struktur dan pola hubungan yang berbeda, serta mungkin pengaturan pembagian ruang tinggal dan tata krama berpakaian.<br />Suatu sistem dapat terdiri dari suatu komponen tunggal atau terdiri dari berbagai sub sistem atau kumpulan komponen. Selain itu komponen-komponen di dalam sistem membentuk suatu batas yang membedakan sistem tadi dengan lingkungannya, sama seperti kulit memisahkan seseorang dari orang lain atau masyarakat. Contoh yang jelas adalah di sebuah rumah susun. Di rumah susun tadi tinggal sekelompok pengusaha muda yang masih lajang serta sekelompok pekerja yang sudah bekeluarga. Dalam waktu pendek kedua kelompok tadi membentuk pola hubungan yang terpisah. Para lajang seringkali bepergian bersama di malam hari, sedangkan para ibu dan bapak rumah seringkali hanya mengobrol dengan tetangga di lingkungan rumah susun itu. Bila ada bapak-bapak yang berusaha ikut dalam acara bepergian di malam hari tadi, terasa bahwa kehadiran mereka tidak disambut hangat atau sekurangnya ditolerir. <br />Suatu sistem juga memiliki identitas, stabilitas terhadap perubahan dan tujuan. Pengalaman penulis tinggal bersama untuk waktu pendek di antara penghuni rumah kumuh sepanjang Tanah Abang Bongkaran di tahun 1974 menunjukkan bahwa para penghuni tidak mudah digusur atau digerebek. Berkali-kali tempat itu dibakar, penghuninya dipindahkan, serta mereka diberi tawaran untuk bertransmigrasi. Dalam waktu pendek mereka kembali menghuni tanah kosong Bongkaran serta gerbong-gerbong kereta tua di dalamnya. Berbagai organisasi mencoba menolong mengangkat kehidupan disana, namun para penghuni tidak berubah banyak karena mereka mempertahankan kestabilan lingkungan masyarakat mereka tanpa banyak dirancang. <br />Akhirnya suatu sistem adalah sesuatu yang terus berubah karena adanya faktor waktu yang menimbulkan berbagai dinamika di dalamnya. Dalam dekade yang lalu, sebuah sekolah sebagai sistem, misalnya, mengalami berbagai perubahan. Guru tidak lagi berperan sebagai orang tua murid, namun menjadi pengajar profesional yang memberikan waktunya. <br />Peran orang tua lebih menjadi konsumen yang berani membayar para profesional dan lingkungan asri bagi putera-puterinya. Sekolahpun tidak lagi menjadi penjaga nilai dan keluhuran bersama ilmu yang akan diwariskan antar generasi. Sekolah semakin mirip sebagai sebuah lembaga bisnis yang memenuhi kebutuhan konsumen demi terjadinya transaksi dan pertukaran yang saling menguntungkan. Untung uang dan prestise mereka memberikan ilmu dan pembekalan masa depan. Dengan demikian guru tidak lagi menjadi abdi ilmu dan abdi nilai luhur yang dihormati karena pengabdiannya, namun berubah menjadi para profesional yang digaji, yang dapat menuntut haknya dan dapat mengadakan tawar menawar. Sistem pendidikan berubah menjadi suatu hubungan yang tidak berbeda dengan suatu perusahaan. <br />Selain itu sebuah sistem juga mampu mengatur diri sendiri dan membuatnya terus hadir. Dalam suatu pelatihan misalnya, terhadap 50 orang yang berdiri dilemparkan sebuah bola volley yang harus terus diapungkan ke udara. Ke lima puluh orang tadi bergerak dan memukul serta berlari sehingga bola tadi tidak juga jatuh ke tanah. Mendadak sebuah bola lagi di masukkan ke tengah mereka, maka dengan sendirinya mereka mengatur diri sehingga ke dua bola tetap tertangani dengan baik. Mereka mengatur diri sendiri tanpa perjanjian terlebih dulu. Mereka menjadi suatu sistem yang menurut von Bertallanfy, seorang pakar, mempertahankan intergritasnya sendiri. <br />Dapat dicatat bahwa di dunia terdapat beberapa sistem yang menarik diteliti. Salah satunya adalah Sistem Pengiriman Pos sedunia. Walaupun terjadi perang atau bencana sekalipun, sistem ini tetap tegar dan melaksanakan fungsinya. Sistem ini juga menerobos batas etnis, kelas sosial, dan perbedaan sistem politik. Dalam keadaan perang sekalipun, perajurit di front terdepan masih menerima surat-surat dari keluarganya.<br />Dengan demikian, seorang pemimpin yang menggunakan pendekatan sistem berarti ia tidak tenggelam pada apa yang kasat mata saja, baik proses maupun komponen-komponen yang besar. Seorang yang memahami pendekatan sistem adalah seorang yang mampu mengenali kaitan-kaitan yang seringkali samar dan tersembunyi. Ia juga seorang yang mengenali berbagai komponen yang ada di dalam sistemnya, sehingga tidak mengabaikan hal yang kecil sekalipun. Lebih lanjut lagi seorang yang mempelajari pendekatan dan kerangka pikir sistem sebagai pemimpin akan memiliki kemampuan sebagai berikut: <br />1. Mampu menyadari bahwa ia memiliki kebebasan untuk bereksperimen dengan sistem karena tidak mungkin ia mampu membuat kendali dan pemetaan utuh dan menyeluruh tentang sistem <br />2. Mampu membuat metafor, gambar, kiasan atau model mental dari hal rumit yang ia hadapi sehingga dapat menanganinya <br />3. Mampu menghasilkan pemikiran yang menggambarkan struktur dari kaitan-kaitan antar komponen-komponen dalam sistem tadi <br />4. Mampu membaca persepsi orang terhadap pengaruh-pengaruh yang ada atau komponen-komponen di atas <br />5. Mampu mengenali tujuan dan arah gerak dari sistem tadi <br />6. Mampu membaca dan memahami dinamika dari suatu proses misalnya, penundaan, proses masukan dan gelombang perubahan (osilasi) atau siklus <br />7. Mampu membuat pengendalian secara terbatas terhadap apa yang berlangsung sebagai suatu sistem. <br />Dengan kata sederhana, pendekatan sistem adalah pendekatan yang tidak cukup menggunaan logika saja. Untuk mampu menggunakan pendekatan tadi, seorang pemimpin membutuhkan kerendahan hati untuk mengakui bahwa selain menggunakan nalar, ia membutuhkan intuisi. . <br />BAB III<br />ANALISA<br />SISTEM PENDEKATAN PEMIMPIN<br /><br />A. Bagaimana menggunakan pendekatan sistem pada hidup gereja <br />Pada tahun 2001, seorang yang bernama Christian Schwartz meneliti lebih dari 8000 gereja di lima benua. Schwartz bertanya di dalam hatinya, mengapa ada gereja yang berkembang dalam kualitas dan kuantitasnya sebaliknya ada gereja yang stagnan bahkan mundur dan punah. Sebagai hasil dari penelitian ini Schwartz mendapatkan bahwa suatu gereja perlu dilihat sebagai sistem. Lebih lanjut lagi, sistem ini disebutnya sebagai organisme. Dengan metafor bahwa gereja adalah bagaikan pohon tertentu yang berakar, berbuah, dan bertumbuh, ia mengenali banyak hal. Di dalam sistim ini ada dua pengaruh besar yang bekerja. Pertama adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh Tuhan, kemudian, segala sesuatu yang menjadi bagian manusia. <br />Seringkali apa yang menjadi bagian Tuhan dirampas manusia, walaupun dengan maksud baik. Sebagai akibatnya, gereja tidak berkembang. Di lain pihak ada pula terjadi suatu pekerjaan yang menjadi bagian manusia tidak dikerjakan oleh siapapun entah karena malas atau tidak disadari tanggung jawab untuk melaksanakan hal itu. Seringkali dalam melakukan apa yang jadi tanggung jawab manusia, mereka memberikan fokus hanya pada hasil yang ingin dicapai. Menurut Schwartz, gereja yang sehat dan bertumbuh memberikan fokus justru pada akar-akar perkembangan jemaat dan bukan pada buahnya saja. <br />Lebih lanjut lagi, sebagai hasil reisetnya mengenai gereja yang berhasil, Schwartz menunjukkan delapan akar utama yang harus ditangani sebagai bagian kerja manusia yang Tuhan percayakan dalam membangun jemaatnya. Ke delapan hal tersebut adalah <br /> Adanya kepemimpinan yang menginspirasikan <br /> Struktur dan prosedur yang tepat guna <br /> Kasih dalam persekutuan yang erat <br /> Adanya sel-sel yang holistik <br /> Adanya program meraih ke luar (kesaksian sosial dan pekabaran Injil dalam arti tradisional) <br /> Pengenalan karunia tiap orang yang terlibat dalam pelayanan sehingga pelayanan dikelola berdasarkan karunia-karunia tadi <br /> Ibadah yang mengilhami hadirin <br /> Spiritualitas yang bergairah <br /> <br />Ketika pendekatan ini diteliti, beberapa pendeta di Jakarta menyadari bahwa masih ada suatu komponen yang dirasakan sangat penting bagi pelayanan di Indonesia tetapi absen di dalam teori di atas. Komponen tadi adalah kedekatan atau keterbuakaan untuk menjalin hubungan dengan tetangga atau masyarakat di sekitar gereja tadi. <br />Ke sembilan komponen tersebut merupakan akar untuk menghasilkan pembangunan gereja dan buah-buah yang indah. <br />Namun karena gereja adalah sebuah organisme dan bukan organisasi saja maka beberapa kekhasan organisme ini harus dipastikan hadir di dalam prosesnya. Kegagalan memperhatikan hal itu akan menghasilkan sembilan hal di atas yang indah namun kaku dan bekerja bagaikan sebuah robot. Ke enam proses yang perlu diperhatikan seorang pemimpin agar keseluruhan komponen di dalam sistem pelayanan tumbuh dengan seharusnya ialah <br />1. Proses simbiosis atau sinergi dari berbagai komponen pelayanannya, <br />2. Proses multiplikasi atau penggandaan, <br />3. Proses saling bergantung atau memperkuat, <br />4. Proses memastikan bahwa semua hal masih berfungsi <br />5. Proses memastikan bahwa setiap komponen dapat memainkan berbagai fungsim<br />6. Dan proses perubahan enerji yang ada entah enerji penghalang atau pendukung<br />Keenam hal itulah yang menurut pakar ini bukan saja terdapat dalam hidup organisme yang bernama mahluk hidup atau jemaat namun bahkan dalam alam raya sendiri. Dengan melakukan hal-hal itu terhadap komponen-komponen akar yang diuraikan di atas, maka dengan sendirinya gereja bertumbuh. <br />Dengan dasar pemikiran ini Schwartz bahkan mendapatkan bahwa suatu komponen yang lemah akan menjadi tolok ukur dari kinerja tertinggi yang dapat dilaksanakan oleh sistem pelayanan yang ada. Dengan pendekatan ini, maka fokus pembangunan jemaat harus dimulai dengan menangani salah satu dari sembilan komponen yang paling lemah. Untuk itu pakar ini bahkan membentuk serangkaian alat ukur untuk mengevaluasi komnponen-komponen dari sistem pelayanan di sebuah jemaat dan kemudian mengembangkan komponen yang terlemah. <br /><br />B. Bagaimana menggunakan pendekatan sistem bagi organisasi lain <br />Walaupun tidak ada metode terbaik yang pas dilakukan untuk semua konteks kerja organisasi atau komunitas tertentu, namun teori pendekatan sistem menawarkan empat konsep yang perlu dikenali dan dapat digunakan sebagai bekal menganalisis serta mengadakan perbaikan sistemik. <br />1. Konsep dinamika suatu sistem <br />Di dalam konsep ini kita belajar bahwa suatu sistem adalah keseluruhan yang unik dari berbagai komponen. Tiap komponen tidak merupakan wakil dari keseluruhan tadi. Penjumlahan dari tiap-tiap komponen tadi juga belum menggambarkan sistem tadi. Namun ketika tiap komponen tadi terhubung seara khusus dengan komponen lain, keseluruhannya membentuk suatu sistem yang memiliki karakteristik yang khas. Bukti hal ini adalah dengan melihat suatu pop band seperti kelompok pemusik the Beatles. Keseluruhan mereka memiliki karakteristik yang khas dan tidak dapat dihadirkan ketika masing-masing pemusik mengadakan show atau rekaman sendiri. Jadi John Lennon atau Ringo Star sebagai pribadi, tidak memperlihatkan karakteristik yang khas dari the Beatles, walaupun the Beatles mengandung keduanya. <br />Hal yang tidak kalah pentingnya untuk dikenali dalam konsep dinamika sistem adalah bahwa suatu sistem senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya.<br />Ada sistem yang lebih terbuka dan ada yang lebih tertutup. Terbuka artinya sistem ini memberikan kontribusi kepada lingkungannya serta menerima masukan-masukan. Tertutup artinya suatu sistem venderung menolak masukan dan bahkan memisahkan diri dari lingkungannya. Misalnya, sejarah Asia memperlihatkan bahwa ada bangsa-bangsa yang lebih terbuka pada teknologi barat, seperti Jepang di jaman Tokugawa mengirimkan ratusan pemudanya untuk belajar ke Eropa, namun adapula bangsa yang tertutup dan menolak teknologi tersebut. Kegagalan suatu sistem membuka diri akan dapat memusnahkannya dengan mengejutkan. Ketika Jepang membuat sepeda motor berukuran mungil, berbagai pabrik sepeda motor di Eropa menertawakannya. Ketika Jepang terus belajar dan akhirnya mulai memproduksi sepeda motor ukuran menengah, negara-negara Barat masih menertawakan dan mengagungkan Triumph, Jawa, dan BSA. Ketika akhirnya Honda memproduksi motor besarnya dengan harga jauh di bawah motor-motor saingannya, Eropa dan Amerika hanya dapat terhenyak dan menelan kekalahan kompetisi tanpa ampun. <br />Selanjutnya, suatu sistem merupakan suatu rangkaian proses masukan, pengolahan, dan keluaran atau output serta umpanbalik. Suatu sistem yang dibangun tanpa kejelasan output akan dengan mudah mengalami kebingungan karena ketidak jelasan tadi akan berimbas pada desain rangkaian komponen dan pemilihan input yang dikehendaki. Di dalam pelayanan gereja, seringkali ketidak jelasan output ini membuat semua berjalan asal jadi tanpa kualitas yang dapat dievaluasi dan dipertanggung jawabkan di depan Tuhan. <br />Akhirnya, suatu sistem adalah suatu entitas yang terarah pada tujuan yang beragam. Bukti yang jelas adalah suatu organisasi seringkali menangani berbagai tujuan. Suatu sistem pengiriman pos, seringkali juga menjadi sistem yang mengelola data base yang paling baik karena jaringan yang mereka miliki adalah jaringan yang sangat menyeluruh. <br />2. konsep tingkat sistem yang hidup <br />Bila kita amati suatu sistem, pada hakekatnya sistem tadi merupakan suatu sub sistem dari sistem yang lebih besar. Sistem yang lebih besar inipun merupakan suatu sub sistem dari suatu sistem yang lebih akbar dan seterusnya. Dalam kenyataan terdapat hieraki sistem yang terdiri dari tujuh sub sistem: <br /> <br /> <br /> a. Sel <br />b. Organ <br />c. Individu <br />d. Kelompok <br />e. Organisasi <br />f. Masyarakat <br />g. Dunia <br />Dengan pemahaman ini maka adanya suatu hirarki dalam berbagai urusan adalah wajar dan alamiah. Masalah dan kompleksitas hadir justru ketika beberapa sub sistem bertabrakan atau mengalami ketidak jelasan fungsi dan kaitan. <br />3. Konsep Orientasi Yang Menghasilkan Kehidupan <br />Untuk mengembangkan atau membangun suatu sistem dan sub-sub sistemnya, maka diperlukan suatu kerangka pikir sistemik. Untuk itu, konsep orientasi menolong kita. Di dalam konsep ini, kita harus mendapatkan kejelasan untuk beberapa hal dengan bertahap: <br />4. Konsep Naik Turun Perubahan <br />Dalam kenyataannya, hidup sebagai sistem besar bergerak dari stabilitas ke arah instabilitas, dan kemudian mengarah pada titik stabil yang baru. Perubahan serupa ini adalah hal yang wajar. Kita tidak perlu menolak perubahan. Sebaliknya kita perlu mengenali tahap-tahap suatu perubahan dan bagaimana orang-orang yang kita pimpin menjalaninya. Ada ornag-orang yang memiliki kemampuan adaptasi yang lambat, sebaliknya adapula yang sangat sigap. <br />Situasi lapangan menunjukkan hal tersebut ketika Indonesia terjebak ke dalam krisis ekonomi di tahun 1998. Banyak tokoh masyarakat membuat pernyataan bahwa Indonesia tidak akan jatuh seperti Thailand karena basis ekonominya berbeda. Penyangkalan ini masih berlanjut bahkan ketika nilai tukar dollar terhadap rupiah terus meningkat. Selanjutnya, ketika ternyata Indonesia menjadi negara yang bangkrut dan ditekan oleh berbagai tuntutan IMF, timbullah berbagai pernyataan emosional yang berupa kemarahan. Tingkat kriminalitas di tengah masyarakat juga meningkat sangat tinggi. Hampir setiap hari di tahun 1999 diberitakan adanya orang yang ditangkap oleh masyarakat dan dibakar hidup-hidup. <br />Akhirnya, orang mulai menyesuaikan diri. Berbagai tokoh memberikan metafor bahwa suatu badai pasti akan berlalu. Tidak kurang tokoh bagaikan Jisman Simanjuntak menyatakan bahwa Indonesia adalah bagaikan pohon-pohon yang rusak, namun hutannya sendiri masih bertahan dan banyak jumlahnya. Akhirnya, suatu stabilitas baru lahir. Orang terbiasa dengan hidup yang tak menentu dan semakin tahu diri dalam melakukan kegiatan investasi dan konsumsi. <br /> C. Bagaimana Membangun Kemampuan Pendekatan Sistem<br />Pertama-tama, sama seperti seorang yang belajar mengendarai sepeda. Ia cepat merasa bingung dan lepas kendali karena ada banyak komponen yang harus dikuasainya. Untuk setiap saat ia memfokus pada suatu komponen, komponen-komponen yang lain lolos dari perhatiannya. Seorang anak yang baru belajar naik sepeda dan berkonsentrasi hanya pada pedal, dengan mudah menabrak orang lain karena ia luput mengendalikan setir sepedanya. <br />Seorang yang akan memiliki kemampuan pendekatan sistem memang memerlukan beberapa sikap kepemimpinan serta skil kepemimpinan. Ia harus handal dalam teknik observasi, dalam berkomunikasi, serta membuat pemetaan proses serta mampu mengadakan pendekatan secara fleksibel, tanpa putus asa dan mampu mengendalikan respon otomatisnya. Dengan modal itu, ia perlu berupaya menggunakannya dalam memahami sistem di hadapannya. Namun setelah melakukan segala sesuatu sesuai dengan skil dan sikapnya, ia harus memasuki suatu tahap kedua.<br />Pada tahap kedua ini, ia perlu menyadari bahwa penguasaan pendekatan sistem harus dimulai dengan munculnya kesadaran pada mereka yang ingin belajar tentangnya bahwa tidak ada seorangpun yang mampu mencerna secara nalar, apalagi mengendalikan sistem yang sedang dihadapi. Semua skil, sikap dan pengalamannya tidak mencukupi dan patut diandalkan untuk memetakan kerumitan yang ada. Semakin dipetakan semakin banyak bagian esensial dari kerumitan tadi yang luput digambarkan. Kesadaran ini akan membuat ia merasa bebas untuk membuat eksperimen dan kesalahan dalam tahap ketiga, yaitu tahap eksplorasi. <br />Pada tahap ketiga, ia mulai menggunakan kemampuan bawah sadarnya atau kemampuan nalar yang tidak biasa. Ia berhenti berupaya mencerna secara nalar, namun menggunakan intuisinya dalam mengenali seluruh kerumitan yang ada. Penggambarannya tentang kerumitan yang ada mulai menggunakan metafor dan berbagai imajeri atau kiasan-kiasan. Ketika kata-kata dan bahasa terasa tidak cukup lagi memberikan akurasi tentang sistem, maka digunakan gambaran-gambaran yang lebih lentur. Kondisi serupa ini sama dengan sulitnya orang menjelaskan iman, cinta, dan kesepian dengan kata-kata biasa yang linear karena ketiga hal tadi sangat kaya dimensi.<br />Sekali lagi dapat ditekankan disini bahwa dalam pendekatan sistem, agar potensi bawah sadar tadi dapat dipergunakan, seseorang harus tiba terlebih dulu pada kesadaran bahwa tidak akan ada suatu pemahaman lengkap terhadap sistem tadi, karena baik sistem dan orang yang mencoba memahami terus berubah dan berinteraksi. Tujuan pendekatan sistem adalah untuk memahami lebih utuh dan menyeluruh suatu kerumitan. <br />Pada tahap keempat, dimana kesadaran nalar dan potensi alam bawah sadarnya terkait, mulailah muncul suatu kemampuan untuk memahami kerumitan yang ada. Jadi sangat penting untuk diterima kenyataan bahwa pendekatan sistem membutuhkan integrasi antara rasionalitas dan juga intuisi. <br /><br />D. Konsep Kepemimpinan dalam Islam <br />ADA ungkapan yang sangat baik dalam tradisi Islam, bahwa “syyidul qaum khaadimuhum/memimpin adalah melayani”. Etos melayani bagi seorang pemimpin adalah etos yang sangat relevan untuk masyarakat kita dewasa ini. Bukan saja karena etos itu merupakan alternatif yang radikal terhadap etos kepemimpinan feodalistik-paternalistik, bahkan eksploitatif, yang menghegemoni kita selama ini. Akan tetapi karena itulah etos kepemimpinan yang sungguh hakiki. <br />Kepemimpinan yang melayani tidak lain adalah kepemimpinan yang berorientasi bukan kepada kepentingan sang pemimpin sendiri, atau kroninya, melainkan kepada kepentingan pihak yang dipimpin, yakni masyarakat atau rakyat banyak. Khususnya masyarakat atau rakyat yang berada pada posisi lemah, tidak berdaya, teraniaya dan terpinggirkan. Karena, berbeda dengan mereka yang kuat dan berdaya, masyarakat yang lemah adalah masyarakat yang tidak mampu melayani kepentingan mereka sendiri. Disinilah peranan pemimpin dan kepemimpinan menjadi relevan. <br />Maka dalam konteks kepemimpinan yang utama (imamah udhma), kepemimpinan negara/pemerintahan, Rasulullah SAW menegaskan, “As-aulthanu dhilullah fil ardl ya-wiy ilaihi kullu madhlum/Pemimpin negara/pemerintahan sebagai pemegang puncak kepemimpinan masyarakat, seharusnya adalah payung Allah dibumi kepada siapa rakyat yang lemah tak berdaya (madhlum) mendapatkan perlindungan” (HR. Tirmidziy). <br /> Dalam kaidah Fiqh sebagai teori Etika Islam dikatakan, “Tasharruful Imam ‘alar raiyyah manuthun bil mashlahah/Kebijakan seorang pemimpin haruslah selalu mengacu kepada kepentingan rakyat yang dipimpin”. <br />Akan tetapi apa yang baru saja kita tegaskan adalah konsep normatifnya, yang seharusnya, atau idealnya, das sollennya. Semua agama dan ajaran-ajaran moral atau etika yang kita kenal tentu punya idealisme yang sama, meski dengan ungkapan atau bahasa yang berbeda-beda. Bahkan dugaan saya, konsep kepemimpian Jawa yang feodalistik dan paternalistik pun, pada mulanya dimaksudkan demikian. Yakni bahwa seorang pemimpin harusnyalah seperti layaknya seorang bapa yang melindungi dan melayani anak-anaknya yang kecil dan lemah. Sayangnya, konsep pemimpin sebagai seorang bapa tetap, tetapi bukan lagi bapa yang melayani melainkan bapa yang merasa benar sendiri dan tahunya hanya dilayani dan dilayani. <br />Kenapa ? Karena semua agama diajarkan. Untuk pertama kalinya, oleh orang-orang suci yang tidak punya interest kecuali mengabdi kepada Kebenaran dan Kemuliaan (Tuhan). Tapi sesudah itu, agama berpindah ketangan hati orang-orang biasa, yang kadang punya kepentingan luhur tapi terkadang juga kepentingan renda. Maka terjadilah distorsi, bahkan penjungkir balikkan. Akhirnya yang normatif dan empirik berjalan sendiri-sendiri, bahkan benturan. Distorsi itu pada mulanya diawali dengan kepentingan pribadi, kemudian diabsahkan dengan penafsiran yang diplintir, dan akhhirnya menjadi kebijakan dan tindakan. <br />Yang kita saksikan dan rasakan sekarang ini adalah fakta kontradektoris itu, dimana ajaran-ajaran ideal nan adiluhung tidak lagi mewujud dalam kenyataan, bahkan secara formal harfiah pun ajaran itu sudah dikotakkan, disembunyikan. Pemimpin yang ada ditengah-tengah kita, dengan berbagai bidang dan levelnya, hampir-hampir tidak ada lagi yang menyadari dirinya sebagai pelayan masyarakat/rakyatnya. Yang mereka tahu bahwa sebagai pemimpin merekalah yang harus menentukan, dan mereka pulalah yang diuntungkan. <br />Saya berharap bahwa suatu Workshop Kepemimpinan seperti ini dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut : <br />Menjernihkan kembali konsep normative dan etis kepemimpinan yang telah terlanjur berdebu oleh tafsir-tafsir kepentingan jangka pendek. <br />Melakukan diagnosis atau analisa kritis terhadap fakta-fakta distortif diseputar kepemimpinan yang semula untuk melayani justru berbalik untuk dilayani. <br />Merumuskan kerangka aksi (praksis) bagaiman fenomena kepemimpinan (dilingkup apapun dan dilevel apapun) dapat dipaksa kembali pada khittahnya, untuk melayani dan bukan dilayani. <br />Walladziina jaahadu fiina lanahdiyannahum subulana/Barang siapa yang bersungguh-sungguh untuk menemukan pastilah Kami akan menunjukkan jalannya. <br /> <br />E. Kepemimpinan dalam Buddhis <br />Menurut ajaran Sang Buddha, kepemimpinan Buddhis adalah bagaimana agar setiap orang bisa mengikuti sesuai dengan ajaran Sang Buddha. Kepemimpinan adalah bentuk seni dan gaya hidup untuk membuat orang lain mengikutinya. Setiap orang paling senang bila perkataannya diikuti orang lain. Dalam Cakkavatti Sihanada Sutta (Digha Nikaya), Sang Buddha menjelaskan dengan terperinci apa saja yang harus dilakukan seorang pemimpin (Raja) untuk bangsa dan negaranya. <br />Seorang pemimpin harus berada dalam kebenaran. Ia harus menjadikan dirinya sebagai panji kebenaran. Kebenaran adalah tuan bagi dirinya. Kebenaran dijaga dengan melaksanakan lima sila (Pancasila), yaitu dengan menghindari pembunuhan, menghindari pengambilan barang-barang yang tidak diberikan, menghindari melakukan perbuatan asusila, menghindari ucapan yang tidak benar, serta menghindari makan makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran. Ia harus menyucikan dirinya dengan kebenaran. Kewajiban seorang pemimpin adalah melindungi dan mengayomi keluarganya, para bangsawan, para menteri, tentara, para perumah tangga, para penduduk desa dan kota, para rohaniwan, para samana dan pertapa, serta binatang-binatang. Ia harus memperhatikan apa saja yang dibutuhkan oleh mereka. Ia harus berjuang untuk tidak membiarkan kaum miskin merana. Ia harus memperhatikan kecukupan kebutuhan yang diperlukan, baik pangan, papan, atau sandang. Ia harus memberikan lapangan pekerjaan. <br />Seorang pemimpin harus menegakkan kebenaran. Ia tidak boleh membiarkan kejahatan terjadi dalam pemerintahannya, meskipun terlihat hanya kecil. Ia tidak meremehkan perbuatan baik walaupun kecil. Ia terus mendorong seluruh bangsanya untuk berada dalam garis kebenaran dan menghindari kejahatan. <br />Seorang pemimpin harus selalu meperhatikan nasehat dari para samana dan pertapa. Bila ia berada dalam garis kebenaran, maka mereka akan selalu datang menemuinya untuk memberitahukan apa saja yang baik dan apa saja yang buruk, perbuatan apa yang pantas dilakukan dan perbuatan apa yang tidak pantas dilakukan, perbuatan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat di masa yang akan datang. Ia harus mendengarkan dan melaksanakan apa yang mereka katakan. <br />1. Dana (Kedermawanan) <br />Seorang pemimpin patut memperhatikan kesejahteraan dan kemakmuran hidup rakyatnya. Pemerintah hendaknya memiliki kemampuan menyediakan kebutuhan cukup bagi rakyatnya. Kewajiban ini merupakan penjaminan berlangsungnya keadaan perekonomian negara. <br />2. Sila (Moralitas) <br />Seorang pemimpin harus selalu mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan tidak bermoral. Pemerintah yang bermoral akan menghindari pembunuhan, penipuan, rekayasa kotor, korupsi, dan sebagainya, yang dapat merusak kepercayaan dan pengakuan rakyat. <br />3. Paricagga (Pengorbanan diri) <br />Seorang pemimpin selalu siap mengorbankan dirinya demi kepentingan rakyat banyak, kepentingan bangsa lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Pemimpin yang rela berkorban demi rakyat banyak akan dibela oleh rakyatnya pula. <br />4. Ajjava (Integritas) <br />Bersikap tulus dalam menjalankan kewajibannya dengan menjunjung tinggi kebenaran. Bila hubungan antar manusia dapat diikat hanya dengan janji resmi atau sumpah yang diucapkan, tetapi orang yang memerintah harus terikat pada hukum kebenaran baik dalam pikiran, ucapan, maupun tingkah laku. <br /> 5. Maddava (Berani bertanggung jawab) <br />Mengurus kepentingan rakyat menuntut pertanggung jawaban terhadap segala tindakan sesuai dengan harapan rakyat. Pemimpin siap mengemban tugas-tugas yang diberikan oleh rakyat. <br /> 6. Tapa (Sederhana) <br />Seorang pemimpin siap hidup sederhana, puas dalam hidup sederhana, tidak serakah, tidak menginginkan berlebih-lebihan sementara kehidupan rakyatnya diabaikan. <br /> 7. Akkodha (Tanda kemarahan) <br />Seorang pemimpin hendaknya berusaha melepaskan segala permusuhan, itikad buruk, sentimen pribadi, maupun kebencian dan kedendaman terhadap siapapun juga. Segala sesuatu yang dilakukannya dipertimbangkan berdasarkan kepentingan rakyat. <br /> 8. Avihimsa (Tanpa kekerasan) <br />Kekerasan bukan cara penyelesaian masalah yang tuntas, sebab kekerasan akan menimbulkan kekerasan pula, kekerasan merupakan sumber pertikaian yang tak kunjung selesai. <br /> 9. Khanti (Kesabaran) <br />Seorang pemimpin hendaknya menerima pujian maupun celaan, sanjungan maupun hujatan dengan kesabaran pikiran. Pikiran tenang akan membuat pengamatan jernih terhadap situasi yang berkembang, dan yang harus ditangani. <br /> 10. Avirodha (Tidak menentang kehendak rakyat) <br />Seorang pemimpin tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani rakyat. Hak pemimpin berasal dari rakyat, oleh karena itu jangan sampai terjadi ketidaksamaan antara apa yang dilaksanakan dengan apa yang merupakan kehendak rakyat. <br />Kalau suatu negara mempunyai pemimpin yang berwatak seperti tesebut di atas, maka tak usah diragukan lagi, bahwa rakyatnya pasti akan menjadi bahagia. Hal di atas bukanmerupakan khayalan belaka, sebab pada zaman yang lampau memang terdapat seorang raja Agung di India, Sri Baginda Raja Asoka, yang telah mempraktekkan dasa raja-dhamma tersebut. <br />Pemimpin adalah orang yang harus dapat menaklukkan dan menguasai diri sendiri. Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam berbagai pertempuran, tetapi penakluk terbesar adalah mereka yang dapat menaklukkan diri mereka sendiri. Seorang pemimpin hendaknya juga memberikan pengetahuan yang didapatkannya kepada mereka yang memerlukan. Ia juga harus mempunyai perhatian kepada orang lain, bahkan bila perlu perhatian itu diperluas kepada semua makhluk. Sang Buddha telah memberikan contoh pelayanan yang jelas ketika beliau melayani seorang bhikkhu tua yang sedang sakit. Pada saat bhikkhu yang lain meninggalkannya sang Buddha justru merawatnya. Beliau berkata, “Mereka yang merawat yang sakit, sesungguhnya sama dengan merawat beliau.” <br />Sebagai seorang pemimpin harus selalu berpikir tentang orang lain dan jangan berpikir tentang dirinya sendiri, maksudnya adalah selalu memikirkan kepentingan pribadi. Ia harus menjadi pendorong bagi orang lain bila terjadi kemacetan program kerja. Kemacetan komunikasi selalu terjadi bila ia terus memikirkan kepentingan pribadinya. Tujuan yang terprogram akan menjadi rapih, konsisten, dan tepat waktu. Memulai dan mengakhiri pertemuan harus dengan harmonis. Tidak mengganti aturan yang sudah ada. Senior harus dihormati, karena banyak pengalaman yang bisa didapatkan dari mereka. Jadilah sahabat yang terbaik bagi anak buahnya. Didalam Digha Nikaya III No. 186 Sang Buddha mengatakan ada empat jenis sahabat sejati (kalyanamitta): Seorang penolong, seorang teman baik dalam kesenangan dan kesusahan, seorang yang memberikan nasehat bijaksana dan seorang yang simpatik seorang guru spiritual juga dianggap kalyanamitta. <br />Kecerdasan kepemimpinan merupakan sebuah upaya yang secara sadar dilakukan seorang pemimpin melalui serangkaian latihan - latihan untuk memperkuat pikiran bawah sadarnya dengan berbagai wawasan dan pengetahuan baru dalam memberi jawaban dari tuntutan nyata untuk berkinerja maksimal yang wajib diberikan para pemimpin masa kini dan masa depan. Dalam analisa saya, saya melihat ada delapan tantangan utama yang akan dihadapi pemimpin puncak yaitu Menjaga Tingkat Kesehatan Perusahaan - Kepemimpinan Disemua Jenjang - Tenaga Kerja Berkualitas - Lingkungan Sosial Yang Mendukung - Potensi Pasar - Teknologi Dan Informasi - Efisiensi Dan Penghematan - Komunikasi Internal Dan Eksternal. Kedelapan tantangan ini seperti satu nafas yang wajib dijaga dan dirawat dengan baik. Dalam waktu - waktu mendatang kecerdasan dan kesiapan pemimpin untuk menjadi penunjuk arah bagi kesuksesan perusahaannya sudah tidak dapat dikompromikan lagi. Kecerdasan kepemimpinan akan membuka arah masa depan perjalanan perusahaan ke arah yang jelas dan terdefinisi secara sederhana untuk dapat dimengerti dan dipahami semua orang yang ada bersama perusahaan. Kecerdasan kepemimpinan akan berujung kepada tujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkarakter, berkualitas, memiliki semangat, nilai, prinsip, dan keberanian untuk berkreatifitas dalam batasan tanggung jawab masing -masing.<br />Kecerdasan kepemimpinan, akan menjadi inspirasi bagi semua pemimpin untuk dapat mengelola dan memanfaatkan semua potensi sumber daya perusahaan secara efisien dan maksimal. Kecerdasan kepemimpinan akan membuka wawasan sadar seorang pemimpin untuk menjadi kekuatan gagasan dan filosofi. Dia harus mampu menunjukan kebijaksanaan dalam pola hidup sederhana yang berkosentrasi untuk mengangkat moral, perilaku, dan semangat dari semua potensi kekuatan sumber daya.<br />Keterbatasan sumber daya alam, termasuk keterbatasan energi harus dapat memotivasi seorang pemimpin untuk memaksimalkan potensi dirinya melalui pengembangan kecerdasan pikiran bawah sadar untuk dimanfaatkan bagi pengembangan potensi kekuatan sumber daya manusia dalam memanfaatkan keterbatasan sumber daya alam dan energi tersebut. Kecerdasan kepemimpinan akan merancang strategi pengembangan sumber daya manusia yang mencerminkan kekuatan mereka dalam merespons keragaman potensi pasar dan para pelanggan yang telah menjadi bagian tidak terpisahkan terkait keberadaan perusahaan di masa depan.<br />Kecerdasan kepemimpinan akan mendefinisikan misi dan visi masa depan secara sederhana dan mudah dipahami oleh semua potensi kekuatan sumber daya manusia, dan termasuk para pelanggan. Kekuatan pemimpin dalam memompa motivasi dan semangat sumber daya manusia dalam memahami misi, akan memantapkan kedudukan perusahaan di masa kini dan di masa depan. Kecerdasan kepemimpinan akan memberi arah kepada sumber daya manusia untuk selalu mendengar pelanggan dan belajar bersama perubahan untuk memberikan nilai lebih bagi kepuasan pelanggan.<br />Delapan tantangan utama akan menjadi dasar dalam membangun sebuah rencana strategi dalam upaya membangun kekuatan internal dan eksternal. Tingkat kesehatan perusahaan akan menentukan kecerdasan kepemimpinan dalam menjawab fundamental kekuatan perusahaan. Kepemimpinan di semua jenjang juga merupakan sebuah kekuatan fundamental yang akan mengarahkan semua kepemimpinan dari level bawah sampai level puncak untuk selalu berada dalam satu persepsi dan visi. Tenaga kerja berkualitas termasuk dalam kekuatan fundamental perusahaan dalam menjawab kualitas produk dan kualitas layanan kelas satu. Lingkungan sosial yang mendukung keberadaan perusahaan dan kepemimpinannya akan menjadi kekuatan dalam menciptakan kepercayaan diri perusahaan untuk berada ditengah - tengah masyarakatnya. Potensi pasar yang dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai basis langganan baru adalah harapan masa depan keberhasilan perusahaan. Teknologi dan informasi wajib dimanfaatkan secara cerdas dan tepat sasaran dalam menjawab kebutuhan dan permintaan para pelanggan. Efisiensi dan penghematan menjadi syarat mutlak bagi kepemimpinan yang cerdas dalam menjaga dan merawat daya saing perusahaan. Komunikasi internal dan eksternal merupakan sebuah jembatan yang wajib dibangun secara sempurna untuk menjawab semua kebutuhan kelangsungan operasional perusahaan. Kedelapan hal diatas, akan menjadi akar keberhasilan bila sejak awal menjadi fokus dan perhatian para pemimpin. Kecerdasan kepemimpinan akan membangun sumber daya manusia yang cerdas dengan semangat untuk menciptakan perusahaan yang sehat dan kuat menghadapi persaingan global.<br />Kecerdasan kepemimpinan tidak hanya akan meramalkan masa - masa menguntungkan, tetapi juga tentang masa kekacauan yang ada di hadapan untuk dicari solusinya, sukses akan terbentang luas bagi pemimpin yang akan memimpin dengan misi memberikan harga diri kepada setiap orang. Kecerdasan kepemimpinan akan membangun visi baru yang mempererat hubungan yang melintasi semua sektor yang ada di dalamnya. Kecerdasan kepemimpinan akan mampu memberi semangat dan sinar kehidupan serta mempunyai keberanian memimpin di depan mengenai isi, prinsip, visi, misi, dan siap menjadi gerbong utama untuk mengendalikannya. Kecerdasan kepemimpinan merupakan karakter yang mendefinisikan tantangan yang dihadapi di masa depan secara sederhana, kualitas kecerdasan kepemimpinan akan dinyatakan dalam perilaku dan tindakan yang berkarakter membangun, dan melindungi semua kekuatan sumber daya yang ada didalamnya, dan mengajarkan kepada sumber daya manusia tentang bagaimana seharusnya bekerja dan melewati semua masa sulit dengan kemenangan. Manusia yang pada saat ini berada paling atas dari rantai makanan kehidupan di planet ini, harus sadar bahwa perilaku tidak bijaksana dan serakah akan melenyapkan energi dan sumber makanan yang dimiliki. Dan jelas semua ini harus menjadi bagian dari kecerdasan kepemimpinan untuk tetap bijaksana dalam mengeksplorasi potensi bumi kehidupan kita.<br />Di dalam dunia bisnis, suatu perubahan yang sifatnya berangsur-angsur dapat membuat suatu bisnis hancur total bila tidak dicermati. Di Illinois terdapat sebuah kota yang hidup dari beberapa pabrik pembuat botol. Botol-botol ini dipergunakan untuk menampung berbagai jenis minuman ringan. Namun ketika muncul kemasan baru berbentuk alumunium can atau kotak karton kecil, para pemimpin bisnis botol dan pengikutnya menyepelekan bahaya saingan wadah baru yang muncul. Akibatnya, hanya dalam satu dekade, kota dimana pabrik-pabrik botol itu berada menjadi kota yang mati karena hampir seluruh pabrik botol disana gulung tikar karena industri botol minuman ringan beralih ke industri kemasan lain.<br />Dalam dunia sosial, suatu perubahan yang berangsur-angsur dapat membuat orang kehilangan motivasi dengan mudah. Di sebuah negara, muncul banyak organisasi swadaya masyarakat yang misinya adalah mengajar orang membaca dan menulis. Berbagai orang yang ingin membantu orang lain melakukan hal itu. Namun ketika departemen pendidikan pemerintah membahas kemungkinan mengubah sistem pendidikan negeri itu, tidak ada orang yang perduli. Akhirnya ketika pemerintah tersebut sungguh-sungguh melakukan pembaharuan di dalam sistem pendidikannya sehingga sistem tadi menjadi sangat efektif, sebagian besar organisasi sukarela tadi kehilangan pekerjaan dan motivasinya. Sayang sekali mereka tidak melihat bahwa pemerintah sebenarnya masih membutuhkan banyak mitra. <br />Kita dapat mengenali adanya perubahan yang berangsur-angsur bila sebagai seorang pemimpin terus menerus kita mengamati perubahan dalam jangka panjang. Tanpa kebiasaan ini seorang pemimpin menjalani tugasnya bagaikan seorang nahkoda kapal yang tidak rajin memeriksa peta dan kompasnya. Jadi, seorang pemimpin harus terus menerus meneliti lingkungan mikro dan makro serta membandingkannya dengan situasi sebelumnya. <br />Perubahan kedua adalah suatu perubahan yang merupakan loncatan dahsyat. Perubahan ini seringkali disangkali orang karena cenderung membuat orang merasa takut tidak dapat menyesuaikan diri Mereka mengecilkan makna perubahan tadi atau dampaknya. Contoh yang paling jelas adalah ketika mesin ketik manual digantikan dengan mesin ketik electric yang mampu menghadirkan berbagai jenis huruf, penghapus, dan kecepatan tinggi. Banyak sekretaris merasa bahwa mesin ketik baru ini tidak enak, kurang bersuara, dan terlalu banyak fiturnya. Beberapa saat kemudian ketika komputer mulai hadir, juga para sekretaris tadi dengan sinis mengatakan bahwa produk ini hanyalah mesin ketik yang lebih canggih karena diberikan layar. Banyak diantara mereka memberikan protes keras karena setelah bekerja 20 tahun mereka diharuskan mengikuti kursus penggunaan program Word atau sejenisnya. Tak lama kemudian, ketika program data base muncul, demikian juga spread sheet dan berbagai program dengan grafik yang indah, terpanalah mereka. Tanpa disadari mereka sudah tertinggal sangat jauh sehingga merasa tidak lagi mungkin mengejar perubahan yang terjadi. <br />Para sekretaris dalam cerita di atas gagal menyadari bahwa komputer adalah suatu loncatan dahsyat dalam sejarah manusia. Demikian juga televisi yang nyatanya kini mengubah jam tidur, pola berpakaian, pola komunikasi di rumah dan pendidikan anak. <br />Loncatan-loncatan yang dahsyat dapat disadari hanya bila orang meneliti berbagai perubahan yang ada dan mulai memperkirakan polanya dan dalam hal apa loncatan akan terjadi. Hal ini merupakan tugas seorang pemimpin. Salah satu caranya ialah dengan menyimak pada percakapan dari pakar-pakar atau orang-orang yang merupakan ahli di dalam bidang yang berbeda-beda. Kemudian, sang pemimpin berupaya mendapatkan gambaran keseluruhan mengenai apa yang sedang terjadi dan polanya. <br />Tiap-tiap pemimpin dalam organisasi atau komunitasnya tentu harus berhadapan dengan dampak dari salah satu faktor di atas entah dampak baik atau dampak buruknya.<br />Perubahan ketiga adalah perubahan sengaja yang bersifat intermitent atau sesekali. Perubahan-perubahan seperti ini terus hadir namun seakan tidak sinambung atau terkait. Ada saatnya ia muncul, lalu lenyap. Di kemudian hari kelanjutan perubahan ini muncul lagi, kemudian lenyap kembali. Hanya orang-orang yang pengamatannya tajam dapat mengenali keseluruhan pola yang muncul serta dampaknya. Contoh dari perubahan jenis ini adalah masalah ketidak puasan orang terhadap pola pendidikan yang terjadi di negeri ini. Pembahasan tentang hal ini tidak terjadi terus menerus namun juga tidak bersifat musiman. Walaupun demikian bila kita teliti secara mendalam, percakapan dan sorotan tentang pendidikan ini terus muncul semakin lama semakin sering dan dalam. Demikian juga masalah pajak, korupsi, dan sebagainya. Semakin lama orang semakin sadar walaupun belum tentu muncul jalan keluar nyata dari masalah ini. <br />Dalam melakukan tugas kepemimpinan, salah satu hal yang sulit ditangani adalah mengenali perubahan jenis ini serta menentukan cara menanganinya. Salah satu cara terbaik adalah dengan secara teratur menyimak percakapan para tokoh yang terbiasa membuat analisis makro tentang trend yang terjadi. <br />Perubahan jenis yang keempat adalah perubahan sengaja yang dikenal dengan nama chaos atau kekacauan. Chaos bukan berarti suatu perubahan yang tidak ada polanya sama sekali. Namun dampak dari perubahan yang ada tadi sangat tersembunyi. Contohnya, bagaimana akibat dari kupu-kupu yang musnah di Selorejo misalnya, terkait dengan kerusakan pola lingkungan yang berbahaya bagi ikan mujair di Majalaya? <br />Sekali lagi, dalam menyimak perubahan dan dampaknya bagi apa yang ia sedang lakukan seorang pemimpin tidak perlu menjadi ahli perubahan, namun menjadi ahli dalam menyimak pada pakar yang tepat dalam urusan perubahan ini serta menjadi ahli dalam melibatkan pengikutnya untuk mengenali dan menangani perubahan yang dihadapi.. <br />Dalam paradigma pemimpin yang melayani, perubahan harus disimak bersama dengan pengikutnya sehingga tercapai kesamaan persepsi tentang apa yang sedang dihadapi bersama. Dengan demikian fase untuk mengadakan sosialisasi tujuan dan makna perubahan menjadi fase yang panjang dan ditangani secara serius. Kemudian, secara bersama pula dilakukan penugasan sehingga semua pihak mengatasi masalah ini secara terkoordinir serta merasa dilibatkan. <br />Ada berbagai perubahan yang perlu dilaksanakan di dalam suatu organisasi atau komunitas dimana seorang pemimpin bekerja. <br /> Perubahan pada tingkat kualitas dan jumlah manusia yang terlibat <br /> Perubahan pada pola kepemimpinan <br /> Perubahan pada struktur organisasi, prosedur, dan berbagai sistem di dalamnya <br /> Perubahan pada budaya organisasi, khususnya pada nilai-nilai yang dianut bersama. <br />Seorang pemimpin yang berkarakter baik saja tidak cukup untuk menghasilkan corak kepemimpinan yang mampu menggerakkan orang dan mengadakan proses transformasi, bila kepemimpinannya tidak didukung oleh suatu sistem, prosedur dan struktur organisasi yang efektif dan selaras dengan corak kepemimpinannya. Pertama-tama, iaa perlu membentuk dan mengubah apa yang ada agar menjadi serasi dengan apa yang diidamkannya dan terbaik dalam mencapai misinya. Biasanya di dalam siklus suatu komunitas dan organisasi dibutuhkan waktu transisi dari seorang pemimpin yang memusatkan segala hal pada dirinya menjadi seorang pemimpin yang bersedia didukung namun sekaligus dibatasi oleh struktur, sistem dan prosedur organisasinya. <br /><br />Kedua, sistem yang terkait baik dengan kepemimpinan masih tidak cukup menghasilkan gerak dan transformasi bila budaya organisasi tidak dikelola dengan baik dan sengaja. Maka secara sengaja sang pemimpin harus merumuskan nilai-nilai yang harus dikembangkan di dalam organisasi yang dipimpinnya. Hal ini akan dibahas secara khusus karena merupakan hal yang tidak terlalu diperhatikan orang dan sekaligus juga tidak banyak dikenal oleh ahli-ahli.<br />Hanya bila hal-hal tadi saling terkait dengan selaras, maka organisasi atau komunitas tadi akan menjadi efektif. Efektifitas organisasi tadi terlihat dari bagaimana organisasi tadi mampu dengan lugas dan tepat menangani perubahan yang ada di dalam dirinya maupun yang datang dari lingkungannya. <br />Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kepemimpinan, strutur, sistem dan prosedur serta budaya organisasi diubah sehingga terintegrasi, maka keseluruhannya akan sangat handal dan efektif dalam menangani perubahan baik makro dan mikro. <br />Bagaimana kalau kebalikannya terjadi? Apakah yang akan terjadi bila hanya muncul suatu perubahan yang baik di salah satu faktor di atas? Kalau seorang pemimpin tidak mendukung struktur yang ada atau proses yang disepakati, maka timbullah berbagai kebingungan. Sebaliknya bila struktur yang ada menghimpit kreatifitasnya, ia akan berhenti menjadi pemimpin dan beralih menjadi manajer saja. Selanjutnya, budaya organisasi atau iklim hubungan sangat menentukan bagaimana organisasi tadi memproses apa yang perlu ditanganinya. <br />Namun walaupun seorang pemimpin memiliki sistem, struktur dan proses serta dukungan budaya organisasi yang cocok, tanpa kehadiran orang-orang yang tepat di organisasinya, maka semuanya tetap akan sia-sia. <br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />Oleh karena seorang pemimpin pada kebanyakan momen harus berada didepan untuk mewakili komponen-komponen yang dipimpinnya, maka seorang pemimpin harus Ing Ngarso Sung Tulodo yaitu sebagai teladan, Ing Madyo Mangun Karso yaitu ditengah-tengah bawahannya selalu membangkitkan semangat dan kehendak kerja atau bisa disebut dengan motivasi bagi bawahannya, dan Tut Wuri Handayani yang artinya seorang pemimpin harus mau dan sanggup memberikan dorongan dari belakang. Dengan memberikan dorongan kepada bawahannya maka bawahannya akan memperoleh kemajuan yang baik dalam bentuk pengalaman, rasa percaya diri ataupun hal-hal yang lainnya. <br />Dan selalu berpegang teguh pada panji kebenaran untuk menjadi seorang pemimpin yang sejati. Keberanian seorang pemimpin, bukan keberanian jasmani semata, tetapi mendorong orang untuk mengatakan, mengakui kesalahannya, membetulkan kekeliruannya, menghargai opsisi, berunding dengan lawan dan mempersilahkan rakyat menilai manfaatnya sebagai pemimpin. Karena keberanian moral seperti itulah ia akan selalu dicintai dan dihormati, bukan karena sebagai pahlawan perang semata, tetapi sebagai ilham dan suara hati nurani bangsa. Intisari ajaran yang perlu diperhatikan adalah ketidak takutan dan kebenaran dan tindakan yang selaras dengan ajaran itu, akan selalu tampak mengarah kepada kesejahteraan orang banyak. <br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br />- Dosen <br />• Bapak menjelaskan materi terlalu cepat<br />• Bapak merokok <br />- Universitas<br />o Melayani dengan tidak sesuai dengan semestinya<br />o kemarahan saat melayanin mahasiswa<br /><br /><br />B. Saran <br />- Dosen<br />• Jangan merokok ketika mejelaskan materi<br />• Menjelaskan materi jangan terlalu cepat<br />- Fakultas <br />o Jangan mempersulit saat regestrasi<br />o Biasakan bekerja scara profesional<br />o Jangan marah-marah saat melayani pembayaran dan regestrasi karena itu sudah tugas dari BAK<br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Sutjipta, Nyoman, 2001, “Manajemen Sumber Daya Manusia” Diktat: Univeritas Udayana, Denpasar.<br />Sumidjo, Wahyo, 1984,”Kepemimpinan dan Motivasi”, Ghalia Indonesia, Jakarta.<br />Thoha, Miftah, 1994,”Kepemimpinan Dalam Manajemen”, CV. Rajawali, Jakarta.<br />Siagian, Sondang P, 1986, “Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi”, PT. Gunung Agung, Jakarta.KUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-51338181583534088282010-07-26T07:29:00.001-07:002010-07-26T07:31:07.264-07:00MANAJEMEN KEUANGANBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1. Latar Belakang<br />Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara pasca Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah yang diikuti lahirnya UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah berjalan hampir satu setengah tahun. Sebagaimana dipahami UU Keuangan Negara No.17 tahun 2003 dan UU Perbendaharaan Negara nomor 1 tahun 2004 adalah untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi,ekonomi dan teknologi moderen.<br /> UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara telah merubah sistem dan pola pengelolaan keuangan negara. Sistem yang diusung dalam UU tersebut adalah sistem penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting system) yang menjadikan kinerja sebagai fokus sehingga seluruh potensi harus diarahkan untuk mendukung agar kinerja yang diinginkan dapat tercapai. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa kinerja yang dicanangkan tercapai dengan pendanaan yang dialokasikan secara efisien dan efektif. Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No.17 tahun 2003, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah RI sedangkan setiap Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Chief Operacional Officer (COO) untuk statu bidang tugas pemerintahan. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran, perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif yang diserahkan kepada kementrian/lembaga dan pemegang kewenangan kebendaharaan yang diserahkan kepada kementrian keuangan. Dari pengamatan APBN tahun 2005 sampai dengan triwulan I tahun 2006 menunjukkan pengalihan kewenangan administratif yang dulunya dilaksanakan oleh kementrian keuangan kepada kementrian/lembaga menunjukkan sebagian besar mind set KPA masih berprinsip tolok ukur keberhasilan diukur dari tingkat capaian disbursement (penyerapan) tanpa terlalu jauh memperhatikan kualitas kinerjanya. Berdasarkan permasalahan di atas maka pada RADIN tingkat regional Kanwil DJPBN wilayah Sumatera di Medan, Kanwil III DJPBN Padang merasa perlu mengangkat permasalahan pengalihan kewenangan administratif pada Kementrian/Lembaga khususnya dalam hal pelaksanaan pembayaran yang efisien dan efektif .<br /> <br />2. Tujuan<br /> Dalam rangka mengemban misi reformasi dalam bidang keuangan negara yakni mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean governance) maka Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan pejabat lainnya yang ditunjuk selaku Kuasa BUN bukanlah sekadar kasir yang hanya melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, tetapi Menteri Keuangan selaku pengelola keuangan dalam arti yang seutuhnya yaitu berfungsi sekaligus kasir,pengawas keuangan dan manajer keuangan. Dikarenakan pelaksanaan tahun 2005 sampai dengan triwulan I tahun 2006 menunjukkan belum berubahnya mind set KPA dan KPPN dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran APBN perlu dilakukan langkah-langkah konkrit mengendalikan pengelolaan keuangan negara sesuai fungsi kementrian keuangan dalam arti seutuhnya : kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan agar tercipta efisiensi biaya dan efektifitas dalam pelaksanaan anggaran (cost effektiveness and operational efficiency) sehingga ada benang merah dalam siklus anggaran (budget cycle) antara input, output dan outcome. <br /><br />3. Masalah<br /> Cakupan permasalahan dalam pelaksanaan pemisahan kewenangan administrasi dan kewenangan kebendaharaan adalah :<br />• Menyoroti sampai dimana tingkat kesiapan kementrian/lembaga dalam menjalankan fungsinya selaku pemegang kewenangan administratif (what and how the manager manage);<br />• Pelaksanaan kewenangan kebendaharaan (comptable) di kementrian keuangan (d.h.i KPPN);<br />• Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada KPA dan KPPN;<br />• Usul penyempurnaan aturan atau prosedur kerja untuk menciptakan efisiensi biaya dan efektifitas kinerja dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran sebagai bentuk pengendalian keuangan negara .<br />4. Batasan Masalah<br /> Makalah ini hanya membahas tentang<br />• Menyoroti sampai dimana tingkat kesiapan kementrian/lembaga dalam menjalankan fungsinya<br />• Pelaksanaan kewenangan kebendaharaan<br />• Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada KPA dan KPPN<br /> BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br /> Sistem penganggaran moderen (Public Expenditure Management) menekankan pentingnya tiga prinsip penting (best practice) dalam pengelolaan keuangan negara yaitu :<br />• Aggegate Fiscal Dicipline, <br />• disiplin anggaran pada tingkat nasional agar besarnya belanja negara disesuaikan dengan kemampuan menghimpun pendapatan negara<br />• Allocative Efficiency, efisiensi alokasi anggaran melalui distribusi yang tepat sumber-sumber daya keuangan untuk berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome (manfaat atau hasil) yang diharapkan dari penyelenggaraan tugas kementrian/lembaga<br />• Operational Efficiency, efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi pemerintahan untuk menghasilkan output sesuai tugas dan fungsi instansi pemerintahan bersangkutan<br /><br />Reformasi di bidang perbendaharaan dilakukan sejalan dengan prinsip operational efficiency dengan mengubah fokus dari kontrol pengeluaran pada input menjadi output dan memberikan kewenangan yang lebih besar kepada manajer untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya (Let’s the manager manage). Pemberian kewenangan yang lebih besar pada manajer dilakukan untuk melaksanakan kegiatan berorientasi pada hasil (output) dan manfaat (outcome)<br /><br />1. Dasar Hukum Pembayaran <br />a. UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara<br />b. UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara<br />c. UU No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara<br />d. UU No.13 tahun 2005 tentang APBN TA.2006<br />e. PP No.21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKAKL<br />f. Keppres No.42 tahun 2002 jtentang Pedoman Pelaksanaan APBN <br />g. PMK No.134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Pembayaran APBN<br />h. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 tanggal 28-12-2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas beban APBN<br /><br />2. Pembagian Kewenangan <br />Pasal 19 UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ayat (1) menyebutkan bahwa Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Dalam pelaksanaannya pembayaran APBN tersebut dilakukan oleh KPPN. Selanjutnya pada ayat (2) bahwa dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban untuk :<br />1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;<br />2. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran;<br />3. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;<br />4. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;<br />5. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.<br />Kewajiban dalam rangka pelaksanaan pembayaran ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.PER-66/PB/2005 pada pasal 11 sebagai berikut :<br />1. Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat substansif dan formal.<br />2. Pengujian substantif dilakukan untuk:<br /><br />a. Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;<br />b. Menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam SPM tersebut;<br />c. Menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK, Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);<br />d. Menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap kebenaran pelaksanaan pembayaran;<br />e. Menguji faktur pajak beserta SSP-nya;<br />Pengujian formal dilakukan untuk:<br />a. Mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan spesimen tandatangan;<br />b. Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf; memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat cacat dalam penulisan.<br /> Pada Pasal 7 ayat (2.c.) UU No.1/2004 bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara. Sedangkan pada penjelasan UU tersebut Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.<br />Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian, dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang kewenangan kebendaharaan (comptable). <br /><br />3. Kewenangan Administratif (Ordonateur)<br /> Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.<br /> Satu hal penting yang mendasar dalam penyempurnaan manajemen keuangan alah adanya kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar bagi kementerian negara/lembaga dalam mengelola program dan kegiatan yang ada dalam lingkup kerjanya dimana penganggaran berdasarkan kinerja akan sangat membantu dalam penerapannya.<br /> Penganggaran berdasarkan kinerja adalah penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Indikator kinerja (performance indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja dalam rangka mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumberdaya.<br />Penganggaran berdasarkan kinerja pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan anggaran dengan menghubungkan antara beban kerja dan kegiatan terhadap biaya. Secara lebih dalam, penerapan penganggaran berdasarkan kinerja akan mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Sistem ini terutama berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil (outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan.<br />• Ekonomis: sejauh mana masukan/sumberdaya yang ada digunakan dengan sebaik-baiknya;<br />• Efisiensi: sejauh mana perbandingan antara tingkat keluaran suatu kegiatan dengan sumberdaya/dana yang digunakan;<br />• Efektivitas: sejauh mana keluaran yang dihasilkan mendukung pencapaian<br /><br />BAB III<br />ANALISA<br />MANAJEMEN KEUANGAN<br /><br />A. PELAKSANAAN REFORMASI DI BIDANG PERBENDAHARAAN <br /> Sebagaimana diketahui reformasi di bidang perbendaharaan mempunyai konsekuensi pada pemisahan kewenangan administratif (ordonateur) dan kewenangan kebendaharaan (comptable). Kewenangan administratif yang selama hampir 58 tahun berada di Kementrian Keuangan beralih pada Kementrian/Lembaga sementara Kementrian Keuangan mempunyai kewenangan kebendaharaan. Dari pengamatan terhadap pelaksanaan APBN tahun 2005 dan triwulan pertama tahun anggaran 2006 memberikan gambaran masih terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan anggaran yang efisien (operational efficeincy).<br />Permasalahan aktual dan krusial yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan fungsi pelayanan yang diemban KPPN sebagai ujung tombak dalam rangka pembayaran dana APBN adalah :<br />a. Aspek check and balance (saling uji) belum dapat dijalankan dengan baik sebagai konsekuensi pemisahan fungsi orodonateur dan fungsi comptable dikarenakan faktor SDM yang masih belum siap menjalankan amanat UU No.1/2004<br /><br />b. Cara berpikir (mindset) jajaran Dit.Jen.Perbendaharaan (Kanwil DJPBN dan KPPN) yang sebagian besar belum memahami bahwa telah terjadi perubahan dalam sistim pembayaran sebagaimana telah diatur dalam UU No. 17/2003 dan UU No.1/2004 yakni diterapkannya sistem Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)<br /><br />c. Masih adanya perasaan berat hati melepaskan kewenangan administratif yang telah bertahun-tahun melekat dan seolah menjadi ”bench mark” pegawai KPPN bahwa dalam pelaksanaan pembayaran harus melakukan pengujian substantif yang kadang terjebak kepada pengujian formal yakni aspek tujuan pembayaran (doelmatigheid). Contoh : Dikarenakan penulisan resume kontrak yang kurang lengkap KPPN minta kontrak sebagai bahan pemeriksaan;<br />d. Adanya perbedaan penafsiran dalam menterjemahkan peraturan pelaksanaan yang mengakibatkan ketidakjelasan atau grey area bahkan menjadi blank area dan mendorong pada satu tindakan yang mengarah pada pelayanan yang berbelit-belit. Contoh : Dalam hal pembayaran Belanja Barang Non Operasional Lainnya (BKPK 5212) ternyata dalam SPTB tercantum Pemeliharaan AC yang seharusnya masuk dalam BKPK 5231 dan ternyata dalam RKAKL memang alokasi dana untuk pemeliharaan AC tersebut masuk dalam MAK 521219<br />e. Adanya pertentangan pemahaman satu produk aturan dan produk aturan lainnya menimbulkan dilematika dalam pelaksanaan pengujian substantif atas perintah pembayaran contoh : pada pasal 19 ayat 2c UU No.1 tahun 2004 tentang pengendalian anggaran negara dan pasal 19 ayat 2 mengenai kewajiban bendahara umum negara serta penjelasan UU dimana fungsi komptabel tidak sekedar sebagai kasir tapi termasuk sebagai pengawas keuangan. Dilain pihak pada Peraturan Menteri Keuangan 96/2005 disebutkan bahwa Satker selaku Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan pendukung program sesuai dengan bagian anggarannya masing-masing yang juga dituangkan pada halaman pengesahan DIPA. Hal ini berpengaruh pada kualitas pelayanan antar KPPN karena masing-masing mempunyai standar pelayanan berdasarkan penafsiran dan pemahaman aturan-aturan tersebut<br />f. KPPN wajib membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan yang seharusnya merupakan kewenangan administratif dan berada di Satker/KPA. Hal ini merupakan inkonsistensi dalam penerapan pemisahan ordonateur dan comptable. <br /><br /><br /><br /><br /><br />B. Pelaksanaan Kewenangan Administratif (Ordonateur) di KPA<br /> Permasalahan yang dihadapi KPA dalam pelaksanaan fungsi administratif :<br />• Permasalahan dalam DIPA misalnya : tidak tersedia MAK 511119 (Pembulatan) MAK 511124 (tunjangan fungsional), MAK 511125 (PPh Ps.21) menimbulkan dilematika pada KPPN untuk melakukan pembayaran;<br />• Adanya euforia (Let’s the manager manage) untuk melakukan pengeluaran sesuai keinginan dengan berdalih pada Petunjuk Operasional Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk menghabiskan dana yang tersedia dalam DIPA sehingga mengakibatkan penafsiran yang menyimpang dari bagan perkiraan standar <br /> Contoh <br /> Pembayaran insentif pegawai untuk kegiatan bersifat rutin<br /> fungsional<br /> Kegiatan-kegiatn yang kurang mendukung pencapaian sasaran<br /> Dalam hal pengadaan barang dan jasa yang dikontrakkan pada pihak yang bukan ahli dibidangnya<br />a. Adanya kecenderungan melakukan pengadaan barang dan jasa dengan pembayaran Uang Persediaan/ Tambahan UP khususnya untuk pekerjaan swakelola misalnya pada Dinas Kimpraswil. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya permintaan izin TU dengan beraneka alasan yang pada hakikatnya adalah keengganan KPA untuk melakukan pembayaran langsung;<br />b. Adanya kecenderungan melakukan perubahan/penambahan volume kegiatan yang pada hakikatnya adalah untuk penyerapan dana, dengan mengalihkan dari kegiatan yang dirasa sulit untuk melakukan pencairan dana. Indikator ini dapat dibuktikan banyaknya pengajuan revisi kepada Kanwil DJPBN;<br />c. Belum adanya kesadaran para pengelola keuangan untuk menjadikan dan memiliki peraturan tentang pengelolaan keuangan sebagai pegangan dan acuan kerja, dan lebih mengandalkan pada konsultasi ke KPPN dimana kemampuan dan penguasaan peraturan teknis pegawai yang melayani juga masih terbatas;<br />d. Belum adanya kemandirian para penanggung jawab fungsional (Bendahara, Penguji Tagihan dan Penandatangan SPM) yang pada umumnya secara struktural merupakan pegawai bawahan pembuat komitmen (Kabag Umum / Kasubag Umum/ Kasubag TU) yang dalam pelaksanaan pekerjaannya berada dalam kendali dan atas perintah atau lebih extrim berada dalam “tekanan” sesuai keinginan atasannya sehingga ada rasa enggan atau takut terjadinya conflict of interest;<br />e. Masih lemahnya kemampuan pejabat penerbit SPM dalam menterjemahkan DIPA serta RKA-KL dan akibatnya pengujian tagihan dan pembebanan MAK/MAP tidak sesuai dengan substansi pembayaran, <br /> Contoh : <br /> Dalam hal pembayaran Belanja Barang Non Operasional Lainnya (BKPK 5212) ternyata dalam SPTB tercantum Pemeliharaan AC yang seharusnya masuk dalam BKPK 5231 dan ternyata dalam RKAKL memang alokasi dana untuk pemeliharaan AC tersebut masuk dalam MAK 521219<br /><br />C. Faktor-faktor yang mempegaruhi pelaksanaan tugas<br /><br />a. Faktor yang mendukung pelaksanaan tugas<br />• Proses pengolahan data pelaksanaan APBN dilakukan secara elektronik didukung<br />dengan aplikasi program secara integrasi;<br />• Adanya payung hukum yang mandiri dan mempunyai legimitasi yakni UU No.17<br />tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004 tentang<br />Perbendaharaan Negara serta peraturan lainnya.<br /><br />b. Faktor yang menghambat pelaksanaan tugas<br />• Kemampuan SDM menjadi faktor utama terhambatnya pelaksanaan tugas dikarenakan di era Teknologi Informasi maka pelaksanaan tugas menuntut adanya kemampuan di bidang pengolahan data (komputer) disamping pengetahuan kewenangan kebendaharaan dan pengetahuan kewenangan administratif yang standar; <br />• Pembinaan terhadap KPA masih dilakukan parsial dan seharusnya pembinaan dan bimbingan teknis dilakukan secara komprehensf meliputi aspek otoriasasi, orodonansering, comptable, akuntansi dan pengolahan data;<br />• Kurangnya sosialisasi dalam bentuk GKM kepada lingkup internal (jajaran DJPBN);<br />• Belum adanya payung hukum bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN untuk melakukan pengawasan kepada satker pengguna atas pengelolaan keuangan negara khususnya ada temuan kejanggalan atau indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh KPA;<br />• Tidak adanya penghargaan (reward) dan sanksi (punishmen) atas kinerja pegawai;<br />• Sarana dan prasarana berupa piranti komputer dan jaringan website untuk mendukung sistem pembayaran yang belum memadai mengingat sarana yang ada sementara ini sudah tergolong kuno dan tidak branded.<br /><br />D. Usul Penyempurnaan Aturan Pelaksanaan Kewenangan Kebendaharaan<br /> Dari pengamatan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan masih terdapat kelemahan khususnya efficiency operational yang dikhawatirkan justru akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran program. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah perbaikan sebagai berikut : <br />• Perlu adanya aturan sebagai bentuk pembinaan sekaligus pengawasan atas pengelolaan keuangan negara (post audit) oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN. Artinya apabila ada kejanggalan atau ditemukan indikasi penyimpangan dalam perintah pembayaran maka BUN/Kuasa BUN tetap menerbitkan SP2D, namun perlu dilakukan pembinaan secara tertulis atas kesalahan/penyimpangan tersebut dengan tembusan kepada aparat pengawas fungsional. Produk aturan yang diusulkan adalah dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan;<br />• Diperlukan penyuluhan secara kontinyu kepada KPA agar mind set selaku pemegang kewenangan administratif dapat dipahami dan diresapi. Untuk itu fungsi pembinaan pada Bidang PPKN dan Bidang AKLAP perlu dirumuskan ulang agar pola pembinaan yang dilakukan benar-benar komprehensif dan tepat guna sesuai reformasi manajemen keuangan pemerintah;<br />• Perlu aturan tentang standar mutu layanan Kanwil DJPBN dan KPPN agar proses pengalihan kewenangan administratif kepada KPA dapat berjalan dengan baik;<br />• Dengan diberlakukan standar mutu layanan maka perlu adanya bentuk kompensasi yakni berupa rangsangan (insentif) sebagai reward dan sebaliknya akan diberikan sanksi apabila ada pelanggaran dalam pelayanan kepada mitra kerja;<br />• KPPN tidak perlu lagi membuat Kartu Pengawasan Belanja Pegawai Perorangan (lampiran 14-3 PER-66/PB/2005) dikarenakan hal tersebut merupakan kewenangan administratif pada KPA;<br />• Perlunya Bank Data Pegawai Negeri Sipil seluruh Indonesia agar file data jati diri PNS dapat secara mudah diakses oleh seluruh unit pemakai mengingat di era IT semua data diproses secara elektronik;<br />• Diterapkan standar kompetensi dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja Dit.Jen.Perbendaharaan termasuk lingkup Kanwil DJPBN dan KPPN dikarenakan perubahan dalam sistem penganggaran di era reformasi manajemen pemerintah menghendaki adanya profesionalisme dan kompeten di bidang tugasnya;<br />• Perlu percepatan peningkatan kompetensi pegawai di bidang otorisasi, ordonateur, akuntansi, analisa pelaporan dan pengolahan data dengan indikator sasaran prosentase pegawai yang mempunyai keahlian pada bidang tersebut dengan melaksanakan kegiatan on the job training (pelatihan di tempat kerja) dan GKM dengan sisitim mentoring; <br />• Perlu dirumuskan ulang prosedur kerja Kanwil DJPBN dan KPPN dalam hal :<br />• Pola pembinaan sistem akuntansi pemerintah yang komprehensif dan pengolahan data yang integrasi dengan membetuk think thank dan DUKTEK di Kanwil DJPBN<br />• Standardisasi kinerja KPPN : <br />a. Diterapkan pengamanan prosedur tetap pengamanan database<br />b. Ditentukan proses cut off <br />c. Dibentuk work shop untuk menanggulangi permasalahan aplikasi<br />d. Standar rekonsiliasi dalam rangka mutu pelayanan terhadap mitra kerja<br />e. Prosedur perbaikan data <br /><br />E. Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah<br />Indikasi penyimpangan anggaran negara sebagaimana ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhir-akhir ini menimbulkan kekhawatiran pada sebagian kalangan politisi dan masyarakat bahwa reformasi manajemen keuangan pemerintah tampaknya masih dalam batas verbalisme politis. Sistem manajemen keuangan pemerintah dan aparat pelaksananya masih belum mampu menggunakan uang rakyat secara bertanggung jawab. Sungguh ironis di tengah pengangguran dan kemiskinan yang semakin meluas serta hutang negara yang semakin membengkak, oknum aparat pemerintah masih melakukan tindakan tidak terpuji dengan menyalahgunakan uang rakyat. Perilaku koruptif masa Orde Baru masih melekat kuat pada sebagian aparat pemerintah.<br />Hasil temuan BPK tersebut menimbulkan pertanyaan mendasar: Apa yang salah dengan sistem manajemen keuangan pemerintah kita? Apabila ternyata sistem manajemen keuangan pemerintah kita terbukti memiliki kelemahan, apakah ada sistem manajemen keuangan pemerintah alternatif yang mampu menekan penyimpangan dan pemborosan keuangan dan sumber daya negara? Sistem manajemen keuangan pemerintah<br /><br /><br /><br />Apa yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian (1995) dalam menggambarkan keadaan manajemen keuangan pemerintah semasa Orde Baru tampaknya masih belum berubah secara signifikan pada masa Orde Reformasi sekarang ini. Ia mengatakan bahwa manajemen keuangan pemerintah sudah tidak sesuai dengan tuntutan pembangunan. Sebagai contoh, sistem pelaporan keuangan, katanya "....sering hanya menunjukkan legalitas penggunaan biaya dan kurang menunjukkan efisiensi penggunaan biaya tersebut". Sistem pelaporan keuangan yang memungkinkan terjadinya distorsi informasi demikian tentunya sangat buruk bagi proses pembuatan keputusan dan kebijakan pemerintah yang efektif di bidang manajemen aset dan kewajiban (liabilities).<br />Dalam praktik manajemen keuangan pemerintah yang masih berlangsung sekarang ini, ada kecenderungan dari oknum pejabat untuk menghabiskan sisa anggaran, baik anggaran rutin maupun anggaran pembangunan (proyek), yang dikelolanya. Pejabat tersebut termotivasi oleh insentif untuk menghabiskan sisa anggaran karena kalau sisa anggaran tersebut tidak dihabiskan maka jumlah anggaran yang disetujui Departemen Keuangan untuk tahun berikutnya, baik yang diusulkan dalam Daftar Usulan Kegiatan (DUK) maupun Daftar Usulan Proyek (DUP), akan lebih kecil dari jumlah anggaran tahun sebelumnya.<br />Akibatnya, oknum pejabat tersebut merekayasa kegiatan untuk menghabiskan sisa anggaran dan membuat laporan keuangan "yang seolah-olah benar" untuk menjustifikasi kegiatan tersebut. Dalam sistem manajemen keuangan demikian tidak ada insentif bagi pengelola anggaran untuk menghemat maupun mengelola anggaran tersebut secara efektif dan efisien.<br />Lemahnya manajemen pemerintahan khususnya manajemen keuangan, pemerintah yang menstimulasi perbuatan koruptif demikian telah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada lembaga pemerintah terutama pada lembaga pengawasan.<br />Apabila dilihat dari praktik pengelolaan keuangan negara, tampak jelas pemerintah menggunakan "Cash Accounting System" (Sistem Akutansi Tunai-SAT). Penggunaan sistem ini dipertegas lagi dalam Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 217/KMK.03/1990.<br />SAT hanya mencatat pos-pos penerimaan dan pengeluaran tunai. Dalam SK Menteri tersebut ditegaskan bahwa mulai 1 April 1990 berlaku sistem baru untuk semua pembayaran atas beban kepanjangan (APBN) yang disebut Sistem Pembayaran dengan Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD). Dalam sistem UYHD tampak jelas pencatatan hanya dilakukan pada pembayaran tunai kegiatan jangka pendek, tidak memperhitungkan kewajiban jangka panjang.<br />Seperti yang sudah lazim dalam praktik pembukuan dan akutansi pemerintah selama ini, SAT yang digunakan pemerintah tidak mencatat aset dan kewajiban terutang baik dalam bentuk akun yang terutang (account payable) maupun akun piutang (account receivable). Oleh karena itu, tidak jelas dan sulit dilacak berapa nilai semua aset dan kewajiban yang dimiliki pemerintah.<br />Akibatnya, sistem pelaporan keuangan yang dihasilkan cenderung memberikan informasi yang tidak lengkap dan menyesatkan. Keadaan demikian seringkali membuat keputusan dan kebijakan publik yang berkaitan dengan aset dan kewajiban pemerintah, termasuk manajemen hutang salah dan tidak efektif (policy defect). Kelemahan lain dari manajemen keuangan pemerintah selama ini adalah adanya nonbujeter, yaitu dana di luar APBN yang berasal dari pendapatan bukan pajak. Adanya pengalokasian dana yang bersifat nonbujeter yang penggunaannya tidak transparan dan lemah mekanisme akuntabilitas publiknya jelas bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik (good governance).<br /><br /><br />Berbeda dengan SAT, Sistem "Accrual Accounting" (SAA) bukan hanya mencatat nilai penerimaan dan pembayaran tunai tetapi juga mencatat semua nilai aset dan kewajiban jangka panjang. Oleh karena itu, dengan SAA semua aset dan kewajiban pemerintah akan terlihat dan terdeteksi. Melalui pencatatan account payable dan account receivable, SAA secara sistematis membukukan, dalam bentuk double entries, semua aset dan kewajiban pemerintah.SAA mengutamakan pemenuhan prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntablitas publik dalam manajemen keuangan dan sumber daya negara. <br />Penerapan SAA adalah wujud pelaksaan good governance dalam manajemen keuangan dan sumber daya (aset) negara. Namun demikian, efektivitas implementasi SAA tersebut tidak bisa lepas dari apa yang kemudian dikenal dalam manajemen sektor publik moderen New Public Management (NPM) sebagai korporasi manajemen pemerintahan (corporate government). Sebagaimana layaknya dikenal dalam dunia bisnis swasta, dalam NPM pun diaplikasikan konsep ownership (pemilikan), purchase (pembeli), shareholder (pemegang saham), dan custtomer (pelanggan). NPM mengonstruksi organisasi pemerintah sebagai suatu korporasi. Masyarakat, sebagai pembayar pajak (tax payer), adalah shareholder dari organisasi tersebut.<br />Masyarakat berhak tahu atas segala urusan dan manajemen organisasi pemerintah, termasuk manajemen aset dan kewajiban. Pengurus organisasi tersebut wajib memberitahukan secara transparan kepada masyarakat sebagai shareholder semua hal mengenai aset dan kewajiban organisasi, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Menteri, sebagai pimpinan tertinggi dari organisasi tersebut, harus bertanggung jawab dan akuntabel kepada masyarakat mengenai semua hal menyangkut kemajuan dan manajemen organisasi. <br />Peran dan partisipasi masyarakat dalam korporasi manajemen pemerintahan demikian adalah dengan mengawasi penggunaan dan pengelolaan aset dan kewajiban organisasi. Apabila pengurus gagal mengelola aset dan kewajiban organisasi maka masyarakat bisa mengusulkan untuk mengganti pengurus atau menteri yang memimpin organisasi tersebut. Dalam NPM hubungan antara Menteri dan Direktur Jenderal sebagai CEO (Chief Executive Officer) diwujudkan dalam bentuk Performance Contract (kontrak kinerja) yang biasanya berlaku selama lima tahun. Dalam kontrak demikian, menteri sebagai wakil dari owner (pemerintah), dapat memecat CEO sebelum habis masa kontrak kerjanya apabila ia gagal dalam mengelola aset dan sumber daya organisasi yang dipimpinnya. Oleh karena itu, CEO akan termotivasi untuk mengelola aset organisasi tersebut secara lebih afektif, efisien, dan bertanggung jawab.<br />Namun, SAA bukannya tanpa kekurangan. Kelemahannya adalah relatif tingginya biaya admisitrasi dan transaksi (transaction cost). Dalam sistem ini setiap organisasi pemerintah diwajibkan mempublikasikan laporan keuangannya kepada publik. Artinya, dibutuhkan banyak tenaga pemeriksa keuangan (auditor) profesional untuk menyiapkan dan mengaudit laporan keuangan tersebut. Selain itu, efektivitas SAA dalam manajemen aset dan keuangan negara sangat bergantung pada integritas moral dan keprofesionalan para operatornya. <br />Di sinilah profesi pemeriksa keuangan, baik ia sebagai pemeriksa keuangan internal maupun eksternal (internal and external auditor) maupun pengelola keuangan pemerintah, memegang peranan penting. Efektivitas SAA dalam manajemen aset dan keuangan pemerintah telah dibuktikan oleh Pemerintah Selandia Baru. Hasilnya, posisi anggaran belanja Pemerintah Selandia Baru berubah, dari defisit sebesar $ 2.254 miliar tahun 1990-1991 menjadi surplus $755 juta pada 1994 dan $ 3.314 juta pada 1996. SAA telah memberikan kontribusi yang nyata dalam menekan pemborosan anggaran sekaligus meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran tersebut.<br /><br /><br />SAA merupakan sistem manajemen keuangan alternatif yang dapat digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk mereformasi manajemen keuangannya. Sistem ini telah terbukti mampu mengelola kekayaan negara secara efektif, efisien, dan bertanggung jawab. Namun, hal yang paling mendasar agar sistem tersebut bekerja dengan efektif adalah adanya kemauan politik pemerintah untuk secara sungguh-sungguh menerapkan sistem tersebut guna mewujudkan good governance dalam manajemen keuangan pemerintah<br />BAB IV<br /> KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br /><br /><br />A. KESIMPULAN<br /> Dari uraian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan pemisahan kewenangan administratif dan kewenangan kebendaharaan masih menimbulkan permasalahan-permasalahan sehingga pelaksanaan anggaran yang efisien sebagaimana diharapkan dengan perubahan sistem belum terlihat secara jelas..<br />Yang perlu dipikirkan bersama adalah arah reformasi bidang perbendaharaan harus dikawal sesuai tujuan yang dicapai yaitu menciptakan good governance dan hal itu dapat terwujud apabila dalam pelaksanaan APBN mengacu pada tiga prinsip penting dalam Public Expendiure Management yakni : aggregate fiscal dicipline, Allocative efficiency dan operational efficiency. <br />Untuk itu selaku bagian dari jajaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan maka Kanwil DJPBN hendaknya terus melakukan evaluasi kinerja dan pengembangan kinerja agar dapat merespon perubahan dalam segala aspek pengelolaan keuangan negara. Amin.<br /><br /><br />B. SARAN<br />Sistem manajemen keuangan pemerintah yang dipraktikkan pemerintah selama ini kurang memenuhi prinsip good governance dalam pengelolaan keuangan negara. Sistem manajemen keuangan demikian melemahkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi penggunaan anggaran, memancing praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) karena kurang transparan, dan mendorong pejabat untuk menggunakan keuangan dan sumber daya negara secara tidak bertanggung jawab karena lemahnya mekanisme akuntablitas publik dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, perlu dicari sistem manajemen keuangan pemerintah alternatif yang memenuhi prinsip good governance dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya negara. Sistem "Accrual Accounting" dapat dijadikan salah satu alternatif kebijakan.<br /><br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br /><br />- Dosen<br />1. dalam mengajar bapak terlalu santai dan terkesan cuek, Sehingga hanya sebagian saja mahasiswa yang dapat memahami materi dengan baik.<br />2. dengan sikap bapak yang sederhana dan santai, saya jadi tidak terlalu tertekan dengan mata kuliah yang bapak ajarkan.<br /><br />-Fakultas<br /> khusus FKIP bahasa inggris, fasilitas terlalu minim.<br /><br /> -Universitas PGRI Palembang<br /> Segala urusan lamban.<br /><br />B. Saran<br /><br />-Dosen<br /> Cobalah untuk lebih perhatian lagi kepada Mahasiswa dalam penyampaian materi agar semua mahasiswa dapat memahami materi dengan baik.<br /><br />-Fakultas<br /> Tolong lengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.<br /><br />-Universitas<br />1. Cobalah selesaikan dengan baik dan secepat mungkin apa saja yang sudah menjadi kewajiban universitas.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />James K. Van Fleet, 1973, 22 Manajemen Keuangan, Jakarta:Mitra Usaha<br />Purwanto, Yadi, 2001, Manajemen Keuangan Pemerintah PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br />W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional BooksKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-42650852745525458682010-07-26T07:25:00.000-07:002010-07-26T07:26:53.806-07:00MANAJEMENBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. LATAR BELAKANG <br />Banyak kesulitan yang terjadi dalam melacak sejarah manajemen. Namun diketahui bahwa ilmu manajemen telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dengan di. Piramida tersebut dibangun oleh lebih dari 100.000 orang selama 20 tahun. Piramida giza tak akan berhasil dibangun jika tidak ada seseorang tanpa mempedulikan apa sebutan untuk manajer ketika itu yang merencanakan apa yang harus dilakukan, mengorganisir manusia serta bahan bakunya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakkan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan sesuai rencana<br />Praktik-praktik manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota venesia, italia, yang ketika itu menjadi pusat perekonomian dan perdagangan di sana. Penduduk venesia mengembangkan bentuk awal perusahaan bisnis dan melakukan banyak kegiatan yang lazim terjadi di organisasi modern saat ini. Sebagai contoh, di gudang senjata venesia, kapal perang diluncurkan sepanjang kanal dan pada tiap-tiap perhentian, bahan baku dan tali layar ditambahkan ke kapal tersebut. Hal ini mirip dengan model lini perakitan (assembly line) yang dikembangkan untuk merakit mobil-mobilnya. Selain lini perakitan tersebut, orang venesia memiliki sistem penyimpanan dan pergudangan untuk memantau isinya, manajemen sumber daya manusia untuk mengelola angkatan kerja, dan sistem akuntansi untuk melacak pendapatan dan biaya.<br />Sebelum abad ke-20, terjadi dua peristiwa penting dalam ilmu manajemen. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1776, ketika adam smith menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik, the wealth of nation. Dalam bukunya itu, ia mengemukakan keunggulan ekonomis yang akan diperoleh organisasi dari pembagian kerja (division of labor), yaitu perincian pekerjaan ke dalam tugas-tugas yang spesifik dan berulang. Dengan menggunakan industri pabrik peniti sebagai contoh, smith mengatakan bahwa dengan sepuluh orang—masing-masing melakukan pekerjaan khusus—perusahaan peniti dapat menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti dalam sehari. Akan tetapi, jika setiap orang bekerja sendiri menyelesaikan tiap-tiap bagian pekerjaan, sudah sangat hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh peniti sehari. Smith menyimpulkan bahwa pembagian kerja dapat meningkatkan produktivitas dengan <br /> Meningkatnya keterampilan dan kecekatan tiap-tiap pekerja, <br /> Menghemat waktu yang terbuang dalam pergantian tugas, dan <br /> Menciptakan mesin dan penemuan lain yang dapat menghemat tenaga kerja.<br />Peristiwa penting kedua yang mempengaruhi perkembangan ilmu manajemen adalah revolusi industri di inggris. Revolusi industri menandai dimulainya penggunaan mesin, menggantikan tenaga manusia, yang berakibat pada pindahnya kegiatan produksi dari rumah-rumah menuju tempat khusus yang disebut pabrik. Perpindahan ini mengakibatkan manajer-manajer ketika itu membutuhkan teori yang dapat membantu mereka meramalkan permintaan, memastikan cukupnya persediaan bahan baku, memberikan tugas kepada bawahan, mengarahkan kegiatan sehari-hari, dan lain-lain, sehingga ilmu manajamen mulai dikembangkan oleh para ahli.<br />Di awal abad ke-20, seorang industriawan perancis bernama henry fayol mengajukan gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang.<br />Sumbangan penting lainnya datang dari. Weber menggambarkan suatu tipe ideal organisasi yang disebut sebagai birokrasi bentuk organisasi yang dicirikan oleh pembagian kerja, hierarki yang didefinisikan dengan jelas, peraturan dan ketetapan yang rinci, dan sejumlah hubungan yang impersonal. Namun, weber menyadari bahwa bentuk "birokrasi yang ideal" itu tidak ada dalam realita. Dia menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini.<br />Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun, yang merupakan kombinasi dari teori statistika dengan teori mikroekonomi. Riset operasi, sering dikenal dengan "sains manajemen", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang sering disebut sebagai bapak ilmu manajemen—menerbitkan salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "konsep korporasi" (concept of the corporation). Buku ini muncul atas ide.<br />B. TUJUAN <br />• Mengetahui Manajemen <br />• Memahami tentang Manajemen<br />• Mengetahui bagian-bagian Manajemen<br /><br />C. RUMUSAN MASALAH<br />• Makna dari manajemen. <br />• mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna <br /> BATASAN MASALAH<br />Makalah ini hanya membahas tentang Manajemen<br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br />Manajemen ilmiah, atau dalam bahasa Inggris disebut scientific management, pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow Taylor dalam bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management pada tahun 1911. Dalam bukunya itu, Taylor mendeskripsikan manajemen ilmiah adalah "penggunaan metode ilmiah untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan." Beberapa penulis seperti menganggap tahun terbitnya buku ini sebagai tahun lahirya teori manajemen modern.<br />Ide tentang penggunaan metode ilmiah muncul ketika Taylor merasa kurang puas dengan ketidakefesienan pekerja di perusahaannya. Ketidakefesienan itu muncul karena mereka menggunakan berbagai macam teknik yang berbeda untuk pekerjaan yang sama—nyaris tak ada standar kerja di sana. Selain itu, para pekerja cenderung menganggap gampang pekerjaannya. Taylor berpendapat bahwa hasil dari para pekerja itu hanyalah sepertiga dari yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20 tahun, berusaha keras mengoreksi keadaan tersebut dengan menerapkan metode ilmiah untuk menemukan sebuah "teknik paling baik" dalam menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan.<br />Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman tersebut adalah:<br />1. Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan.<br />2. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.<br />3. Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untu menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi.<br />4. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.<br />Pedoman ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika sebelumnya pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut.<br />Manajemen ilmiah kemudian dikembangkan lebih jauh oleh pasangan suami-istri Frank dan Lillian Gilbreth. Keduanya tertarik dengan ide Taylor setelah mendengarkan ceramahnya pada sebuah pertemuan profesional.<br />Keluarga Gilbreth berhasil menciptakan yang dapat mencatat setiap gerakan yang dilakukan oleh pekerja dan lamanya waktu yang dihabiskan untuk melakukan setiap gerakan tersebut. Gerakan yang sia-sia yang luput dari pengamatan mata telanjang dapat diidentifikasi dengan alat ini, untuk kemudian dihilangkan. Keluarga Gilbreth juga menyusun skema klasifikasi untuk memberi nama tujuh belas gerakan tangan dasar (seperti mencari, menggenggam, memegang) yang mereka sebut Therbligs (dari nama keluarga mereka, Gilbreth, yang dieja terbalik dengan huruf th tetap). Skema tersebut memungkinkan keluarga Gilbreth menganalisis cara yang lebih tepat dari unsur-unsur setiap gerakan tangan pekerja.<br />Skema itu mereka dapatkan dari pengamatan mereka terhadap cara penyusunan batu bata. Sebelumnya, Frank yang bekerja sebagai kontraktor bangunan menemukan bahwa seorang pekerja melakukan 18 gerakan untuk memasang batu bata untuk eksterior dan 18 gerakan juga untuk interior. Melalui penelitian, ia menghilangkan gerakan-gerakan yang tidak perlu sehingga gerakan yang diperlukan untuk memasang batu bata eksterior berkurang dari 18 gerakan menjadi 5 gerakan. Sementara untuk batu bata interior, ia mengurangi secara drastis dari 18 gerakan hingga menjadi 2 gerakan saja. Dengan menggunakan teknik-teknik Gilbreth, tukang baku dapat lebih produktif dan berkurang kelelahannya di penghujung hari.<br />Beberapa orang, bagaimanapun, menemukan kalau definisi ini, walaupun berguna, terlalu sempit. Frase "manajemen adalah apa yang manajer lakukan" terjadi dalam banyak tempat, mensugestikan tingkat kesulitan mendefinisikan manajemen, sifat yang berubah-ubah dari definisi tersebut, dan hubungan dari praktek manajerial dengan eksistensi kader manajerial atau kelas<br />Pengguna bahasa Inggris biasa menggunakan istilah "management" atau "the managment" sebagai kata kolektif mendeskripsikan organisasi, sebagai contoh ialah korporasi. Bidang pelajaran manajemen berkembang dari kondisi ekonomi di abad ke-19. Pelaku Ekonomi klasik seperti Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori alokasi sumber daya, produksi dan penetapan harga. Pada saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti standarisasi, prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya, penukaran bahan, dan perencanaan kerja.<br />Pada pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan lain-lain memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan, motivasi, struktur organisasi dan kontrol pengembangan pekerja.<br />Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi marginal Alfred Marshall dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori manajemen. Pada 1900an manajer mencoba mengganti teori mereka secara keseleruhan berdasarkan sains. Seperti Henry Fayol dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.<br />William Stewart, (Carter-Scott, 1994) seorang alumnus the Naval Academy yang merupakan veteran perang Vietnam ikut berpendapat tentang manajemen dengan mengatakan, “Ada perbedaan keahlian yang dituntut di dunia militer. Ketika keadaan damai, misalnya, anda akan sukses jika anda tahu bagaimana menerapkan manajemen. Namun ketika perang, anda hanya akan sukses jika anda mampu memimpin. <br />Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.<br />H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik statistika ke dalam manajemen. Pada tahun 1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori statistika dengan teori mikroekonomi dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi.<br />Keahlian manajemen anda yang efektif, tidak terlalu bisa anda terapkan dalam perang. Yang diperlukan adalah kemampuan memimpin.” Sekarang ini Steward sudah menjadi pengacara yang sukses di Amerika Serikat. Ketika anda belajar manajemen, anda selalu teringat oleh Henry Fayol. Ia, di tahun 1916 memperkenalkan konsep manajemen yang berupa merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan, dan mengawasi. Ketika ada orang bertanya kepadanya, apa tugas dari seorang dirut? POSDCORB jawabnya. Itu adalah kepanjangan dari planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting. Ia mengemukakan istilah itu di tahun 1930. Akronim manajemen itu ringkas dan mudah diingat. <br /><br />BAB III<br />ANALISA<br />MANAJEMEN<br />A. Fungsi manajemen<br />Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.<br />Perencanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.<br />Fungsi kedua adalah pengorganisasian atau organizing. Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.<br />Pengarahan atau directing adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).<br />Pengevaluasian atau evaluating dalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar.<br /><br />B. Tingkatan manajer<br />Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada di puncak). manejemen lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau bahkan mandor (foreman). Satu tingkat di atasnya adalah middle management atau manajemen tingkat menengah. <br /><br />Manajer menengah mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau manajer divisi. Di bagian puncak pimpinan organisasi terdapat manajemen puncak yang sering disebut dengan executive officer atau top management. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (chief executive officer) dan CFO (chief financial officer)<br />Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan pekerjaan.<br /><br />C. Peran Manajer<br />Seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok, yaitu peran antarpribadi, peran informasional, dan peran pengambilan keputusan. Peran antarpribadi adalah peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain, yang bersifat seremonial dan simbolis. Tiga peran antarpribadi itu meliputi peran sebagai figur untuk anak buah, pemimpin, dan penghubung. Peran informasional meliputi peran manajer sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. Peran ketiga yaitu peran pengambil keputusan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding. Mintzberg kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh manajer adalah berinteraksi dengan orang lain.<br /><br />D. Keterampilan Manajer<br />Mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Keterampilan pertama adalah keterampilan konseptual (conceptional skill). Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning. <br />Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja. Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan (humanity skill). Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. <br />Keterampilan berkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. Keterampilan ketiga adalah keterampilan teknis yang pada umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain.<br />Selain tiga keterampilan dasar di atas, dalam bukunya Business 8th Edition menambahkan dua keterampilan dasar yang perlu dimiliki manajer, yaitu keterampilan manajemen waktu dan keterampilan membuat keputusan.<br />Kemampuan manajemen waktu merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew Frankfort dari. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2 minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit. Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga, dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas perusahaan.<br />Keterapilan kedua, yaitu keterampilan membuat keputusan, adalah kemampuan untuk mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya. Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer, terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua, manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang benar. <br /><br />E. Sarana Manajemen<br />Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.<br />Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan<br />Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.<br />Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.<br />Machine atau digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.<br />Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.<br />Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan dalam arti menyebarkan merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.<br /><br />F. Prinsip Manajemen<br />Prinsip dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang merupakan sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Dalam hubungannya dengan manajemen, prinsip-prinsip bersifat fleksibel dalam arti bahwa perlu di pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-sitauasi yang berubah. Prinsip manajemen ini disusun oleh Henry Fayol, seorang industrialis Perancis.<br />Prinsip-prinsip umum manajemen (general principle of management) teridiri dari:<br />1. Pembagian kerja (Division of work)<br />Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan harus menggunakan prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike.<br />Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu, seorang manajer yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.<br />2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)<br />Setiap dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Setiap pekerjaan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.<br />Tanggung jawab terbesar terletak pada manajer puncak. Kegagalan suatu usaha bukan terletak pada karyawan, tetapi terletak pada puncak pimpinannya karena yang mempunyai wewemang terbesar adalah manajer puncak. oleh karena itu, apabila manajer puncak tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada padanya merupakan bumerang.<br />3. Disiplin (Discipline)<br />Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena ini, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap disrinya sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan weweanng yang ada padanya.<br />4. Kesatuan perintah (Unity of command)<br />Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesui dengan wewenang yang diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada serorang karyawan akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.<br />5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)<br />Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja bisa saja terjadi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat wewenang untuk pmelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak dapat terlepas dari pembaguan kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah.<br />6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri<br />Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi. Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan berjalan dengan loancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik<br />Setian karyawan dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada berhasil-tidaknya kepentingan organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan pribadi kepada kepentingan orgabisasi dapat terwujud, apanila setiap karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang tinggi.<br />7. Penggajian pegawai<br />Gaji atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja. Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam prinsip penggajian haris dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat bekerja dengan tenang. Sistem penggajian harus diperhitungkan agar menimbuulkan kedisiplinan dan kegairahan kerja sehingga karyawan berkompetisi untuk membuat prestasi yang lebih besar. Prinsip more pay for more prestige (upaya lebih untuk prestasi lebih), dan prinsip upah sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila ada perbedaan akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan menimbulkan tindakan tidak disiplin.<br />8. Pemusatan (Centralization)<br />Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak ada orang yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak. Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang, melainkan untuk menghindari kesimpangsiurang wewenang dan tanggung jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan wewenang (delegation of authority)<br />9. Hirarki (tingkatan)<br />Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada manajer puncak dan seterusnya berurutan ke bawah. dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.<br />10. Ketertiban (Order)<br />Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan atau. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, ketertiban dan disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan.<br />11. Keadilan dan kejujuran<br />dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan karyawan dan tidak dapat dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena atasan memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan kejujuran pada bawahannya.<br />12. Stabilitas kondisi karyawan<br />Dalam setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan dengan lancar. Kestabilan karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan.<br />sebagai makhluk sosial yang memiliki keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila keinginannya tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan menimbulkan goncangan dalam bekerja.<br />13. Prakarsa (Inisiative)<br />Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-beiknya. Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, setiap prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif) mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu, seorang manajer yang bijak akan menerima dengan senang hari prakarsa-prakarsa yang dilahirkan karyawannya.<br />14. Semangat kesatuan, semangat korps<br />Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggyungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik. semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan membawa bencana.<br />G. Kajian Hawthorne<br />Kajian Hawthrone adalah serangkaian kajian yang dilakukan pada tahun 1920-an hingga 1930-an. Kajian ini awalnya bertujuan mempelajari pengaruh berbagai macam tingkat penerangan lampu terhadap produktivitas kerja. Kajian dilakukan di Western Electric Company Works di Cicero, Illenois.<br />Uji coba dilaksanakan dengan membagi karyawan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen dikenai berbagai macam intensitas penerangan sementara kelompok kontrol bekerja di bawah intensitas penerangan yang tetap. Para peneliti mengharapkan adanya perbedaan jika intensitas cahaya diubah. Namun, mereka mendapatkan hasil yang mengejutkan: baik tingkat cahaya itu dinaikan maupun diturunkan, output pekerja meningkat daripada biasanya. Para peneliti tidak dapat menjelaskan apa yang mereka saksikan, mereka hanya dapat menyimpulkan bahwa intensitas penerangan tidak berhubungan langsung dengan produktivitas kelompok dan "sesuatu yang lain pasti" telah menyebabkan hasil itu.<br />Pada tahun 1927 dari beserta rekan-rekannya diundang untuk bergabung dalam kajian ini. Mereka kemudian melanjutkan penelitian tentang produktivitas kerja dengan cara-cara yang lain, misalnya dengan mendesain ulang jabatan, mengubah lamanya jam kerja dan hari kerja alam seminggu, memperkenalkan periode istirahat, dan menyusun rancangan upah individu dan rancangan upah kelompok. Penelitian ini mengindikasikan bahwa ternyata insentif-insentif di atas lebih sedikit pengaruhnya terhadap output pekerja dibandingkan dengan tekanan kelompok, penerimaan kelompok, serta rasa aman yang menyertainya. Peneliti menyimpulkan bahwa norma-norma sosial atau standar kelompok merupakan penentu utama perilaku kerja individu.<br />Kalangan akademisi umumnya sepakat bahwa Kajian Hawthrone ini memberi dampak dramatis terhadap arah keyakinan manajemen terhadap peran perlikau manusia dalam organisasi. Mayo menyimpulkan bahwa:<br />• perilaku dan sentimen memiliki kaitan yang sangat erat<br />• pengaruh kelompok sangat besar dampaknya pada perilaku individu<br />• standar kelompok menentukan hasil kerja masing-masing karyawan<br />• uang tidak begitu menjadi faktor penentu output bila dibandingkan dengan standar kelompok, sentimen kelompok, dan rasa aman.<br />Kesimpulan-kesimpulan itu berakibat pada penekanan baru terhadap faktor perilaku manusia sebagai penentu berfungsi atau tidaknya organisasi, dan pencapaian sasaran organisasi tersebut.<br /><br />H. Prinsip Dasar Manajemen<br />Berdasarkan studi literatur yang saya lakukan terhadap sejumlah buku, artikel, makalah, dan sumber-sumber literatur lainnya, maka manajemen kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti kaidah-kaidah berikut ini.<br />Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan pada organisasi pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semuanya harus terukur secara kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target atau belum. Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja, biasanya tidak bisa diharapkan mampu mencapai kinerja yang memuaskan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).<br />Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead). Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata, melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan di masa yang akan datang (continuous improvements).<br />Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu (1) perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja, lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, lalu (2) pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan terakhir (3) evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba kuantitatif.<br />Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.<br />Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang menggunakannya di berbagai organisasi.<br />Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut. <br />Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.<br />Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan. <br /><br />BAB IV<br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br /><br />A. KESIMPULAN<br /><br />Kemampuan manajemen waktu merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan waktu yang dimilikinya secara bijaksana<br />Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan. <br />Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.<br />Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut. <br />Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.<br /><br />B. SARAN<br /><br />Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi<br /><br />Ingatlah pilar-pilar tinggi dalam manajemen unggul Perlunya perencanaan yang seksama, pertimbangan dan pengambilan keputusan yang sehat, implementasi dan pemantauan keputusan dan pengoperasian yang hati-hati dan kreatif, serta kepedulian terhadap karyawan dan hasilnya, yang didasarkan pada ketrampilan manajemen serta gaya manajemen kelas satu. Ketrampilan ini mencakup perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staff, pembuatan keputusan, penganggaran, inovasi, komunikasi, representasi, pengendalian, pengarahan dan pemberian motivasi, hubungan personal<br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br />- Dosen <br />• Pada saat menjelaskan materi kurang jelas<br />• Tulisan bapak kurang jelas dan susah di baca<br />- Fakultas (tidak ada kritik)<br />- Universitas PGRI Palembang<br />o Untuk BAK jangan mempersulit mahasiswa dalam setiap urusan<br />o Selalu menganggap mahasiswa remeh<br /><br /><br />B. Saran <br />- Dosen<br />• Penjelasan materi diharapkan sejelas mungkin supaya mahasiswa mengerti<br />• Tulisan bapak pada saat menuliskan materi tolong sejelas mungki agar terbaca oleh mahasiswa <br />- Fakultas <br />- Universitas PGRI Palembang<br />- Untuk BAK bekerjalah secara sungguh-sungguh dan profesinal<br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen Modul Latihan? PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br /><br />Ardian Syam, Konsep Manajemen, Author, Http://www.pembelejar.com.<br /><br />Her Suharyanto, Bergabung dengan organisasi profesi, Cetakan Tahun 2002.KUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-82370817548731305032010-07-26T07:24:00.002-07:002010-07-26T07:29:44.203-07:00MANAJEMEN KEPEMIMPINANBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. LATAR BELAKANG<br /> <br />Salah satu tantangan berat yang dihadapi oleh berbagai pemimpin kini adalah arus masalah yang datang terus menerus. Dunia memang memiliki banyak pasokan masalah yang dapat memasuki pelayanan Anda sebagai pemimpin. Entah Anda melayani di dunia politik, bisnis atau non profit, masalah selalu ada. Entah Anda melakukan pelayanan sebagai pemimpin team kecil, pemimpin organisasi atau pemimpin di masyarakat, masalah tetap tidak absen dari hidup Anda. <br />Jadi, kita tidak dapat menghindar daripadanya. Bahkan waktu munculnya maslaah tidak dapat dikendalikan dengan mudah. Dalam bekerja, setiap saat masalah dapat menantang kita untuk mengambil keputusan. Keputusan yang tepat membuat masalah tadi terpecahkan dan kita mencapai apa yang diidam-idamkan. Sebaliknya keputusan yang keliru akan memperparah masalah tadi, bahkan menimbulkan tambahan masalah, sehingga kerja mungkin tidak lagi terasa indah. <br />Apakah definisi masalah itu? Banyak definisi telah diajukan tentang hal ini. Umumnya definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan tentang kandungan isi dan faktor-faktor suatu masalah. Suatu masalah hadir karena <br />1. Adanya gap atau kesenjangan antara kenyataan, titik berangkat, dengan tujuan yang ingin diraih atau standar yang ingin dicapai. <br />2. Adanya halangan dan kesulitan untuk menjembatani kesenjangan itu. <br />3. Adanya kemungkinan penyelesaian masalah bila perumusannya benar. <br /> Sebenarnya, proses pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternative<br />pemecahan masalah untuk mendapatkan penyelesaian yang terbaik. Bila dilakukan secara nalar, memang proses ini lebih panjang dan makan waktu, namun kemungkinan kesalahannya dapat diperkecil. <br />Bayangkan ada sebuah perjalanan yang harus dilakukan oleh sekitar 3.000.000 orang yang baru dibebaskan dari perbudakan di Mesir menuju ke Kanaan. Anda harus memimpin mereka, melalui beberapa seri pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah di tahun 1500 SM. Anda dapat mengorganisir mereka, atau dapat pula mencari koalisi dengan bangsa lain yang lebih besar. Anda dapat mempercepat langkah mereka, atau mengajak mereka beristirahat. Sementara itu, Anda perlu menentukan bagaimana memenuhi kebutuhan makanan, keamanan, dan kesehataan orang banyak tadi. <br /> <br />Sejarah mencatat fakta seperti ini: <br /> <br /> <br /> Apa yang terjadi? Seringkali, dalam menghadapi berbagai masalah tersebut, seorang pemimpin atau orang-orang di sekitarnya terlalu cepat menyimpulkan dan mengambil pilihan tindakan. Berulang-ulang sejarah mencatat kesalahan serupa ini dan akibatnya yang fatal. Menyerahnya angkatan laut Itali kepada kekuatan sekutu yang jauh lebih kecil dari mereka adalah suatu contoh kesalahan fatal tersebut. Contoh lain ialah bagaimana pabrik-pabrik sepeda motor di Eropa memutuskan untuk mengabaikan produk sepeda motor Jepang di tahun 1970an, akibatnya perusahaan Jepang leluasa menguasai dunia. <br /><br />B. MASALAH<br />• Bagai mana menjadi pemimpin menangani masalah<br />• Apakah bekal yang diperlukan oleh seorang pemimpin dalam menangani setiap permasalahan<br />• Seorang pemimpin bertugas merumuskan visi komunitasnya, kemudian<br />menciptakan kondisi yang membuat komunitas atau organisasinya bergerak menuju visi tadi. Sementara ia dan pengikutnya bergerak, mereka mengalami perubahan atau transformasi. <br />C. TUJUAN <br />Apakah yang seorang pemimpin Perlu pelajari tentang dalam pengambilan kepuusan dalam memimpin diri sendiri dan orang lain<br /><br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini membahas tentang<br />• Bagai mana menjadi pemimpin <br />• Apakah bekal yang diperlukan oleh seorang pemimpin agar ia dimungkinkan<br /> melaksanakan tugasnya dengan baik? <br />• Seorang pemimpin bertugas merumuskan visi komunitasnya<br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br />Bicara masalah kepemimpinan, pada umumnya orang secara serta-merta berpikir tentang seseorang yang menjadi terdepan, di muka, memiliki kedudukan tinggi, mendapat nilai terbaik, mendapat dukungan suara terbanyak, menduduki rangking pertama dalam perasingan dan anggapan yang sejenis dengan hal-hal di atas. Dalam perkembangan pemikiran saat ini, kepemimpinan dipahami dengan cara yang sangat berbeda. Ada beberapa perspektif yang berkaitan dengan pemahaman tentang kepemimpinan. <br />Pertama, berkaitan dengan orang-orang. Sebenarnya kepemimpinan tidak hanya berkaitan dengan mengatur kegiatan menjadi tepat waktu, hasil dari sebuah kegiatan maksimal, tapi gersang akan ketelibatan dan kepedulian masyarakat setempat. Yang mendasar dari sebuah kepemimpinan adalah seni untuk merapatkan barisan dan menjadikan setiap komponen produktif dengan menumbuhkan motivasi setiap individu yang bergabung dan terlibat dalam kegiatan. Memiliki semangat untuk menjalankan aktivitas, menemukan kebahagian di dalamnya sekaligus menyumbang untuk keseluruhan, membantu orang-orang untuk bertanggung jawab dengan pekerjaanya, serta menemukan makna dari sebuah kegiatan.<br />Kedua, berkaitan dengan motivasi internal. Kepemimpinan tidak ditentukan oleh perintah atau kontrol dari luar diri kita, melainkan ditentukan oleh motivasi dari dalam diri yang sungguh-sunguh memberikan dorongan dan kekuatan yang besar. Ketika motivasi yang lebih internal dan mendalam itu memimpin setiap diri anggota BKM saat menjalankan amanah, dengan sendirinya kepuasan dan produktivitas akan tumbuh sebagaimana daun dan bunga, yang selanjutnya menjadi buah pada tanaman dan bertumbuh mengikuti daya hidup yang menjalar dari kedalaman akar. <br />Ketiga, berkaitan dengan meraih kesempurnaan dan menerima kekurangan. Di antara kita tidak satupun yang sempurna. Kita semua memiliki keinginan untuk meraih keberhasilan, mencapai mewujudkan visi kita, namun lebih sering kita mengalami kegagalan. Itulah yang secara riil dialami banyak orang. Oleh karena itu, BKM sebagai lembaga yang punya kepemimpinan kolektif harus berani membuka semua kegagalan dan permasalahan dalam merealisasikan kegiatan dalam rapat-rapat reguler BKM. Hanya dengan keberanian menerima kegagalan untuk bangkit dan memulai lagi ketika keberhasilan belum tercapai, sebuah keberhasilan program dalam merealisasikan visi akan diraih. <br />Keempat, berkaitan dengan kepercayaan diri. Agar secara sadar dapat memilih untuk berubah, dibutuhkan keyakinan bahwa segala sesuatu dapat berubah ke arah yang lebih baik. Kita memang berada dalam waktu yang tidak menjamin kepastian. Banyak orang yang merasa takut untuk memegang amanah, mengekspresikan diri dan mengemukakan pandangan-pandangan diri. Untuk dapat yakin pada diri sendiri membutuhkan kerja keras untuk membangun keyakinan diri. Tanpa keyakinan diri, kita tidak akan mampu mengambil pilihan, melakukan hal yang berbeda dengan orang lain, malah lebih memilih menunggu perintah. Hanya BKM yang percaya diri dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.<br />Kelima, berkaitan dengan menciptakan harapan. Yang disebut pemimpin adalah mereka yang dapat mengawal perubahan dari diri orang lain, bahkan pada saat-saat tersulit. Pemimpin seperti ini akan mampu menemukan cara untuk menumbuhkan harapan, memberikan inspirasi, menunjukkan perhatian dan kepedulian, serta membantu menemukan kembali dasar rasa kepercayaan diri dari masyarakat yang mulai hilang.<br />Selain kelima hal di atas, tak kalah penting adalah visi sebagai dasar kepemimpinan kolektif BKM. Karena, tanpa visi yang disepakati dan menginternalisasi dalam setiap individu yang bergabung dalam BKM, mustahil keberhasilan program akan tercapai, sebab mereka belum sepakat tentang masa depan yang diinginkan. Apalagi jika tema sentral visi BKM jelas tentang penanggulangan kemiskinan. <br />Bertitik tolak dari pemikiran membangun kebiasaan yang produktif secara terus menerus untuk meningkatkan penguasaan ilmu, keterampilan dan niat sebagai alat untuk membangun wawasan dan imajinasi sehingga ia mampu menggerakkan kekuatan berpikir untuk mewujudkan “kekuatan kepemimpinan” dalam bentuk menggelorakan jiwa besar kepemimpinan kedalam : Apa yang anda pikirkan ; Apa arti keberadaan anda : Apa arti kekuatan satu pemikiran dalam kebersamaan visi anda ; Apa arti menempa watak keteladanan anda ; Apa arti mental yang sehat dalam kepribadian anda.<br />Dengan kebiasaan yang produktif, akan mampu mendorong untuk menggelorakan jiwa besar kepemimpinan anda dalam menghadapi tantangan yang bersifat kompleksitas, ketidakpastian, globalisasi disatu sisi lain dan disisi lain mampu melaksanakan paradigma baru yang bersifat profesionalisme, kreatif dan inofatif, antisipatif melalui peningkatan kemampuan untuk membangun prinsip-prinsip kepemimpinan yang harus konsisten dipertahankan yaitu <br />1) Kolaborasi ; <br />2) Komitmen ; <br />3) Komunikasi ; <br />4) Kreativitas individu ; <br />5) Kreativitas dalam kelompok ; <br />6) Inovasi organisasi ; <br />7) Analisa masa depan Merespon kedalam antisipatif ; <br />9) Proses keputusan.<br />Jadi dengan penguasaan prinsip-prinsip kepemimpinan yang kita sebutkan diatas, diharapkan dapat menjadi dorongan kesiapan diri kedalam kebesaran jiwa kepemmpinan, anda akan menjawab bagaimana sebaiknya anda berperan dalam mewujudkan kekuatan pikiran anda mempengaruhi orang-orang yang ada disekelilingmu dengan membuat satu pertanyaan yang tidak mudah dijawab yaitu : Apakah saya berperan untuk mengembangkan calon Pemimpin ? ; Mengapa anda harus melahirkan pemimpin ? ; Dimana keberadaan potensi itu ada menurut pemimpin ? ; Kapan calon mengetahui bahwa ia dipersiapkan oleh pemimpin ? ; Bagaimana melaksanakan peran tersebut oleh pemimpin ?<br /><br />BAB III<br />ANALISA<br />KEPEMIMPINAN<br />Usaha menggelorakan jiwa besar kepemimpinan ditandai oleh satu suasana dimana setiap orang mndapatkan akses informasi terbuka untuk setiap calon memiliki peluang terbuka dimana disatu sisi kita menghargai adanya kemenangan dari kemampuan tapi juga dari sisi kmampuannya dalam membangun kemenangan karena kerjasama. Oleh karena itu, kita menyadari sepenuhnya arti “tidak ada keberhasilan tanpa pengganti”<br />Buanglah jauh-jauh pikiran dari penglaman yang menggambarkan bahwa sebagian besar orang sukses tidak ingin orang lain tahu cara mereka menjadi sukses, maka dengan membangun kebesaran jiwa kepemimpinan bahwa dari pengalaman anda orang tahu karena begitulah cara anda bisa belajar begitu banyak, oleh karena itu apa gunanya mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik tetapi menyimpannya untuk diri anda sendiri.<br />Akhirnya kita hendak mengatakan bahwa “sukses di masa depan akan ada bila kebesaran jiwa kepemimpinan bisa diaktualisasikan dalam sikap dan perilaku untuk memahami denga menggerakkan kekuatan pikiran untuk menggerakkan kemampuan orang-orang yang berada disekeliling anda. Oleh karena itu, ingatlah selalu ungkapan seperti “sukses terjadi bila kesempatan dan persiapan bertele-tele<br />A. Cara Mengambil Keputusan<br />Untuk dapat menghindarkan diri dari pengambilan keputusan yang terburu-buru dan subjektif beberapa hal perlu disadari sebagai landasan dasar pendekatan. Pertama ialah Anda harus mampu membedakan dengan tajam, antara fakta dan tafsiran atau pendapat mengenai fakta tadi. <br />1. Fakta Sebagai Titik Berangkat <br />Perumusan masalah dimulai dengan mengkaji fakta-fakta yang ada. Seringkali hal yang kedengarannya sederhana ini menjadi sumber kegagalan pengambilan keputusan yang benar. Masalah yang sering muncul dalam pengkajian fakta adalah pemimpin dan orang yang ada di sekitarnya sering membaurkan fakta dengan tafsiran tentang fakta tersebut. Kesulitan untuk mendapatkan fakta yang benar-benar terjadi untuk membedakannya dengan tafsiran disebabkan oleh: <br /> Karena corak budaya tertentu dimiliki oleh para pengambil keputusan sehingga menimbulkan prasangka bersama. Jadi hanya ada satu sudut pandang yang sang pengambil keputusan yakini benar, atau suatu nilai yang dianggap sahih untuk semua situasi. Misalnya, seorang yang datang dari suku bangsa yang menekankan individualisme akan mengambil keputusan yang diwarnai nilai ini <br /> Sudut pandang terhadap fakta terjadi karena posisi atau peran yang dimainkan oleh orang tersebut. Posisi dalam organisasi, atau kedudukan di masyarakat maupun posisi geografis akan sangat menentukan sudut pandang seseorang. Seorang yang mengambil keputusan sebagai kepala sekolah akan menggunakan pertimbangan yang berbeda dibandingkan bila ia mengambil keputusan sebagai pengurus sekolah tadi. <br /> Tingkat kemampuan/skill pengamatan yang dimiliki. Kualitas skill ini yang dimiliki seorang pemimpin akan tergantung pada sikap, kejelian, serta hasil latihan yang ia miliki. Seorang penjahit yang berjalan bersama seorang arsitek di Jakarta akan memperhatikan hal-hal yang terkait hanya dengan pekerjaan mereka. <br /> <br />2. Pertanyaan sebagai alat<br />Alat yang menjadi prasyarat proses pengambilan keputusan adalah kemampuan dan keberanian untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat. "Kemampuan mengajukan pertanyaan yang tepat merupakan titik berangkat dan 50 persen keberhasilan penyelesaian tugas manajerial yang benar, "kata Peter Drucker. Kekuatan manajemen Jepang adalah pada hal ini." Kenapa? Pertanyaan yang benar dan berbeda-beda dapat menolong orang untuk tiba pada kejelasan masalah. <br /> <br />Hal ketiga yang perlu dicatat ialah bahwa kemampuan menstrukturkan fakta dengan efisien yang dimiliki seorang pemimpin berkaitan dengan "muatan" pada memorinya. Karena itu, kemampuan ini akan terkait dengan kualitas pembelajaran dirinya. Sejumlah fakta yang tidak terstruktur dan tidak saling terkait dapat membuat seorang pemimpin tenggelam dalam upaya analisis dan penentuan masalahnya. <br /> <br />3. Parameter masalah perlu dipahami. <br />Seorang pemimpin juga kerap tidak bisa membedakan fakta yang terkait langsung dengan urusan kita dengan fakta yang tidak terkait dengannya. Fakta yang terkait dan tidak terkait tentunya ditentukan oleh pembatasan kita tentang lingkup urusan tadi. Seorang yang mudah menganggap masalahnya sangat terbatas akan jatuh ke dalam myopia atau pandangan pendek dan terbatas, sehingga mengabaikan faktor-faktor yang tidak langsung berperan bagi organisasi atau komunitas yang ia layani. Contoh yang jelas adalah bagaimana para produsen botol hancur dalam waktu pendek ketika kemasan botol plastik muncul dipasaran dan mereka mengabaikannya. Sebaliknya bila ia menganggap semua masalahnya sangat kompleks dan luas, akan jatuh kedalam percakapan dan analisis yang berkepanjangan tanpa tindakan yang tepat. Kegagalan negara Indonesia menghadapi krisis dollar di tahun 1998 ketika Thailand sudah hancur terlebih dahulu merupakan contoh hal tadi. <br />Jadi bagaimana? Secara umum ada tujuh langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam menghadapi masalah: <br />1. Tanyakan pada diri sendiri, apakah masalah ini berada dalam wewenang Anda untuk menyelesaikannya. Bila benar, maka mulailah memasuki proses pengambilan keputusan lebih jauh. Sebaliknya bila masalah tadi tidak berada di bawah wewenang Anda, sampaikanlah adanya masalah pada yang berwenang. Dalam tahap ini tentukan juga siapa saja yang seharsunya perlu dikonsultasikan?<br />2. Kumpulkan fakta dan pisahkan dari interpretasi atau pendapat. Sejumlah pertanyaan perlu diajukan. <br />3. Identifikasikan masalah utama atau masalah sebenarnya dari masalah-masalah ikutan atau turunan. Ajukan pertanyaan seperti ini berkali-kali “Mengapa begitu?” <br />4. Analisis dan bila perlu cari tambahan fakta. Misalnya tentukan jenis apakah masalah ini. (kompleks atau sederhana, rutin atau tidak terencana) <br /><br />a. <br />Urgent <br />bisa ditunda <br />penanganannya karena merupakan masalah kronis <br /> <br /> <br /> <br />Masalah potensial <br /> <br />Masalah berstruktur <br />tunggal <br /> <br />Penyelesaian tunggal <br /> <br />Masalah berstruktur ganda <br /> <br />Penyelesaian ganda <br /> <br />Masalah tidak kentara <br />strukturnya <br /> <br />Penyelesaian…? <br /><br />5. tukan berbagai pilihan-pilihan untuk melakukan penggarapan masalah ini. Ingatkan diri bahwa cara yang selalu digunakan sejauh ini tidak selalu merupakan cara terbaik di dalam menangani masalah pada hari ini. <br />6. Tentukan pilihan-pilihan penyelesaiannya. Ingatkan diri dan pengambil keputusan yang lain mengenai sistem nilai dan rambu-rambu kebijakan di dalam organisasi atau komunitas dimana Anda berada. Jadikan rambu-rambu tadi sebagai acuan pilihan yang diambil <br />7. Tentukan rencana pelaksanaan, team pelaksananya, batasan waktu, kebijakan dasar, dana, dan batas wewenang dalam pelaksanaan. <br />8. Rincian secara jelas tentang beberapa dari langkah di atas akan dipapaprkan selanjutnya <br /> <br /><br />B. Fokus pada Perumusan Masalah <br />Dalam banyak kasus, suatu masalah dirumuskan secara salah, karena tekanan-tekanan waktu, budaya organisasi tertentu. Perumusan masalah juga terkait dengan sudut pandang. Karenanya beberapa proses harus dipastikan hadir. Apakah ciri suatu perumusan masalah yang baik? Sebuah perumusan yang baik mengidentifikasikan semua elemen-elemen yang relevan, elemen apa yang absen, dan elemen apa yang perlu ditambahkan.<br /> <br />1. lternatif Penanganan/Pengambilan Keputusan <br /> Sebelum memasuki babak ini marilah kita tengok soal taxonomy dari masalah. Suatu tindakan yang penting dalam penanganan masalah ialah mendapatkan kejelasan dari struktur masalahnya. Menurut Neimark, seorang ahli dalam pola pikir, dalam menghadapi masalah lebih baik terlebih dulu kita meneliti dan menangkap struktur masalahnya daripada isi masalah. Struktur ini dapat dikenali dengan kita mengenali di dalam kelas mana masalah ini termasuk. <br />Sayang sekali taxonomy dari masalah diusulkan berbeda-beda oleh berbagai ahli. Menurut Neimark, problem yang paling sederhana ialah problem yang elemen-elemennya kentara. Umumnya persoalan-persoalan seperti ini memiliki solusi/penyelesaian tunggal, walaupun ada solusi lain yang mungkin diajukan. Penyelesaian dimulai dengan restrukturisasi elemen ini sehingga semakin kentara kaitannya. <br />Untuk jenis problem yang lain mungkin informasi yang tersedia mengenai elemen-elemen problem ini tidak cukup lengkap, sehingga informasi tambahan dibutuhkan untuk merumuskan masalah ini lebih jelas. Problem-problem ini disebut sebagai problem diagnostik. Biasanya problem serupa ini memiliki berbagai kemungkinan solusi. kata kunci untuk menyelesaikannya ialah strategi optimalisasi informasi, yaitu melengkapi informasi secara efektif dan efisien. <br />Jenis ketiga ialah masalah yang tidak terstruktur dengan kemungkinan adanya berbagai tujuan dan solusi. Kata kunci pada penyelesaiannya ialah pengenalan akan berbagai alternatif perumusan masalah, tujuan dan penyelesaiannya. <br /> <br /> <br />2. Perencanaan Solusi <br />Dalam proses perencanaan solusi beberapa faktor perlu dipertanyakan: Alternatif solusi yang bisa dikenali. Suatu solusi dapat hadir sebagai solusi tunggal, namun bisa juga muncul dalam rangkaian bersama solusi yang lain (multiple solution). Karena itu pengenalan pada alternatif-alternatif solusi merupakan hal yang penting. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan teknik brainstorming group, atau Delphi method. Pada awal proses ini hendaklah dijaga agar tidak ada suara/pendapat yang diredam atau dikuburkan.<br />Kriteria yang akan dipergunakan untuk memakai alternatif-alternatif tersebut. Alternatif-alternatif yang dikenali dapat disaring lebih lanjut berdasarkan kriteria yang disepakati bersama. Untuk memiliki kesepakatan ini, tentunya diperlukan suatu proses tersendiri. Contoh suatu kriteria ialah, kami akan meneliti alternatif mana yang memberikan hasil yang terbanyak dengan cara yang murah serta jujur. <br /> Juga kenali aspirasi atau keinginan dari mereka yang: <br />a. • memutuskan <br />b. • mempengaruhi keputusan <br />c. • menjadi inisiator untuk memproses masalah tersebut <br />d. • mereka yang mempergunakan hasil keputusan tadi <br /> <br />Selain pengenalan pada kriteria, alternatif-alternatif yang ada perlu dikaji dengan mempertanyakan, "Apakah orang-orang bersedia menerimanya?" Pertanyaan ini penting karena suatu keputusan yang baik pun akan terbuang percuma apabila tidak ada orang yang bersedia menerima serta mematuhinya. <br /> <br />Kenali juga dua jenis resiko yang mungkin dihadapi: <br />resiko yang perlu diambil dan tak perlu diambil <br />resiko yang dapat diperhitungkan dan sulit diperhitungkan <br /> <br />Semua keputusan mengambil resiko tertentu ada resiko yang sangat tinggi, namun ada pula resiko yang bisa diperhitungkan. <br /><br /><br />C. Resiko <br />Bagaimana melihat suatu resiko akan berkaitan dengan sasaran dan hasil yang hendak dicapai. Dalam hal ini terdapat 9 macam kemungkinan kombinasi antara hasil dan resiko, seperti: <br />1. penyelam mutiara <br />2. body guard profesional <br />3. pelatih profesional <br />4. petinju <br />5. dosen <br />6. guru <br />7. supir ojek <br />8. supir mikrolet <br />9. memancing <br /> <br /> 1. Pelaksanaan Pengambilan Keputusan <br />Pelaksanaan pengambilan keputusan sering menjadi masalah karena keputusan yang mesti ditanggapi oleh banyak orang malah ditangani oleh sedikit orang. Hal sebaliknya juga sering terjadi. Keputusan yang seharusnya dapat ditangani oleh 2 - 3 orang diserahkan kepada sebuah tim yang terdiri dari 40 orang atau lebih. Akibatnya timbul perdebatan yang tak henti-hentinya. <br />Jadi tentukan dulu cara pengambilan keputusan yang paling cocok dengan situasi dan masalah yang ada: <br /> Solo <br /> Tim<br /> Musyawarah<br /> Voting, dan lain-lain <br />2. Penilaian Ulang <br />Setelah keputusan dan pelaksanaan dilakukan, maka penilaian ulang perlu diadakan. Faktor-faktor penentu yang akan dinilai harus diputuskan sejak awal dan tidak setelah pelaksanaan berjalan. Dengan cara ini memang akan mudah terjadi debat yang hangat, namun akurasi akan lebih terjamin. <br /> <br />D. Sikap seorang pemimpin <br /> Sikap adalah pola-pola yang mendasari perilaku. Sikap seorang pemimpin dalam hal ini dipahami sebagai pola-pola yang harus dimiliki seorang pemimpin. Pola-pola seorang pemimpin teramati dari perilaku mereka dalam pelaksanaan peran kepimpinan. Namun pola-pola tadi berakar pada pemahaman dan pengendalian respons emosi mereka dalam tugas memimpin. Keduanya terkait dengan nilai, ambisi dan gambar diri seorang pemimpin. Contoh sikap yang baik ialah, seorang pemimpin yang menyadari bahwa melayani berarti ia bersedia mengurbankan diri dan meletakkan dirinya di balik ketenaran pengikutnya. <br />Dari mana datangnya pola-pola tadi? Pola-pola tadi merupakan gabungan dari dua pengaruh besar. Pertama, pengaruh yang merupakan bawaan (herediter), dan kedua adalah pengaruh dari proses belajar yang membekas dan tersimpan dalam ingatannya. Dengan demikian, lahirlah kebiasaan. Dalam hal ini ada dua hal penting yang dapat dipelajari dari kenyataan tadi. <br />Pertama, sebagian besar dari pola-pola merupakan hasil dari pengaruh proses belajar. Hal ini merupakan kabar baik bagi kita. Semua yang telah dipelajari berarti dapat diteliti atau dipelajari ulang dan dibuang bila tidak lagi berguna. Dalam bahasa bahasa Inggrisnya dikenal istilah learned and unlearned. <br />Contoh yang paling jelas adalah pola pemarah. Pada dasarnya kebiasaan menjadi pemarah disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya disebabkan karena faktor bawaan biologis yang membuat individu lebih mudah marah. Beberapa anak pemarah dinasehati, ditenangkan, dan diajak berpikir mengenai kemarahan mereka. Akhirnya, mereka menjadi orang yang mengenali mudahnya mereka marah dan kemudian belajar untuk mengendalikan kemarahannya atau menyalurkannya dengan cara yang wajar. Sebaliknya, ada anak-anak pemarah yang setiap kali mereka marah, menerima pukulan dari orang tuanya. Akibatnya, mereka jadi takut untuk marah terhadap atau di depan orang-orang yang mereka anggap lebih kuat. Anak-anak ini belajar untuk marah hanya kepada orang-orang yang lebih lemah dari mereka. Setelah dewasa dan menjadi pemimpin, seringkali mereka menjadi orang yang sadis, bahkan cenderung marah dengan kasar kepada orang-orang yang menjadi bawahan mereka. Di pihak lain, mereka dapat pula menyamarkan diri menjadi orang yang manis dan penurut di depan atasan. Mereka belajar bahwa cara ini lebih aman. Pola marah ini menjadi bagian dari diri mereka. Kecuali mereka dengan sengaja belajar mengenai pola asal mula, akan sulit mereka menjadi pemimpin yang sesungguhnya. <br />Kedua, seringkali suatu pola perilaku menjadi bagian dari diri seseorang tanpa disadarinya. Banyak orang tidak menyadari bahwa hal tersebut dapat diubah bila mereka dengan sengaja memperhatikan dan merancang perubahan dalam diri. Dalam hal ini, kaitan antara perilaku dan ingatan atau apa yang dipelajari dari masa lalu sangat berperan aktif. Dalam bahasa ilmu jiwa terjadi proses conditioning atau pembiasaan.<br />Ahli ilmu jiwa, Pavlov melakukan pembiasaan ini pada anjingnya. Setiap kali si anjing lapar, Pavlov memberinya makanan sambil membunyikan bel. Lama-kelamaan si anjing ini terbiasa mengaitkan bunyi bel dengan kehadiran makanan. Ia mempelajari hubungan antara bel dengan makanan. Pada suatu hari ketika bel tadi dibunyikan, si anjing bereaksi seakan makanan hadir, misalnya mengeluarkan air liur. <br />Bila anjing terus menerus mendengarkan bel, namun makanan tidak juga hadir pada suatu titik tertentu, ia dapat belajar lagi bahwa bel dan makanan tidak selalu terkait. Ia membuang asosiasi atau kaitan yang telah dipelajari-nya sebelumnya, kemudian hal itu dicerminkan di dalam perilakunya (unlearned). <br />Seorang manusia seringkali mempelajari begitu banyak hal dalam lima tahun pertama dalam hidupnya sehingga ia tidak lagi menyadari kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa ia mempelajari hal tadi. Dalam arti tertentu, apa yang dipelajari dapat memberikan faedah bagi dirinya, namun sekaligus secara potensial menjebak dirinya untuk terus menerus menggunakan pola yang telah dipelajari tadi di dalam hidupnya. Anjing Pavlov pun terjebak ke dalam pola yang ia buat, yaitu mengeluarkan liur setiap ia mendengar bel. Namun, pengalaman atau rangsangan baru membuatnya mempelajari ulang hal tadi. Manusia tidak sesederhana sang anjing, karena dapat memilih dan menghindari pengalaman atau rangsangan yang bertentangan dengan pola yang telah dipelajarinya. Ia akan menghindar dari rangsangan yang memaksanya mengadakan proses unlearned. Seorang pemimpin juga sering terjebak dalam pola itu. Misalnya, seorang penakut akan menghindari pengalaman-pengalaman yang membawanya menghadapi resiko tinggi, apalagi resiko yang dapat melukai dirinya. Ia belajar di masa kecil bahwa melarikan diri dari kesulitan, bahaya, dan tantangan akan memberikan keberhasilan baginya. Pola ini diterapkannya bertahun-tahun dan berhasil. <br />Walaupun suatu budaya mempengaruhi tata nilai dan akan menentukan pemahaman tentang pola kepemimpinan, ada beberapa pola yang berlaku universal yang ditampilkan dalam hidup tokoh-tokoh besar dalam sejarah manusia. Pemilik dari pola-pola ini dapat disebutkan sebagai orang yang memiliki pola atau sikap kepemimpinan. <br />Pertama, mereka sangat kentara dalam mengendalikan diri untuk mengatasi kecenderungan manusiawi-nya. Mereka sering menyadari kesulitan dan aniaya yang akan dialami mereka ketika mereka mengejar pencapaian misi hidup mereka, namun mereka tidak membiarkan naluri manusiawi yang selalu ingin menghindar dari derita menguasai keputusan-keputusan mereka. Orang-orang seperti Abraham Lincoln, atau Martin Luther dan Bonhoeffer kentara dalam hal ini. Contoh yang jelas dalam hal ini ialah bagaimana seorang pemimpin menghadapi kritik. Bila seorang biasa menghadapi sepuluh kritik yang tidak benar serta disampaikan bersama dua kritik yang tepat, ia akan tersinggung karena sepuluh kritik yang menyakitkan perasaannya. Namun seorang pemimpin akan brterimakasih untuk kedua kritik yang tepat dan mengabaikan sepuluh kritik yang lain. <br />Kedua, kerangka pendekatan atau sudut pandang para pemimpin sangat berbeda dari orang di sekitarnya. Misalnya, Kristus Yesus. Ketika Ia menderita kelelahan yang sangat berat dan sekelompok anak-anak kecil datang, Ia tidak meremehkan mereka. Berbeda dengan kita, Ia tidak mendahulukan kepentingan-Nya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak dalam kerangka pikir Allah merupakan mahluk yang penting. Di dalam bagian lain bahkan Ia menunjukkan pada kerinduan seorang anak yang menerima-Nya sebagai model dari cara yang tulus menerima Tuhan, padahal anak kecil sampai masa kini pun sering disepelekan. John Burke dari Johnson and Johnson juga mengambil keputusan yang luar biasa dengan menarik produk Tyllenol yang segelintir diantaranya diracuni orang. Padahal keputusan tadi merugikan posisinya dalam jangka pendek. Biaya penarikan saja telah mencapai 5 milliar dollar. Belum lagi kehilangan pangsa pasarnya. Ternyata 2 tahun kemudian, ternyata keputusan dan pola pikirnya sangat tepat. <br />Ketiga, dengan meneliti hidup tokoh-tokoh yang mempengaruhi sejarah manusia dapat disimpulkan bahwa mereka bekerja sangat keras, menyadari daya pengaruh yang ada di dalam diri mereka serta pantang menyerah. Abraham Lincoln dengan segala keanehannya merupakan suatu contoh manusia yang sangat bekerja keras. Demikian juga John Calvin, atau Kagawa, teolog Jepang yang terkenal. Mereka menjadi teladan karena kerja keras mereka dan sikap pantang menyerah.<br />Keempat adalah, bagaimana sebagian besar tokoh-tokoh yang berhasil mengubah hidup dan meninggalkan jejak yang dalam cenderung memiliki dapat meletakkan diri pada posisi orang lain. Mereka memiliki kepekaan pada apa yang orang butuhkan, rasakan, dan tanggung. Penulis buku Uncle Tom's Cabin yang mengubah sejarah, demikian juga penulis Tom Sawyer, atau perjuangan Multatuli merupakan contohnya. <br />Kelima adalah pola yang mungkin tidak banyak teramati, yaitu mereka mengamati dan memperhatikan hal-hal yang kecil dan terus memperbaiki apa yang telah mereka capai dengan konsisten. Pematung-pematung di Bali, atau pembuat batik di Jawa Tengah merupakan contoh hal ini. <br />Keenam, para tokoh merupakan orang yang sangat teratur dan berdisiplin menangani dirinya sendiri. Mereka tidak membuang-buang waktu apalagi untuk bergossip atau sekedar berseloroh kian kemari. Mereka terus giat belajar dalam keadaan yang sulit dan miskin fasilitas sekalipun. Ada di antara mereka yang terus menerus mendoakan orang yang sama secara teratur dan berdisiplin untuk waktu yang panjang. Mereka juga memeriksa diri dengan serius secara berkala. Keseluruhan sikap di atas yang teramati oleh orang lain membuat mereka unggul dan dipercaya orang. John Christosotomus, sang mulut emas, adalah seorang bapak gereja yang bekerja keras dengan disiplin untuk menghafal Alkitab dengan rinci. Selama proses itu yaitu dua tahun ia mendisiplinkan dirinya untuk tidak tidur berbaring, namun dengan duduk. <br />Ketujuh, para pemimpin memiliki sikap tegas dan berani memberi arah. Di dalam situasi yang membingungkan sikap pemimpin yang tegas akan menenangkan dan memberikan kepastian yang dibutuhkan komunitasnya. <br />Dapat juga dicatat bahwa sikap seorang pemimpin juga memiliki ketegangan. Di satu pihak ia mampu mengendalikan diri, di pihak lain ia harus berani melepaskan kendali banyak hal secara berkala. Juga, ia harus mampu tekun dan berdaya juang, namun di pihak lain ia harus mampu untuk diam, merenung dan tidak berbuat apa-apa. Seorang pemimpin juga harus mampu memiliki sudut pandang yang berbeda-beda untuk situasi yang berbeda-beda, namun di pihak lain, ia juga harus mampu tetap menjaga konsistensi dan keteguhan pendirian. Sementara itu dengan pengikut dan pihak lain yang terkait ia harus mampu menjalin hubungan yang akrab, namun di pihak lain, ia harus pula mampu menjaga jarak. Demikianlah ketegangan yang para pemimpin harus dipikul mereka dalam mengembangkan sikap kepemimpinan. <br /><br />E. Skil atau keterampilan seorang pemimpin <br /> Sikap seorang pemimpin membuat pengikutnya mempercayakan diri padanya. Namun seorang pemimpin perlu membuat gerak dan perubahan. Untuk itu selain sikap diperlukan serangkaian keterampilan atau skil kepemimpinan. Secara sederhana definisi keterampilan adalah kemampuan mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana. Keterampilan menyangkut pengenalan bahan, input, atau apa yang dapat diolah. Keterampilan juga terkait dengan tahap-tahap pelaksanaan pengolahan, serta bobot atau jumlah energi yang dibutuhkan, bahkan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dan perkecualian. <br />Dalam bahasa Inggris, keterampilan adalah sesuatu yang dapat Make things happen. Sesuatu yang terjadi, diolah, atau diubah tadi dapat berupa hubungan antar rekan, cara kerja, cara ber-organisasi, bangunan, dana, informasi, dan sebagainya. <br />Keterampilan dapat juga disebut sebagai suatu daya transformasi yang memungkinkan seorang pemimpin menjadikan apa yang tersedia menjadi sesuatu yang bermanfaat, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Cara mengubah atau menjadikan ini adalah proses pengubahan yang paling efektif dan efisien. Artinya, dapat tepat mencapai sasaran serta menggunakan porsi yang dikehendaki. <br />Suatu hal yang membedakan dunia sebelum ini dengan zaman ini adalah manusia harus semakin bergantung satu sama lain. Oleh sebab itu, salah satu keterampilan kepemimpinan yang paling mendasar untuk dunia modern adalah keterampilan untuk mengelola hubungan dengan baik. Untuk situasi komunitas Asia, dimana kompleksitas organisasi dan hubungan antara manusianya cukup tinggi, maka sangat dibutuhkan keterampilan kepemimpinan yang menghasilkan hubungan baik tadi. Untuk menyokong hal tadi sebuah keterampilan lain dibutuhkan. <br />Seorang pemimpin perlu memiliki keterampilan berkomunikasi secara interpersonal, dalam kelompok, maupun secara massal. Kegunaan keterampilan nyata dalam beberapa hal: <br /> Mencari data, <br /> Mengubah sudut pandang orang, <br /> Menjelaskan sudut pandang kita, <br /> Menyimak orang lain, <br /> Menggunakan komunikasi yang memungkinkan terjadinya sinergi, atau menangani Konflik. <br /> <br />Keterampilan lain yang sangat penting terutama agar dapat menciptakan sinergi dalam lingkup kerja, adalah keterampilan menggalang tim kerja yang mampu bekerja sama (dan bukan cuma sama-sama bekerja). Akibatnya, orang belajar untuk meningkatkan entusiasme kerja, kompetensi, dan kesadaran saling menopang yang akan menuju pada produktivitas yang tingkatnya lebih tinggi. <br />Tim kerja yang baik harus memiliki kemampuan mengambil keputusan secara runtut dan masuk akal. Keterampilan pengambilan keputusan antara lain menolong orang untuk membedakan antara informasi dan persepsi atau tafsiran tentang informasi tadi. Keterampilan pengambilan keputusan membuat kita mampu mengenali alternatif atau pilihan-pilihan, bahkan menentukan prioritas-prioritas kita. <br />Akhirnya, seorang pemimpin di dalam konteks Indonesia pada khususnya harus mampu memiliki keterampilan untuk mencari alternatif dan kerangka yang lebih besar, terutama dalam situasi konflik dan persaingan ketat di tengah masyarakat yang majemuk.<br />Keseluruhan jenis keterampilan yang diuraikan di atas dapat disimpulkan ke dalam tiga jenis yang sangat dibutuhkan dewasa ini, di samping keterampilan yang bersifat teknis spesifik, seperti keterampilan memasak, mengecat, memotong rambut, mengukir es, mengaudit pembukuan, dan lain-lain. <br /> Pertama: jenis-jenis keterampilan untuk merumuskan apa yang mau dicapai bersama dalam jangka pendek. <br /> jenis-jenis keterampilan dalam proses mengajak orang lain untuk menyusun tahap-tahap kerja sama serta pelaksanaannya <br /> jenis keterampilan untuk mengelola diri sendiri dan memberikan kontribusi yang tepat pada waktu yang tepat. <br /> <br />Bila keterampilan kepemimpinan dihasilkan, bersama dengan sikap yang seharusnya, maka seorang pemimpin tumbuh melalui pengalamannya bukan saja untuk menjadi semakin handal dan terampil namun tumbuh pula dalam kebijaksanaannya (wisdom/hokma). <br /> <br />F. Pemimpin dan sensitivitasnya <br /> Seorang pemimpin harus memiliki radar yang tajam. Namun radar ini atau kepekaan seorang pemimpin hanyalah berguna kalau dirinya tenang. Bila ia tergopoh-gopoh, penuh dengan kekuatiran atau merasa kurang, maka kepekaan tadi sulit muncul dan menjadi berguna, sama seperti seorang pembaca radar yang ingin cepat-cepat pulang.<br />Kepekaan ini hanya muncul kalau seorang pemimpin senantiasa peka terhadap dinamika yang ada di dalam dirinya sendiri. Tanpa kepekaan ini ia akan mudah jatuh ke dalam bias dalam menangkap hal-hal di sekitarnya. <br /> Kepekaan apakah yang seorang pemimpin perlu kembangkan dalam ia membaca dirinya sendiri? <br />Pertama-tama, kepekaan atas asumsinya tentang gambar dunia atau kepekaan pada world view nya. Setiap orang memiliki suatu gambaran tentang dunia dimana ia berada. Ada yang memahami dunia sebagai arena. Adapula yang menggambarkannya sebagai rimba yang menakutkan, suatu mal yang menarik, atau sebuah perjalanan pulang. Ia perlu peka bagaimana gambaran yang hidup dan ia gunakan ini mempengaruhi keputusan, hubungan-hubungan serta tindakannya. <br />Kedua adalah bahwa seorang pemimpin harus peka tentang apa yang ia anggap bernilai di dalam hidup. Sadar atau tidak hal ini akan menentukan arah kerja, besarnya upaya, dan tingkat resiko yang akan diambil seorang pemimpin di dalam pekerjaannya. <br />Ketiga, seorang pemimpin juga perlu peka terlebih dahulu pada kadar harga diri dan gambar dirinya. <br /> Keseluruhan kepekaan tadi akan membuatnya peka terhadap persepsinya sendiri dibandingkan dengan realitas yang ditangkap oleh persepsi itu. <br />Bagaimana dengan kepekaan budaya? Tanpa disadari budaya merupakan bagian hidup. Tanpa pernah hidup dan berkecimpung dalam budaya lain, seringkali orang tidak menyempatkan diri untuk menilai budayanya. Budaya tadi tercermin di dalam hal-hal yang kasat mata, seperti warna dan penampilan. Misalnya, warna yang dianggap “mencolok” di suatu budaya dapat dianggap sangat pantas dan lumrah di budaya lain. Kemudian lebih dalam lagi, budaya tercermin di dalam perilaku orang. Misalnya, perilaku dalam memberi salam (dari sentuhan jari, sentuhan pipi, sampai menggosok-gosok hidung). Masih lebih dalam lagi, tiap budaya memiliki apa yang dianggap bernilai. Bagi orang Tionghoa, bersikap rendah hati merupakan hal yang terpuji, sedangkan di budaya Amerika sebaliknya, semakin berani seseorang tampil beda, semakin dihargai. <br />Masih adakah hal lain yang harus jadi kepekaan seorang pemimpin? Tentu saja, kepekaan pada pola Tuhan mendidik dan mengembangkan dirinya, serta kepekaan pada kehendakNya bagi dirinya maupun komunitas dimana ia bekerja. <br />Apa yang dipelajari sejauh ini merupakan suatu proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan secara sistimatis dan linear. Ada banyak cara lain yang bisa diterapkan. Program komputer yang canggih untuk membantu proses pengambilan keputusan juga sudah diciptakan seperti Expert System, dan lain-lain. <br />Namun dalam prakteknya di dalam pelayanan di dunia ke-3 ada tiga faktor penting dalam proses pengambilan keputusan. Intuisi, pengalaman, pengetahuan, dan fakta. <br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />A. Kesimpulan<br />Jadi dengan penguasaan prinsip-prinsip kepemimpinan yang kita sebutkan diatas, diharapkan dapat menjadi dorongan kesiapan diri kedalam kebesaran jiwa kepemmpinan, anda akan menjawab bagaimana sebaiknya anda berperan dalam mewujudkan kekuatan pikiran anda mempengaruhi orang-orang yang ada disekelilingmu dengan membuat satu pertanyaan yang tidak mudah dijawab yaitu : Apakah saya berperan untuk mengembangkan calon Pemimpin ? ; Mengapa anda harus melahirkan pemimpin ? ; Dimana keberadaan potensi itu ada menurut pemimpin ? ; Kapan calon mengetahui bahwa ia dipersiapkan oleh pemimpin ? ; Bagaimana melaksanakan peran tersebut oleh pemimpin ?<br />Bagaimana menghasilkan suatu kepemimpinan yang memiliki keseluruhan hal di atas? Tidak lain dan tidak bukan, diperlukan suatu investasi waktu, perhatian, dana, upaya dan pemikiran serta doa terus menerus untuk memfasilitasi suasana agar orang dapat bertumbuh menjadi pemimpin sejati. Selanjutnya, upaya serupa ini tidak dapat dilakukan sesekali atau secara dadakan, namun harus secara bertahap dan bertumbuh melalui modifikasi-modifikasi. Dengan demikian, selain belajar secara formil pemimpin dan calon pemimpin di konteks Indonesia perlu terus menerus berpartisipasi menghasilkan suasana belajar bersama untuk menghasilkan modal kepemimpinan yang seharusnya. <br /><br />B. SARAN<br />Seorang pemimpin harus memiliki radar yang tajam. Namun radar ini atau kepekaan seorang pemimpin hanyalah berguna kalau dirinya tenang. Bila ia tergopoh-gopoh, penuh dengan kekuatiran atau merasa kurang, maka kepekaan tadi sulit muncul dan menjadi berguna, sama seperti seorang pembaca radar yang ingin cepat-cepat pulang.<br />Kepekaan ini hanya muncul kalau seorang pemimpin senantiasa peka terhadap dinamika yang ada di dalam dirinya sendiri. Tanpa kepekaan ini ia akan mudah jatuh ke dalam bias dalam menangkap hal-hal di sekitarnya. <br />Keterampilan lain yang sangat penting terutama agar dapat menciptakan sinergi dalam lingkup kerja, adalah keterampilan menggalang tim kerja yang mampu bekerja sama (dan bukan cuma sama-sama bekerja). Akibatnya, orang belajar untuk meningkatkan entusiasme kerja, kompetensi, dan kesadaran saling menopang yang akan menuju pada produktivitas yang tingkatnya lebih tinggi. <br />Jadi bagaimana? Secara umum ada tujuh langkah yang dapat dijadikan pegangan dalam menghadapi masalah: <br /> Tanyakan pada diri sendiri, apakah masalah ini berada dalam wewenang Anda untuk menyelesaikannya. <br /> Kumpulkan fakta dan pisahkan dari interpretasi atau pendapat. <br /> Identifikasikan masalah utama atau masalah sebenarnya dari masalah-masalah ikutan atau turunan. <br /> Analisis dan bila perlu cari tambahan fakta. Misalnya tentukan jenis apakah masalah ini. (kompleks atau sederhana, rutin atau tidak terencana) <br /> tentukan berbagai pilihan-pilihan untuk melakukan penggarapan masalah ini. <br /> Tentukan pilihan-pilihan penyelesaiannya<br /> Tentukan rencana pelaksanaan, team pelaksananya, batasan waktu, kebijakan dasar, dana, dan batas wewenang dalam pelaksanaan. <br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br />- Dosen <br />• Bapak merokok di ruangan pada saat menjelaskan materi<br />• Tulisan bapak kurang jelas dan susah di baca<br />- Fakultas <br />• Susah mengurus ketika mahasiswa mengalami kendala masalah akademik<br /><br />- Universitas PGRI Palembang<br />• Bayaran terlalu mahal <br />• Lamabatnya pelayanan ketika regestrasi<br /><br />B. Saran <br />- Dosen<br />• Bapak adalah contoh jadi kalau bisa pada saat menjelaskan materi jagan merokok<br />• Penjelasan materi diharapkan sejelas mungkin supaya mahasiswa mengerti<br />• Tulisan bapak pada saat menuliskan materi tolong sejelas mungki agar terbaca oleh mahasiswa <br /><br /><br />- Fakultas <br />• Permudah pengurusan ketika mahasiswa mengalami masalah akademik<br />• Tingkatkan lagi pelayanan jagan mengganggap mahasiswa itu tida mengerti sama sekali<br />- Universitas PGRI Palembang<br />• Kalau bisa bayaran beban tetap jangan terlalu mahal <br />• Percepat Pelayanan Regestrasi apalagi kalau restrasi untuk semesteran<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Purwanto, Yadi, 2001, Manajemen kepemimpinan PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br /><br />Ardian Syam, Konsep Manajemen, Author, Http://www.pembelejar.com.<br /><br />Her Suharyanto, Bergabung dengan organisasi profesi, Cetakan Tahun 200KUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-70354321067836801752010-07-26T07:24:00.001-07:002010-07-26T07:29:26.652-07:00MANAJEMEN KEPEMIMPINANBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. Latar belakang<br />Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka. Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.<br />Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.<br />Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal <br />Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer. <br />Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati.<br /><br />B. TUJUAN<br />Membahas tentang<br />• Seorang pemimpin yang sesuai dengan karaktenya<br />• Kepemimpinan <br />• Pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya<br /><br />C. MASALAH<br /> Makalah ini membahas tentang <br />• Bagaimanakah kepemimpinan itu<br />• Apasajakah Ruang lingkup kepemimpinan<br />• Bagai mana menjadi pemimpin<br /><br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini hanya membahas tentang kepemimpinan<br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br />Banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan mendorong institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami sebut dengan softskill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel tersebut dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu: Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision.<br />Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.<br />Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.<br />Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan).<br />Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). <br />Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.<br />Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi. <br />Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.<br />Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan) Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. <br /><br />Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.<br />Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.<br />Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.<br />Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.<br />Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan) Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu: Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.<br />Apakah arti kepemimpinan? Menurut sejarah, masa “kepemimpinan” muncul pada abad 18. Ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain: <br /><br /> Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).<br /> Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).<br /> Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46)<br /> Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.<br /> Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).<br /><br />Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut. <br />Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:<br /> Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi. <br /> Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan<br /> Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.<br /> Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain. <br /> Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah)<br /> Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.<br /> Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.<br /><br />Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah :<br />1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.<br />2. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.<br />3. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.<br /><br />Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. <br />Hati Yang Melayani (Karakter Kepemimpinan) Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. <br />Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu:<br />Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. <br />Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang kita tidak memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan kepentingan publik amat jarang kita temui di republik ini. Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. <br />Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.<br />Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.<br />Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya. <br />Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.<br />BAB III<br />ANALISA<br />KEPEMIMPINAN<br />A. Kepemimpinan <br />Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.<br />Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.<br />Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. <br />Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya. Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.<br /><br />B. Pandangan Kepemimpinan<br /> Seorang yang belajar seumur hidup <br /> Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar. <br /> Berorientasi pada pelayanan <br /> Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.<br /> Membawa energi yang positif<br /> Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;<br /> Percaya pada orang lain<br /> Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.<br /><br /> Keseimbangan dalam kehidupan<br /> Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat. <br /> Melihat kehidupan sebagai tantangan <br /> Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.<br /> Sinergi<br /> Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.<br /> Latihan mengembangkan diri sendiri<br /> Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.<br />Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. <br />Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang. <br />Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ).<br /><br />C Hal Mendasar Yang Perlu Untuk Kepemimpinan <br /> Manajemen dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu yang pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk membuat organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu kiner-janya, apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan untuk MMT itu memerlukan modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh mendasar yang menyangkut kehidupan organisasinya.<br />a. Organisasi : <br />Mengapa organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa ? Jawaban ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan dari suatu organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke tujuan yang seharusnya.<br />b. V i s i : <br />Akan menjadi organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan ? Orang-orang yang memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang organi-sasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya itu menjadi organisasi yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa apa dan yang bagaimana, serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini seharusnya berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar dapat memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan.<br />c. M i s i : <br />Mengapa kita ada dalam organisasi ini ? Apa tugas yang harus kita lakukan ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan visi tersebut di atas. Bagaimana visi itu akan dapat diwujudkan ? Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh organisasi agar visi atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan. Rumusan tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.<br />d. Nilai-nilai <br />Prinsip-prinsip apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang lain dalam organisasi juga mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin, kepelayanan adalah nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan MMT.<br />e. Kebijakan <br />Ialah rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam organisasi sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan. Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan mutu seperti yang diinginkan oleh organisasi.<br /><br />f. Tujuan-tujuan Organisasi <br />Ialah hal-hal yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek agar memungkinkan orang-orang dalam organisasi memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka. Tujuan-tujuan organisasi itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas.<br />g. Metodologi : <br />Adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam bertindak menuju pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Metodologi ini terbatas pada garis-garis besar yang perlu dilakukan dan bukan detil-detil teknik kerja.<br /> <br />Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi, sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang diinginkan.<br /><br />D. Manajemen Kepemimpinan <br />Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap ang-gota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.<br /><br />Kepemimpinan Manajemen tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan. <br />Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.<br />Seorang pimpinan Manajemen selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah organisasi maupun oleh para pe-langgannya.<br />Manajemen selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan Manajemen. Dasarnya adalah pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan organisasi.<br />Pemimpin Manajemen selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan an-tisipatif. Pemimpin Manajemen tidak hanya bertindak reaktif yang mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.<br />Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan Manajemen dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya. Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi<br />Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu menurut Manajemen. Pimpinan dalam Manajemen dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan Manajemen selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain. Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. Manajemen dikembangkan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan Manajemen selalu harus menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya.<br />Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain.<br />Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai melalui penerapan Manajemen yang baik dan benar, dan setelah melalui proses pembinaan yang panjang. Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan Manajemen semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua unsur pimpinan.<br /><br />E. Cara Berfikir Kelompok Pimpinan tentang Mutu<br />Dari pengalaman organisasi-organisasi yang telah menerapkan Manajemen dapat ditarik pelajaran bahwa agar organisasi itu berhasil dalam meningkatkan mutu kinerjanya secara terus-menerus diperlukan adanya kelompok pimpinan atau manajemen yang memiliki cara berfikir tentang mutu yang berbeda dengan cara berfikir pimpinan organisasi yang tidak menerapkan MMT. Berikut ini butir-butir yang menggambarkan cara berfikir pimpinan MMT tentang mutu.<br />1. Perbaikan mutu menghemat waktu dan uang. <br />Cara berfikir semacam itu berbeda dengan cara berfikir konvensional yang biasa mengatakan bahwa perbaikan mutu selalu memerlukan uang dan waktu. MMT diterapkan untuk jangka panjang, dan perbaikan mutu tidak untuk sesaat tetapi untuk seterusnya dan selamanya. Perbaikan mutu pada awalnya mungkin memerlukan dana, tetapi tidak selalu harus demikian, sebab untuk mencapai mutu yang lebih baik mungkin diperlukan pelatihan bagi orang-orang tertentu, atau memerlukan perbaikan peralatan dan fasilitas kerja, meski inipin tidak selalu harus demikian. Sesudah investasi awal itu kemudian tidak diperlukan lagi penge-luaran ekstra, bahkan dalam jangka yang agak panjang perbaikan mutu itu malah akan menghasilkan penghematan uang dan waktu. Tujuan utama diterapkannya MMT selain memuaskan pelanggan adalah efisiensi. Ini berarti penghematan dari cara-cara sebelumnya, atau bekerja dengan biaya lebih rendah tetapi dengan hasil yang lebih baik.<br />2. Pekerjaan adalah sistem terpadu dari beberapa proses. <br /> Persepsi semacam ini jelas sangat berbeda dengan cara berfikir kovensional yang melihat pekerjaan tidak sebagai suatu sistem yang terpadu tetapi sebagai rangkaian peristiwa. Jika orang melihat pekerjaan sebagai suatu sistem yang terpadu berarti masih tetap mengakui adanya bagian-bagian dari pekerjaan yang terpisah, namun bagian-bagian itu tetap berkaitan satu dengan lainnya dan memiliki hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung (interdependent). Perguruan tinggi memiliki bagian-bagian atau unit-unit, memiliki banyak jenis pekerjaan dan kegiatan, serta memiliki banyak orang yang bekerja di dalam-nya. Jelas mereka tidak cukup hanya dengan bekerja sendiri-sendiri secara terpisah, tetapi mereka harus bekerjasama, berinteraksi satu sama lain, tolong menolong, saling melayani, sebab hasil akhir dari perguruan tinggi itu adalah totalitas dari pekerjaan semua bagian dan semua orang itu. Bahkan mutu pekerjaan satu bagian sering sangat tergantung pada mutu pekerjaan bagian lain yang merupakan masukan bagi bagian yang pertama. Jadi agar suatu perguruan tinggi bermutu, semua bagian, semua fungsi dan semua pekerjaan perlu diupayakan agar bermutu sebagai satu sistem. Tidak cukup bila hanya salah satu atau beberapa bagian saja yang bermutu. Namun dalam implementasinya bila tidak mungkin meningkatkan semua jenis pekerjaan secara simultan, maka bisa ditempuh cara bertahap, yang dengan cermat dipilih jenis-jenis pekerjaan mana yang secara strategis perlu ditingkatkan mutunya lebih dahulu.<br />3. Pekerjaan betapapun besar dan banyaknya bila tanpa kualitas tidak ada artinya. <br />Ini berarti bahwa kualitas atau mutu pekerjaan lebih penting dari kuantitas atau jumlah. Dalam dunia pendidikan hal itu jelas sekali. Suatu perguruan tinggi memiliki banyak dosen dan mahasiswa tetapi yang pada umumnya tidak bermutu sebenarnya tidak banyak artinya bagi perguruan yang mendambakan perguruan yang bermutu. Pendidikan yang tidak bermutu betapapun banyaknya lulusan yang dikeluarkan kiranya tidak ada artinya bagi kemajuan suatu bangsa dan negara.<br />4. Mutu menyatu dengan cara kerja dari awal. <br />Mutu hasil kinerja yang berupa barang atau jasa adalah hasil dari cara kerja yang diterapkan dalam pekerjaan. Oleh karena itu cara kerja yang berupa prosedur dan proses kerja menjadi sangat penting untuk menghasilkan kinerja yang bermutu. Prosedur dan proses kerja sejak awal hingga akhir perlu dirancang dan ditentukan sedemikian rupa hingga menjamin tercapainya mutu kinerja yang baik seperti yang diinginkan untuk dapat memu-askan semau pelanggannya. Mutu barang atau jasa bukan sekedar hasil dari pemeriksaan pada akhir proses kerja, melainkan menyatu dengan cara kerja dari awal hingga akhir.<br />5. Mutu dapat dicapai melalui pelatihan yang lebih baik bagi karyawan yang telah ada plus kepemimpinan yang bermutu. <br />Salah satu kunci penting untuk keberhasilan meningkatkan mutu secara berkelanjutan adalah pelatihan yang relevan dan efektif. Semua karyawan dapat diharapkan meningkatkan mutu kinerjanya bila telah mendapatkan pelatihan yang tepat, demikian pula semua pemimpin dapat memimpin penyelenggaraan MMT dengan berhasil bila mendapatkan pelatihan un-tuk itu. Cara berfikir semacam itu berbeda dengan cara berfikir konvensional yang mengatakan bah-wa untuk mendapatkan mutu perlu (perekrutan) karyawan yang lebih baik. <br />6. Mutu yang cukup hanyalah bila semua pekerjaan menghasilkan yang terbaik. <br />Mutu se-macam itu memang tidak mungkin dicapai dengan sekali usaha tetapi melalui usaha yang terus menerus yang setiap kali diusahakan bisa mencapai perbaikan sedikit demi sedikit, yang dalam jangka yang agak panjang akan bisa mencapai mutu yang sempurna. Inipun pada waktunya dapat disempurnakan lagi sehingga sebenarnya usaha perbaikan mutu tidak pernah ada akhirnya. Mutu memang tidak berbatas, selalu dapat ditingkatkan. Pimpinan konvensional berfikir kalau 90% peker-jaan sudah baik adalah sudah cukup. Di bidang pendidikan dan akademis standar mutu itu jelas selalu bergerak ke atas dan harus selalu dikejar. Jadi jangan pernah berhenti berusaha meningkatkan mutu kinerja.<br />7. Mutu berarti perbaikan yang berkelanjutan. <br /> Ini adalah cara berfikir sebagai kelanjutan dan konsekuensi pemikiran tersebut pada butir ke-6 di atas. Ini berbeda dengan konsep management by objective yang mengartikan mutu sebagai pencapaian tujuan yang ditentukan sebelumnya. Kedua cara berfikir itu tidak perlu dianggap berbeda bila pekerjaan dibagi-bagi menjadi beberapa tahapan dan untuk setiap tahap ditentukan tujuannya yang selalu meningkat dari awal sampai akhir.<br />8. Para pemasok adalah mitra kerja. <br />Pekerjaan dalam suatu organisasi selalu bersifat mengolah atau memroses masukan (barang, jasa dan/atau orang) yang dipasok oleh orang lain. Mutu kinerja organisasi itu dipengaruhi oleh mutu masukannya. Kalau organisasi itu memperlakukan para pemasok sebagai mitra kerjanya, ia dapat mengharap mendapatkan mutu pasokan (masukan) yang baik. Sebaliknya bila pemasok itu diperlakukan sebagai pesaingnya atau lawan usahanya, maka para pemasok itu sulit diharapkan mau memasok masukan yang bermutu. Jadi tidak benar bahwa mutu kinerja itu tidak ada kaitannya dengan pemasok. Dalam bidang pendidikan tinggi, mahasiswa adalah masukan yang dipasok oleh lembaga-lembaga pendidikan menengah. Sudahkah perguruan tinggi memperlakukan sekolah-sekolah menengah itu sebagai mitra kerjanya?<br /><br /><br />9. Pelanggan adalah bagian integral dari organisasi. <br />Mengapa demikian ? Karena sejak awal pekerjaan organisasi itu direncanakan antara lain dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebu-tuhan dan harapan-harapan pelanggan. Jadi para pelanggan (eksternal) itu sejak awal diharapkan memberi masukan kepada organisasi, dan karena itulah mereka dikatakan merupakan bagian integral dari organisasi. Tanpa memper-timbangkan kebutuhan dan harapan para pelanggan, tidak pernah diketahui apakah hasil kerja itu akan bisa memuaskan pelanggan atau tidak. Jadi agar organisasi dapat merencanakan kerja yang bermutu perlu para pimpinan organisasi itu melihat para pelanggan sebagai bagian integral dari organisasi, dan bukan sebagai orang-orang luar yang akan ditawari produk kerja organisasi.<br /> Cara berfikir seperti digambarkan pada sembilan butir di atas sangat perlu untuk diadopsi oleh para pimpinan yang organisasinya menerapkan Manajemen untuk selalu bisa menggerakkan orang-orang dan organisasinya meningkatkan mutu kerjanya secara berkelanjutan. Cara berfikir tentang mutu semacam itu akan menjadi bagian dari kepribadian pemimpin yang mendambakan mutu. <br /><br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />A. KESIMPULAN<br /> Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.<br />Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.<br />Untuk menerapkan Manajemen dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. Manajemen diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. Manajemen juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu Manajemen memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini.<br />B. SARAN<br /><br /> Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan pada prinsip-prinsip belajar seumur hidup, berorientasi pada pelayanan dan membawa energi positif. Maka untuk menjadi seorang pemimpin haruslah mempunyai pengetahuan dan jiwa pemimpin <br /> Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya<br /><br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br /><br />-Dosen<br /> Bapak sering terlambat masuk kelas.<br /><br />-Fakultas<br /> Tidak ada<br /><br />-Universitas<br /> Gedungnya tinggi-tinggi sekali.<br /><br /><br />B. Saran<br /> <br /><br />-Dosen<br /> Saya suka semua cara bapak mengajarkan materi, tapi tolong jangan terlalu sering terlambat.<br /><br />-Fakultas<br /> Tidak ada<br /><br />-universitas<br /> Gedungnya jangan ditinggikan terus.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />James K. Van Fleet, 1973, 22 Manajemen Kepemimpinan, Jakarta:Mitra Usaha<br />Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br />W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional BooksKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-67577226158523849402010-07-26T07:21:00.001-07:002010-07-26T07:24:13.244-07:00Manajemen PengetahuanBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang <br />Perkembangan dewasa ini menunjukan pada makin cepatnya perubahan dalam segala bidang kehidupan, akibat dari efek globalisasi serta perkembangan teknologi informasi yang sangat akseleratif. Kondisi ini jelas telah mengakibatkan perlunya cara-cara baru dalam menyikapi semua yang terjadi agar dapat tetap survive. Penekanan akan makin pentingnya kualitas SDM merupakan salah satu respon dalam menyikapi perubahan tersebut, dan ini tentu saja memerlukan upaya-upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM.<br />Sehubungan dengan itu peran Ilmu pengetahuan menjadi makin menonjol, karena hanya dengan pengetahuanlah semua perubahan yang terjadi dapat disikapi dengan tepat. Ini berarti Pendidikan memainkan peran penting dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas dan kompetitif. Ketatnya kompetisi secara global khususnya dalam bidang ekonomi telah menjadikan organisasi usaha memikirkan kembali strategi pengelolaan usahanya, dan SDM yang berkualitas dengan penguasaan pengetahuannya menjadi pilihan penting yang harus dilakukan dalam konteks tersebut <br />Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, oleh karena itu perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam konteks peningkatan kinerja organisasi. Langkah ini dipandang sebagai sesuatu yang sangat strategis dalam menghadapi persaingan yang mengglobal, sehingga pengabaiannya akan merupakan suatu bencana bagi dunia bisnis, oleh karena itu diperlukan cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan itu dalam kerangka pengembangan SDM dalam organisasi. Dari sinilah istilah manajemen pengetahuan berkembang sebagai suatu bagian penting dan strategis dalam pengelolaan SDM pada Perusahaan/organisasi.<br />Pengetahuan memang merupakan milik individu, namun dapat dimanfaatkan oleh organisasi dengan tetap memberikan otonomi pengembangannya pada individu tersebut. Dalam hubungan ini belajar dan pembelajaran menjadi kata kunci dalam peningkatan kapasitas pengetahuan, oleh karenanya menjadikan individu sebagai pembelajar merupakan kondisi yang diperlukan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kinerja organisasi melalui pengintegrasiannya dengan proses organisasi. Untuk itu organisasi perlu melakukan pengembangan dirinya menjadi organisasi pembelajar, sebab hanya dalam kondisi yang demikian individu/pegawai dapat benar-benar menjadi manusia pembelajar.<br />Suatu organisasi agar dapat mencapai visi dan misinya harus mengelola pengetahuan yang dimilikinya dengan baik agar dapat bersaing dengan organisasi yang lain. Salah satu cara tersebut adalah dengan menerapkan manajemen-pengetahuan atau KM. Tidak terkecuali TNI AD sebagai organisasi, untuk menghadapi persaingan dan tuntutan yang semakin tinggi memerlukan penerapan manajemen pengetahuan agar selalu dapat menjawab setiap tuntutan tugas.<br />Sebelum memahami konsep manajemen pengetahuan ini ada beberapa istilah yang harus dipahami yaitu : data, informasi, pengetahuan, jenis pengetahuan, dan manajemen pengetahuan itu sendiri. Di samping itu perlu pula memahami proses pembentukan pengetahuan dari data, informasi, kemudian menjadi pengetahuan.<br />a. Data adalah kumpulan angka atau fakta objektif mengenai sebuah kejadian (bahan mentah informasi).<br />b. Informasi adalah data yang diorganisasikan/diolah sehingga mempunyai arti. Informasi dapat berbentuk dokumen, laporan ataupun multimedia. <br />c. Pengetahuan (knowledge) adalah kebiasaan, keahlian/kepakaran, keterampilan, pemahaman, atau pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar. Istilah ini sering kali rancu dengan Ilmu Pengetahuan (science). Ilmu Pengetahuan adalah ilmu yang teratur (sistematik) yang dapat diuji atau dibuktikan kebenarannya; sedangkan pengetahuan belum tentu dapat diterapkan, karena pengetahuan sebuah organisasi sangat terkait dengan nilai, budaya, dan kondisi dari organisasi tersebut.<br />B. TUJUAN <br />• Mengidentifikasi Manajemen pengetahuan<br />• Memahami tentang Manajemen pengetahuan<br />• Mengetahui bagian-bagian Manajemen pengetahuan<br />• Mengetahui guna manajemen pengetahuan bagi seorang pemimpin<br /><br />C. RUMUSAN MASALAH<br />• Mengetahui manajemen pengetahuan.<br />• Makna dari manajemen pengetahuan. <br />• mengenal bahwa perkembangan manajemen pengetahuan sangat berguna <br /><br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini hanya membahas tentang <br />• Manajemen pengetahuan<br />• Dasar-dasar manajemen pengetahuan<br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br />Pentingnya Learning Organization telah lama menjadi konsern para akhli organisasi, terutama semenjak terbitnya buku karya Peter Senge “The Fifth Discipline” pada tahun 1990, disamping itu organisasi-organisasi baik organisasi bisnis maupun non bisnis juga telah mencoba mengembangkan konsep tersebut dalam upaya menjadikan organisasi mereka kompetitif, dan dalam konteks itulah manajemen pengetahuan menjadi amat penting, karena dengan pengelolaan yang tepat dapat menjadi suatu kekuatan kompetitif yang tangguh yang diperlukan sekali dalam perkembangan global dewasa ini. Berikut ini akan dikemukakan makna manajemen pengetahuan dengan menggunakan rujukan utama buku yang ditulis oleh Christina Evans berjudul Managing for Knowledge, HR’s Strategic Role.<br />Alvin Toffler membagi sejarah peradaban manusia dalam tiga gelombang yaitu era pertanian, era industri dan era informasi. Dalam era pertanian faktor yang menonjol adalah Muscle (otot) karena pada saat itu produktivitas ditentukan oleh otot. Dalam era industri, faktor yang menonjol adalah Machine (mesin), dan pada era informasi faktor yang menonjol adalah Mind (pikiran, pengetahuan). Pengetahuan sebagai modal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan kemajuan suatu organisasi. Dalam lingkungan yang sangat cepat berubah, pengetahuan akan mengalami keusangan oleh sebab itu perlu terus menerus diperbarui melalui proses belajar. <br />Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru. Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi, informasi jadi pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi, penghubungan, dan perbincangan. Pengetahuan dapat dibagi ke dalam empat jenis yaitu <br />a). Pengetahuan tentang sesuatu; <br />b) Pengetahuan tentang mengerjakan sesuatu,; <br />c). Pengetahuan menjadi diri sendiri; dan <br />d). Pengetahuan tentang cara bekerja dengan orang lain. Sedang tingkatan pengetahuan dapat dibagi tiga yaitu : <br />1) mengetahui bagaimana melaksanakan; <br />2). Mengetahuai bagaimana memperbaiki; dan <br />3). Mengetahui bagaimana mengintegrasikan.<br />Meskipun diakui bahwa teknologi berperan penting dalam mengelola pengetahuan, namun hal itu bukanlah suatu solusi total. Menurut Rob Van der Spek dan Jan Kingma (1999) strategi organisasi dalam mengelola pengetahuan hendaknya mencakup/memperhatikan dua bidang yaitu :<br />O. Eksploitasi dan aplikasi pengetahuan yang ada, <br />O. Menciptakan pengetahuan baru, termasuk membangun kapabilitas menciptakan<br /> pengetahuan baru yang lebih cepat dibanding masa lalu<br /><br /><br />Oleh karena itu penggunaan teknologi bukanlah segalanya, penggunaan teknologi perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Ada beberapa tip penting untuk para praktisi berkaitan dengan penggunaan teknologi yaitu :<br /> Fahami nilai informasi yang dimiliki<br /> Jadilah pengelola yang lebih baik dalam mengelola informasi<br /> Sederhanakanlah <br /> Perlakukan mengelola pengetahuan sebagai tugas yang dapat dialihkan, oleh karenanya diperlukan alokasi waktu<br /> Sediakan alat-alat dasar dan latihlah orang cara menggunakannya<br /> Kaji kemungkinan mengadaptasi sistem yang ada untuk menyediakan pengetahuan tepat waktu pada saatnya<br /> Yakinlah bahwa sistem manajemen pengetahuan merupakan kebutuhan nyata<br /> Cobakan sistem baru pada kelompok kecil yang representatif sebelum menerapkannya lebih luas<br /> Belajarlah dari kesalahan orang lain<br /> Yakinlah bahwa sistem manajemen pengetahuan berinteraksi dengan sistem yang ada<br />Dalam konteks tersebut penggunaan teknologi harus diarahkan pada upaya untuk menghubungkan orang-orang dalam organisasi agar kinerja organisasi makin efektif, untuk itu pilihan teknologi harus mengacu pada kepentingan tersebut.<br />Dengan demikian dapatlah difahami bahwa upaya membangun pendidikan pada setiap negara menjadi perhatian penting dengan kapabilitasnya masing-masing, yang jelas pendidikan diyakini sebagai upaya yang strategis dalam menghadapi ketatnya persaingan di era global. Pada dasarnya Pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia (human Capital), dan modal manusia bisa dibentuk dan ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan, tanpa pendidikan adalah tidak mungkin modal manusia dapat berkembang..<br />Menurut Jac Fitz-enz (2000: xiii) dalam dunia bisnis Human capital merupakan kombinasi faktor-faktor berikut :<br />• The traits one brings to the job : intelligence, energy, a generally positive attitude, reliability, commitment.<br />• One’s ability to learn : aptitude, imagination, creativity, and what is often called “street smart”, savvy (or how to get things done)<br />• One’s motivation toshare information and knowledge team spirit and goal orientation<br />Kutipan di atas menunjukan bahwa human capital merupakan kombinasi faktor-faktor yang sangat diperlukan dalam kehidupan social ekonomi masyarakat, sehingga apabila seseorang mempunyai faktor-faktor tersebut maka peranannya akan terus meningkat, dan inipun akan punya dampak ekonomi baik bagi individu maupun masyarakat, apalagi dalam konteks ekonomi yang berbasis pengetahuan.<br />Sementara itu menurut Mark L. Leengnick Hall (2003:45-46) yang mengutip beberapa pengertian, human capital diartikan sebagai berikut :<br />• Human capital is “the knowledge, skills, and capabilities of individual that have economic value to an organization (Bohlander, Snell, & Sherman, 2001)<br />•Human capital is “the collective value of an organization’s know-how. Human capital refers to the value, usually not reflected in accounting system, which results from the investment an organization must make to recreate the knowledge in its employees (Cortada & Woods, 1999)<br />• Human capital is ”all individual capabilities, the knowledge, skills, and experience of the company’s employees and managers” (Edvinsson & Malone, 1997)<br />Dari tiga pengertian di atas nampak sekali adanya kesamaan esensi yang menunjukan bahwa modal manusia itu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri individu, dan hal inipun tidak berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Jac Fitz-entz. Disamping itu hal yang cukup menonjol dari definisi di atas adalah dimensi ekonomi yang menjadi acuan kebermanfaatannya.<br />Dengan memahami dua konsep tersebut yaitu pendidikan dan human capital dapatlah difahami bahwa kemampuan-kemampuan yang ada pada manusia (human capital) pada dasarnya adalah merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, pendidikan merupakan upaya untuk membentuk human capital yang berkualitas, dengan human capital yang berkualitas maka kehidupan ekonomi akan makin meningkat yang berarti ekonomi akan tumbuh dan berkembang sehingga pembangunan ekonomi dapat semakin cepat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.<br />BAB III<br />Manajemen Pengetahuan<br />A. Mengelola Pengetahuan<br />Kehidupan di jaman informasi dimana pengetahuan dipandang sebagai aset bisnis strategis memerlukan upaya pengelolaan pengetahuan agar dapat mendorong bagi perkembangan bisnis. Aset pengetahuan mencakup :<br /> Aset structural<br /> Merek<br /> Hubungan dengan pelanggan<br /> Hak paten<br /> Produk<br /> Proses operasi<br /> Aset manusia yang mencakup <br /> Pengalaman pegawa<br /> Keterampilan pegawa<br /> Hubungan personal<br />Pengetahuan telah menjadi aset bisnis utama didorong oleh perubahan-perubahan dalam bidang teknologi dan dalam bisnis global. Perubahan ini telah menjadikan orientasi manajemen SDM yang menitik beratkan pada tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitik beratkan pada intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang berbasis Sumberdaya Alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang berbasis kualitas SDM, dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam pengelolaan/manajemen SDM.<br />Dengan pemahaman pengetahuan seperti itu, maka manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai berikut : “proses menterjemahkan pelajaran yang dipelajari, yang ada dalam diri/pikiran seseorang menjadi informasi yang dapat digunakan setiap orang”. Dalam konteks ini profesional SDM memandang manajemen pengetahuan sebagai menjamin penngetahuan yang diperoleh dikembangkan bersama dengan orang lain dalam organisasi. Dengan demikian, pengetahuan yang dimiliki organisasi secara penuh tersedia melalui penyediaan lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses guna memotivasi dan mendorong sharing pengetahuan pada setiap tingkat dalam organisasi. Jadi thema utama dari manajemden pengetahuan adalah sebagai berikut :<br />• Pembelajaran<br />• Pengembangan/sharing<br />• Penempatan orang di tempat yang tepat dan waktu yang tepa<br />• Pembuatan keputusan yang efektif<br />• Kreativitas<br />• Membuat pekerjaan jadi lebih mudah<br />• Mendorong tumbuhnya bisnis baru dan nilai bisnis<br />Adapun tahapan perkembangan manajemen pengetahuan dalam organisasi adalah sebagai berikut :<br /> Knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing informasi)<br /> Knowledge-aware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, adabeberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi)<br /> Knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi)<br /> Knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi)<br /> Knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya)<br />Bagi organisasi yang ingin menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasinya perlu menyadari pertama, bahwa pengetahuan ada pada orang dan bukan pada sistem, meskipun sistem punya data dan informasi yang dapat membantu proses pengetahuan. Kedua, penciptaan pengetahuan merupakan proses sosial, tercipta melalui interaksi antara individu-individu dalam kehidupan sehari-hari mereka.<br />B. Perubahan Peran SDM dari Operasional ke Strategik<br />Uuntuk menjadikan manajemen pengetahuan menjadi bagian dari organisasi, diperlukan pergeseran peran dari manajemen dengan orientasi SDM yang operasional/tradisional menjadi orientasi SDM yang strategis. Adapun perbedaan antara yang tradisional (manajemen personalia) dengan Manajemen SDM adalah sebagai berikut :<br />Karakteristik perang manajemen personel/tradisional<br /> Reaktif<br /> Advokasi pegawai<br /> Unit kerja/task force<br /> Fokus pada isu operasional<br /> Isu kualitatif<br /> Stabilitas<br /> Solusi taktis<br /> Integritas fungsi<br /> Orang sebagai beban/biaya<br /><br />Karakteristik perang manajemen Sumberdaya Manusia (SDM)<br /> Proaktif<br /> Parner bisnis<br /> Fokus pada tugas dan pemberdayaan<br /> Fokus pada isu strategis<br /> Isu kuantitatif<br /> Perubahan konstan<br /> Solusi startegis<br /> Multi fungsi<br /> Orang sebagai aset <br />Dalam mengimplementasi Manajemen pengetahuan, diperlukan SDM yang tidak hanya kompeten, tapi juga dapat menunjukan/mendemonstrasikan sikap sebagai <br /> Mentransformasikan pengetahuan ke dalam tindaka<br /> Membuat pilihan berdasar informasi tentang bagaimana berinvestasi dalam praktek SDM untuk menjamin hasil bisnis<br /> Berhubungan dengan rekan profesi SDM dan manajer garis dengan penuh keyakinan bahwa dia punya sesuatu yang bernilai untuk ditawarkan<br /> Menunjukan keyakinan, kepastian, pengambilan resiko, dan berorientasi tindakan<br />C. Membangun Budaya yang berpusat pada pengetahuan<br />Organisasi perlu terus mengembangkan manajemen pengetahuan sampai dapat mencapai tahapan terakhir yaitu knowledge-centric organization. Dalam kondisi ini organisasi mampu menciptakan pengetahuan (knowledge-creating organization) yang mempunyai prinsip-prinsip (Charles Leadbeater) sebagai berikur : <br /> Cellular - punya struktur organisasi yang adaptif tidak kaku<br /> Self-managing - individu dan tim mengelola diri untuk membukan inovasi dan kreativitas.<br /> Entrepreneurial - kewirausahaan yang mendorong pada kemampuan individu dalam memanfaatkan peluang bagi pertumbuhan dan perubahan<br /> Equitable membership and reward - mengembangkan sistem reward yang adil yang dapat menumbuhkan rasa keanggotaan<br /> Deep knowledge reservoirs - punya kapabilitas dengan fokus pada keakhlian spesialist ketimbang generalis<br /> The holostic company - memanfaatkan aset pengetahuan yang berada di luar struktur organisasinya<br /> Collaborative leadership - berorientasi pada kerjasama untuk mengarahkan, menginformasikan nilai dan mendorong memberdayakan yang lain dalam mengelola bisnis<br />Uraian di atas pada dasarnya menggambarkan tentang komponen-komponen kunci dari budaya yang berpusat pada pengetahuan, dimana di dalamnya mesti ada nilai-nilai yang jelas, prilaku pengetahuan, tempat kerja yang menumbuhkan energi, mendorong kreativitas untuk terus berkembang, serta mendukung kerjasama dan mengakui dan menghargai perbedaan. Dan semua ini bisa nyambung dalam kepemimpinan fasilitatif (fasilitative leadership) yang mampu mendorong, memampukan, dan mendukung penciptaan dan sharing pengetahuan dalam organisasi.<br />Sampai dengan tahun 1980-an, organisasi dikelola dengan menggunakan prinsip manajemen ilmiah dari Taylor, dimana struktur organisasi bersifat kaku dan sangat mempertahankan jalur komando, manajer bekerja untuk mengontrol bawahan agar bekerja dengan benar dan tepat waktu sesuai yang direncanakan, pimpinan puncak sangat berkuasa dan pemisahan antara atasan dan bawahan sangat tegas. Kondisi ini jelas tidak dapat dipertahankan dalam organisasi dewasa ini yang menuntut fleksibilitas dan kemampuan merespon perubahan dengan cepat. Untuk itu diperlukan perubahan dalam mengelola organisasi agar manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan efektif.<br />Dalam organisasi yang berbasis pengetahuan, fleksibilitas merupakan hal yang penting, untuk dapat merespon dengan cepat perubahan yang terus menerus terjadi, oleh karena itu organisasi perlu memberi otonomi agar dapat mendorong lahirnya inovasi. Organisasi yang demikian menurut Bhrami (1996) memerlukan karakteristik sebagai berikut :<br /> Multiple centers (banyak pusat)<br /> Diverse structure (struktur yang beragam)<br /> Multiple alliance (aliansi jamak<br /> Cosmopolitant mindsets (pola fikir kosmopolitan)<br /> Emphasis on flexibility (menekankan fleksibilitas)<br />Pada saat pengetahuan menjadi asit binis utama, maka diperlukan adanya pegawai yang khusus menangani masalah ini, Chief Knowledge Officers (CKO) yang bertugas mengembangkan hubungan dengan infrastruktur, proses, dan budaya dari managemen pengetahuan dalam organisasi, dengan rincian tanggungjawab sebagai berikut :<br /> Mengidentifikasi dan memprioritaskan perubahan yang perlu dibuat untuk mendorong/meningkatkan informasi dan pengetahuan organisasi<br /> Melaksanakan proses, infrastruktur dan prosedur organisasi guna memampukan terbangunnya dan digunakannya secara efektif basis pengetahuan perusahaan.<br /> Mendorong/memberdayakan seluruh staf berpartisipasi dalam membangun, menggunakan dan melindungi basis pengetahuan organisasi<br /> Mengidentifikasi dan mengintegrasikan pelayanan lain yang mendukung bagi sistem managemen pengetahuan organisasi.<br />Karena dalam manajemen pengetahuan sangat diperlukan kecepatan dalammengakses informasi, maka diperlukan juga pegawai yang khusus menangani masalah informasi ini.<br />Dalam organisasi yang berpusat pada pengetahuan, setiap individu dalam organisasi perlu terus belajar dan sharing pengetahuan tersebut dengan individu lain dalam organisasi, karena semua lapisan dalam organisasi mempunyai peran penting dalam mengembangkan basis pengetahuan organisasi. Hal itu perlu disadari mengingat banyak pemimpin bisnis yang percaya bahwa dalam era persaingan ekonomi global, mereka perlu punya kemampuan mengkapitalisasi atas dasar skala ekonomi, sumberdaya dan bakat yang tersedia dalam perusahaan sekaligus mengembangkan organisasi yangbersifat fleksibel dan otonom. Satu hal yang penting dalam upaya tersebut adalah menjamin bahwa setiap orang dalam organisasi memainkan perannya dalam mengembangkan, sharing, dan menggunakan pengetahuan.<br />D. Peran SDM dalam membangun budaya yang berpusat pada pengetahuan<br />Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam membangun budaya yeng berpusat pada pengetahuan (knowledge-centric culture), dalam hubungan ini yang pelu diperankan oleh SDM untuk menambah nilai adalah sebagai berikut (Linda Holbeche) : <br /> Fokus pada pembentukan struktur yang tepat<br /> Mengembangkan kepemimpinan fasilitatif<br /> Membangun infrastruktut teknologi informasi<br /> Membina hubungan dengan pemasok.<br />Bidang lain yang dapat memberi pengaruh besar adalah memampukan budaya pengetahuan, serta dapat menjadi katalis perubahan budaya, disamping itu SDM hendaknya membenatu membangun infrastruktur yang dapat diterapkan dan memerlukan ketrampilan, ini dapat dilakukan dalam konteks perlu adanya struktur dan desain organisasi, karir dan struktur karir, manajemen kinerja, mengembangkan fokus belajar bagi organisasi, dan perencanaan suksesi.<br />Dengan demikian SDM mempunyai peran penting dalam mendorong perkembangan organisasi menuju organisasi yang berpusat pada pengetahuan, melalui pembentukan budaya organisasi yang mendukung pembangunan dan sharing pengetahuan. Secara spesifik SDM dapat menambah nilai dengan mengambangkan program kesadaran akan pengetahuan, baik sebagai aktivitas terpisah atau dengan mengintegrasikannya dengan program pengembangan organisasi yang ada, dalam hubungan ini perlu dikomunikasikan tentang bagaimana organisasi membangun kapabilitas manajemen pengetahuannya, menjamin kepemimpinan yang tepat dan menerima dukungan pengembangan, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan dukungan untuk membangun budaya yang mendorong pembelajaran terus menerus. <br />E. Meninjau kembali belajar dalam Ekonomi pengetahuan<br />Dalam era ekonomi global dewasa ini tak ada satupun kepastian, karena kepastian itu adalah perubahan, tanpa kemampuan untuk belajar terus menerus, maka SDM akan selalu ketinggalan, dalam kondisi yang demikian, program pelatihan pegawai menurut Reg Revans (1998) tidak dapat mengembangkan pegawai dalam lingkungan yang berubah sangat cepat, oleh karena itu diperlukan juga program pengembangan bukan hanya pelatihan, pengembangan berbeda dengan pelatihan, pengembangan mencakup :<br /> Motivasi diri dan pemikiran orang tentang dirinya<br /> Pendekatannya lebih holistik, dengan memperhatikan seluruh/segala situasi<br /> Melihat kebutuhan jangka panjang<br /> Tak ada jawaban benar ataupun salah.<br /><br /><br />Sementara pelatihan mencakup :<br /> Lebih spesifik dan berhubungan dengan kebutuhan belajar sekarang<br /> Menghasilkan perluasan akan kemampuan yang ada<br /> Dilakukan untuk anda dan kepada anda (kurang terarah pada yang dilatih)<br />Oleh karena itu dalam pengembangan SDM diperlukan pendekatan yang integral yang berfokus pada praktek serta mencari pengungkit untuk mendukung belajar. Dalam hal ini diperlukan pembelajaran dalam praktek kehidupan sehari-hari, dan untuk mendorong pembelajaran tersebut ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan yaitu :<br /> Pertemuan tim<br /> Pertemuan dan perbincangan informa<br /> Kerja tim lintas sektoral<br /> Melalui siklus manajemen proyek<br /> Komunitas pelaksana<br /> Mengikuti kegiatan di ruang fisik yang didalamnya terjadi belajar<br /> Memfasilitasi belajar melalui pemikiran informal dan ruang pembelajara<br /> Membangun lingkungan belajar untuk memfasilitasi eksperimen dan bermain<br /> Membangun budaya mentoring<br />Untuk mendapat kesuksesan dalam bisnis perusahaan menyadari akan perlunya organisasi yang responsif dan fleksibel namun tetap dapat berkelanjutan, dan hal ini jelas memerlukan perubahan budaya. Dalam hal ini ada lima hal penting yang strategis untuk perubahan yaitu :<br /> Modal pemikiran - kemampuan menerapkan ide secara bebas dalam perusahaan<br /> Mindset - kemampuan menangani hal rumit, dan dapat bertindak dalam ketidakpastian<br /> Diversity - pendekatan dilakukan dengan bervariasi dengan perspektif yang bervariasi pula<br /> Budaya mentoring - kualitas kemembantuan dalam hubungan antar orang dalam perusahaan<br /> Akuntabilitas bersama - punya penekanan yang tepat pada pengawasan seraya memberi kebebasan orang bereksperimen dalam mengembangkan dengan berkonsultasi pada fihak lain <br />Dalam hal belajar, perusahaan, organisasi perlu juga belajar dari fihak/organisasi/perusahaan lain misalnya melalui benchmarking, atau belajar langsung dari spesialis organisasi lain.<br />Semua itu pada dasarnya merupakan upaya untuk menjadikan organisasi dapat belajar untuk kepentingan pengembangan organisasi usahanya, memang upaya pencarian dalam menciptakan ruang belajar baru makin meningkat, demikian juga upaya memaksimumkan kesempatan belajar dalam praktek kehidupan sehari-hari. Semua itu merupakan langkah penting dalam mengembangkan manajemen pengetahuan dalam manajemen SDM, dan hal tersebut akan membantu membangun dan mengembangkannya melalui kesiapan untuk terjadinya perubahan budaya, yakni budaya yang berpusat pada pengetahuan.<br />F. Memahami motivasi belajar diantara pekerja pengetahuan<br />Penjelasan sebelumnya lebih menekankan pada aspek organisasi dari belajar, belajar juga mempunyai dimensi personal yang berkaitan dengan motivasi. Terdapat dua pendorong belajar bagi profesional independen yaitu :<br /> Kebutuhan belajar yang diidentifikasi sendiri - belajar yang didasarkan pada kebutuhan sendiri seperti untuk karir pribadinya<br /> Kebutuhan belajar yang diidentifikasi oleh orang lain - belajar untuk memenuhi kualifikasi formal berkaitan dengan pekerjaan tertentu<br />Dalam melakukan pembelajaran profesional SDM mengelola belajarnya melalui beberapa pendekatan yang umumnya bersifat informal yaitu :<br />o. Belajar dengan dan dari profesional lain melalui pekerjaan spesifik tertentu.<br />o. Belajar melalui observasi dari pekerjaan profesional lain<br />o. Belajar dengan dan dari profesional lain melalui jejaring kerja<br />o. Belajar melalui kegiatan menghasilkan pengetahuan eksplisit<br />o. Belajar melalui proyek atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan<br />o. Belajar melalui refleksi kritis<br />Dimensi motivasi dalam belajar memegang peran penting karena hal itu dapat menjadi pendorong untuk belajar, sementara caranya belajar akan ditentukan oleh pilihan yang dirasa paling tepat sesuai dengan keinginan SDM itu sendiri. <br />G. Pentingnya Manajemen Pedidikan <br />Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi.Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi, mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses perencanaan organisasi.Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. <br />Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.Demikian komleksnya organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin berkembang. <br />Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi didefinisikan sebagai berikut:“the culture of the factory is its customary and traditional way of thinking and doing of things, which shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new members must learn, and at least partially accept, in order to be accepted into service in the firm” Sedangkan menurut Manan (1989) ada tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu: Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif- Kebudayaan itu ditanamkan Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola perilaku- Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.<br />Schein (1985) memberi definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan dikembangkan melalui proses belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok eksternal dan integrasi kelompok internal.Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief), norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya (Ouchi, 1981).Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya. <br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />A. KESIMPULAN<br />Akhirnya SDM perlu mengembangkan minat, pemahaman dan keakhlian dalam menerapkan peralatan temasuk yang bersifat teknologi untuk membantu mereka mencapai tujuan manajemen pengetahuan strategis organisasi. Ini berarti bahwa SDM perlu melakukan investasi untuk perkembangan dirinya sendiri, dan kini waktunya telah tiba bagi SDM untuk menunjukan kapabilitas dan memerankan model prilaku yang dibutuhkan untuk survive dalam ekonomi pengetahuan.<br />Belajar dalam era pengetahuan seperti sekarang ini sangatlah berbeda dengan belajar di masa lalu. Saat ini kita dituntut untuk belajar baik sendiri maupun bersama dengan cepat, mudah dan gembira, tanpa memandang waktu dan tempat. Hal ini mendorong berkembangnya konsep organisasi belajar (learning organization) yang menyatukan antara proses belajar dan bekerja. Disisi lain pengetahuan yang melekat pada anggota suatu organisasi juga perlu diuji, dimutahirkan, ditransfer, dan diakumulasikan, agar tetap memiliki nilai. Hal ini menyebabkan para pakar manajemen mencari pendekatan untuk mengelola pengetahuan yang sekarang dikenal dengan manajemen-pengetahuan atau knowledge management (KM).<br />Dengan demikian disamping lembaga pendidikan perlu mengaplikasikan manajemen pengetahuan dimana pembelajaran menjadi hal yang penting di dalamnya, juga harus menjadikan peserta didiknya menjadi manusia pembelajar yang akan tetap mampu dalam menghadapi perubahan yang terus bergerak dengan cepat. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa pendidikan yang dilakukan di sekolah dalam arti transfer ilmu pengetahuan tidak akan memadai untuk menghadapi kecepatan perubahan, oleh karena itu peserta didik mesti dibina menjadi orang yang selalu belajar sehingga dapat terus adaptif dan antisipatif terhadap perubahan, sehingga perubahan yang terjadi dapat memberi manfaat bagi kehidupannya.<br />B. SARAN<br />Bahwa belajar manajemen pengetahuan sangat berguna karena akan di terapkan, bagi seorang pemimpin, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.<br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br /><br />- Dosen<br /> Semua baik<br /><br />-Fakultas<br /> dosen-dosennya banyak yang belum professional dalam mengajar.<br /><br />- Universitas<br /> bayaran terlalu mahal<br /><br /><br /><br />B. Saran<br /><br />-Dosen <br /> (tidak ada)<br /><br />-Fakultas<br /> cari dosen-dosen yang professional dalm mengajar.<br /><br />-Universitas<br /> Bayarannya sudah cukup besar jadi jangan dinaikkan lagi.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />-----------, 2006. Undang Undang No.14 tahun 2005 pendidikan nasional Indonesia , Jakarta: Depdiknas RI<br />-----------, 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI <br /><br />-----------,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen - Dik menum. <br /><br />Wanto, 2005. manajemen dan pendidikan, Surabaya; Tabloid Nyata IV DesemberKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-15969594974794139152010-07-26T07:21:00.000-07:002010-07-26T07:23:54.358-07:00MANAJEMEN KEPEMIMPINANBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. Latar belakang<br />Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal <br />Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer. <br />Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).<br />Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka. Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.<br />Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.<br />Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial. Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management). Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence – quality – qi — qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin. <br />Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:<br />1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)<br />2. Visi yang jelas (clear vision)<br />3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence) <br />Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan). <br />Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut<br /><br />B. TUJUAN<br />Membahas tentang<br />• Seorang pemimpin yang sesuai dengan karaktenya<br />• Kepemimpinan <br />• Pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya<br />C. MASALAH<br /> Makalah ini membahas tentang <br />• Bagaimanakah kepemimpinan itu<br />• Apa saja Ruang lingkup kepemimpinan<br />• Bagai mana menjadi pemimpin<br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini hanya membahas tentang kepemimpinan<br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br />Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.<br />Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan) Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. <br />Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.<br />Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan mendorong institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami sebut dengan softskill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel tersebut dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu: Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision.<br />Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi. <br />Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.<br />Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.<br />Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.<br />Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan) Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu: Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.<br />Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.<br />Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.<br />Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan).<br />Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). <br />Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.<br />Apakah arti kepemimpinan? Menurut sejarah, masa “kepemimpinan” muncul pada abad 18. Ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain: <br />1. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).<br />2. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).<br />3. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).<br />4. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.<br />5. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan <br />Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut. <br />Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:<br />• Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi. <br />• Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.<br />• Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif. <br />• Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain. <br />• Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).<br />• Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya. <br />• Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.<br /><br />Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah :<br />1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.<br />2. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.<br />3. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.<br /><br />Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. <br />Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Coney) sebagai berikut Sebuah buku yang menarik tentang kepemimpinan yang melayani (servant leadership) ditulis oleh Dr. Kenneth Blanchard dan kawan kawan, berjudul Leadership by The Book (LTB). Ken Blanchard adalah juga co-author dari buku-buku manajemen yang sangat laris, seperti The One Minute Manager, Raving Fans, Gung Ho, dan Everyone’s Coach. Buku LTB mengisahkan tentang tiga orang karakter yang mewakili tiga aspek kepemimpinan yang melayani, yaitu seorang pendeta, seorang professor, dan seorang profesional yang sangat berhasil di dunia bisnis. Tiga aspek kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang melayani (servant HANDS).<br />Hati Yang Melayani (Karakter Kepemimpinan) Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. <br />Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu:<br />Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. <br />Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang kita tidak memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan kepentingan publik amat jarang kita temui di republik ini. Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. <br />Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.<br />Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.<br />Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya. <br />Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.<br />BAB III<br />ANALISA<br />KEPEMIMPINAN<br /><br />A. Pengertian Kepemimpinan <br />Kepemimpinan harus diarahkan agar orang-orang mau berkerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi perilaku yang ditimbulkan oleh kepemimpinan itu berupa kesediaan orang-orang untuk saling bekerjasama mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama. Dalam implementasinya kepemimpinan MMT yang berhasil adalah yang mampu menumbuhkan kesadaran orang-orang dalam perguruan tinggi untuk melakukan peningkatan-peningkatan mutu kinerja dan terciptanya kerjasama dalam kelompok-kelompok untuk meningkatkan mutu kinerja masing-masing kelompok maupun kinerja perguruan tinggi secara terpadu. Adanya kerjasama-kerjasama kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan MMT.<br />Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya. Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.<br />Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama (Panji Anogara, Page 23).<br />Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.<br />Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. <br />Kepemimpinan yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan. Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai organisasi.<br /><br /><br />B. Prinsip Kepemimpinan<br />• Seorang yang belajar seumur hidup <br />Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar. <br />• Berorientasi pada pelayanan <br />Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.<br />• Membawa energi yang positif<br />Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;<br />• Percaya pada orang lain<br /> Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.<br />• Keseimbangan dalam kehidupan<br /> Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat. <br />• Melihat kehidupan sebagai tantangan <br /> Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.<br />• Sinergi<br /> Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.<br />• Latihan mengembangkan diri sendiri<br /> Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: (1) pemahaman materi; (2) memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; (3) mengajar materi kepada orang lain; (4) mengaplikasikan prinsip-prinsip; (5) memonitoring hasil; (6) merefleksikan kepada hasil; (7) menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; (8) pemahaman baru; dan (9) kembali menjadi diri sendiri lagi.<br /><br />Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. <br /><br />Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang. <br />Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ).<br /><br /> C. Analisis Perilaku Kepemimpinan<br />Pertanyaan dibawah ini mengarah kepada situasi kerja atau pelaksanaan tugas tertentu yang secara khusus melibatkan seorang pemimpin (yaitu diri anda sendiri), dan seorang atau lebih staf bawahan anda. Permainan latihan analisis perilaku kepemimpinan ini bertujuan untuk memberi umpan balik mengenai gaya kepemimpinan anda selama ini. Permainan ini menyajikan 20 pernyataan dan setiap pernyataan terdapat 4 pilihan kemungkinan tindakan yang akan anda ambil. Untuk menyelesaikan permainan ini ikutilah langkah-langkah dibawah ini dengan <br /><br />D Tujuh Hal Mendasar Yang Perlu Dikuasai Untuk Kepemimpinan Yang Mutu<br /> Manajemen dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu yang pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk membuat organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu kiner-janya, apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan untuk MMT itu memerlukan modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh mendasar yang menyangkut kehidupan organisasinya.<br />1. Organisasi : <br />Mengapa organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa ? Jawaban ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan dari suatu organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke tujuan yang seharusnya.<br />2. V i s i : <br />Akan menjadi organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan ? Orang-orang yang memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang organi-sasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya itu menjadi organisasi yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa apa dan yang bagaimana, serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini seharusnya berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar dapat memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan.<br />3. M i s i : <br />Mengapa kita ada dalam organisasi ini ? Apa tugas yang harus kita lakukan ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan visi tersebut di atas. Bagaimana visi itu akan dapat diwujudkan ? Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh organisasi agar visi atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan. Rumusan tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.<br />4. Nilai-nilai <br />Prinsip-prinsip apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang lain dalam organisasi juga mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin, kepelayanan adalah nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan MMT.<br />5. Kebijakan <br />Ialah rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam organisasi sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan. Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan mutu seperti yang diinginkan oleh organisasi.<br /><br />6. Tujuan-tujuan Organisasi <br />Ialah hal-hal yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek agar memungkinkan orang-orang dalam organisasi memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka. Tujuan-tujuan organisasi itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas.<br />7. Metodologi : <br />Adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam bertindak menuju pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Metodologi ini terbatas pada garis-garis besar yang perlu dilakukan dan bukan detil-detil teknik kerja<br />Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi, sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang diinginkan.<br /><br />E. Kepemimpinan Manajemen<br /> Untuk menerapkan Manajemen dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. Manajemen diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. Manajemen juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu Manajemen memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini.<br />Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap ang-gota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.<br />Kepemimpinan Manajemen tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan. <br />Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.<br />Seorang pimpinan Manajemen selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah organisasi maupun oleh para pe-langgannya.<br />Manajemen selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan Manajemen. Dasarnya adalah pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan organisasi.<br /><br />1. Bertindak proaktif. <br />Pemimpin Manajemen selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan an-tisipatif. Pemimpin Manajemen tidak hanya bertindak reaktif yang mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.<br />2. Memperhatikan sumberdaya manusia. <br />Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan Manajemen dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya. Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi<br />3. Bicara tentang adanya persaingan ketat. <br />Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu menurut Manajemen. Pimpinan dalam Manajemen dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan Manajemen selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain. Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. Manajemen dikembangkan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan Manajemen selalu harus menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya.<br />4. Membina karakter, budaya dan iklim organisasi. <br />Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menimbulkan rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain.<br />5. Kepemimpinan yang tersebar. <br />Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai melalui penerapan Manajemen yang baik dan benar, dan setelah melalui proses pembinaan yang panjang. Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan Manajemen semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua unsur pimpinan.<br /><br />F. Cara Berfikir Kelompok Pimpinan tentang Mutu<br />Dari pengalaman organisasi-organisasi yang telah menerapkan Manajemen dapat ditarik pelajaran bahwa agar organisasi itu berhasil dalam meningkatkan mutu kinerjanya secara terus-menerus diperlukan adanya kelompok pimpinan atau manajemen yang memiliki cara berfikir tentang mutu yang berbeda dengan cara berfikir pimpinan organisasi yang tidak menerapkan MMT. Berikut ini butir-butir yang menggambarkan cara berfikir pimpinan MMT tentang mutu.<br />1. Perbaikan mutu menghemat waktu dan uang. <br />Cara berfikir semacam itu berbeda dengan cara berfikir konvensional yang biasa mengatakan bahwa perbaikan mutu selalu memerlukan uang dan waktu. MMT diterapkan untuk jangka panjang, dan perbaikan mutu tidak untuk sesaat tetapi untuk seterusnya dan selamanya. Perbaikan mutu pada awalnya mungkin memerlukan dana, tetapi tidak selalu harus demikian, sebab untuk mencapai mutu yang lebih baik mungkin diperlukan pelatihan bagi orang-orang tertentu, atau memerlukan perbaikan peralatan dan fasilitas kerja, meski inipin tidak selalu harus demikian. Sesudah investasi awal itu kemudian tidak diperlukan lagi penge-luaran ekstra, bahkan dalam jangka yang agak panjang perbaikan mutu itu malah akan menghasilkan penghematan uang dan waktu. Tujuan utama diterapkannya MMT selain memuaskan pelanggan adalah efisiensi. Ini berarti penghematan dari cara-cara sebelumnya, atau bekerja dengan biaya lebih rendah tetapi dengan hasil yang lebih baik.<br />2. Pekerjaan adalah sistem terpadu dari beberapa proses. <br /> Persepsi semacam ini jelas sangat berbeda dengan cara berfikir kovensional yang melihat pekerjaan tidak sebagai suatu sistem yang terpadu tetapi sebagai rangkaian peristiwa. Jika orang melihat pekerjaan sebagai suatu sistem yang terpadu berarti masih tetap mengakui adanya bagian-bagian dari pekerjaan yang terpisah, namun bagian-bagian itu tetap berkaitan satu dengan lainnya dan memiliki hubungan saling mempengaruhi dan saling bergantung (interdependent). Perguruan tinggi memiliki bagian-bagian atau unit-unit, memiliki banyak jenis pekerjaan dan kegiatan, serta memiliki banyak orang yang bekerja di dalam-nya. Jelas mereka tidak cukup hanya dengan bekerja sendiri-sendiri secara terpisah, tetapi mereka harus bekerjasama, berinteraksi satu sama lain, tolong menolong, saling melayani, sebab hasil akhir dari perguruan tinggi itu adalah totalitas dari pekerjaan semua bagian dan semua orang itu. Bahkan mutu pekerjaan satu bagian sering sangat tergantung pada mutu pekerjaan bagian lain yang merupakan masukan bagi bagian yang pertama. Jadi agar suatu perguruan tinggi bermutu, semua bagian, semua fungsi dan semua pekerjaan perlu diupayakan agar bermutu sebagai satu sistem. Tidak cukup bila hanya salah satu atau beberapa bagian saja yang bermutu. Namun dalam implementasinya bila tidak mungkin meningkatkan semua jenis pekerjaan secara simultan, maka bisa ditempuh cara bertahap, yang dengan cermat dipilih jenis-jenis pekerjaan mana yang secara strategis perlu ditingkatkan mutunya lebih dahulu.<br />3. Pekerjaan betapapun besar dan banyaknya bila tanpa kualitas tidak ada artinya. <br />Ini berarti bahwa kualitas atau mutu pekerjaan lebih penting dari kuantitas atau jumlah. Dalam dunia pendidikan hal itu jelas sekali. Suatu perguruan tinggi memiliki banyak dosen dan mahasiswa tetapi yang pada umumnya tidak bermutu sebenarnya tidak banyak artinya bagi perguruan yang mendambakan perguruan yang bermutu. Pendidikan yang tidak bermutu betapapun banyaknya lulusan yang dikeluarkan kiranya tidak ada artinya bagi kemajuan suatu bangsa dan negara.<br /><br />4. Mutu menyatu dengan cara kerja dari awal. <br />Mutu hasil kinerja yang berupa barang atau jasa adalah hasil dari cara kerja yang diterapkan dalam pekerjaan. Oleh karena itu cara kerja yang berupa prosedur dan proses kerja menjadi sangat penting untuk menghasilkan kinerja yang bermutu. Prosedur dan proses kerja sejak awal hingga akhir perlu dirancang dan ditentukan sedemikian rupa hingga menjamin tercapainya mutu kinerja yang baik seperti yang diinginkan untuk dapat memu-askan semau pelanggannya. Mutu barang atau jasa bukan sekedar hasil dari pemeriksaan pada akhir proses kerja, melainkan menyatu dengan cara kerja dari awal hingga akhir.<br />5. Mutu dapat dicapai melalui pelatihan yang lebih baik bagi karyawan yang telah ada plus kepemimpinan yang bermutu. <br />Salah satu kunci penting untuk keberhasilan meningkatkan mutu secara berkelanjutan adalah pelatihan yang relevan dan efektif. Semua karyawan dapat diharapkan meningkatkan mutu kinerjanya bila telah mendapatkan pelatihan yang tepat, demikian pula semua pemimpin dapat memimpin penyelenggaraan MMT dengan berhasil bila mendapatkan pelatihan un-tuk itu. Cara berfikir semacam itu berbeda dengan cara berfikir konvensional yang mengatakan bah-wa untuk mendapatkan mutu perlu (perekrutan) karyawan yang lebih baik. <br />6. Mutu yang cukup hanyalah bila semua pekerjaan menghasilkan yang terbaik. <br />Mutu se-macam itu memang tidak mungkin dicapai dengan sekali usaha tetapi melalui usaha yang terus menerus yang setiap kali diusahakan bisa mencapai perbaikan sedikit demi sedikit, yang dalam jangka yang agak panjang akan bisa mencapai mutu yang sempurna. Inipun pada waktunya dapat disempurnakan lagi sehingga sebenarnya usaha perbaikan mutu tidak pernah ada akhirnya. Mutu memang tidak berbatas, selalu dapat ditingkatkan. Pimpinan konvensional berfikir kalau 90% peker-jaan sudah baik adalah sudah cukup. Di bidang pendidikan dan akademis standar mutu itu jelas selalu bergerak ke atas dan harus selalu dikejar. Jadi jangan pernah berhenti berusaha meningkatkan mutu kinerja.<br /><br />7. Mutu berarti perbaikan yang berkelanjutan. <br /> Ini adalah cara berfikir sebagai kelanjutan dan konsekuensi pemikiran tersebut pada butir ke-6 di atas. Ini berbeda dengan konsep management by objective yang mengartikan mutu sebagai pencapaian tujuan yang ditentukan sebelumnya. Kedua cara berfikir itu tidak perlu dianggap berbeda bila pekerjaan dibagi-bagi menjadi beberapa tahapan dan untuk setiap tahap ditentukan tujuannya yang selalu meningkat dari awal sampai akhir.<br />8. Para pemasok adalah mitra kerja. <br />Pekerjaan dalam suatu organisasi selalu bersifat mengolah atau memroses masukan (barang, jasa dan/atau orang) yang dipasok oleh orang lain. Mutu kinerja organisasi itu dipengaruhi oleh mutu masukannya. Kalau organisasi itu memperlakukan para pemasok sebagai mitra kerjanya, ia dapat mengharap mendapatkan mutu pasokan (masukan) yang baik. Sebaliknya bila pemasok itu diperlakukan sebagai pesaingnya atau lawan usahanya, maka para pemasok itu sulit diharapkan mau memasok masukan yang bermutu. Jadi tidak benar bahwa mutu kinerja itu tidak ada kaitannya dengan pemasok. Dalam bidang pendidikan tinggi, mahasiswa adalah masukan yang dipasok oleh lembaga-lembaga pendidikan menengah. Sudahkah perguruan tinggi memperlakukan sekolah-sekolah menengah itu sebagai mitra kerjanya?<br />9. Pelanggan adalah bagian integral dari organisasi. <br />Mengapa demikian ? Karena sejak awal pekerjaan organisasi itu direncanakan antara lain dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebu-tuhan dan harapan-harapan pelanggan. Jadi para pelanggan (eksternal) itu sejak awal diharapkan memberi masukan kepada organisasi, dan karena itulah mereka dikatakan merupakan bagian integral dari organisasi. Tanpa memper-timbangkan kebutuhan dan harapan para pelanggan, tidak pernah diketahui apakah hasil kerja itu akan bisa memuaskan pelanggan atau tidak. Jadi agar organisasi dapat merencanakan kerja yang bermutu perlu para pimpinan organisasi itu melihat para pelanggan sebagai bagian integral dari organisasi, dan bukan sebagai orang-orang luar yang akan ditawari produk kerja organisasi.<br /> Cara berfikir seperti digambarkan pada sembilan butir di atas sangat perlu untuk diadopsi oleh para pimpinan yang organisasinya menerapkan Manajemen untuk selalu bisa menggerakkan orang-orang dan organisasinya meningkatkan mutu kerjanya secara berkelanjutan. Cara berfikir tentang mutu semacam itu akan menjadi bagian dari kepribadian pemimpin yang mendambakan mutu. <br /><br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN <br />A. KESIMPULAN<br /> Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya. <br /> Untuk menerapkan Manajemen dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. Manajemen diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. Manajemen juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu Manajemen memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini.<br /><br /><br />B. SARAN<br /> Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan pada prinsip-prinsip belajar seumur hidup, berorientasi pada pelayanan dan membawa energi positif. Maka untuk menjadi seorang pemimpin haruslah mempunyai pengetahuan dan jiwa pemimpin <br /><br /><br /><br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br /><br />A. Kritik<br /><br />-Dosen <br /><br /> Bapak mengajar dengan baik, dan materi yang bapak sampaikan tidak terlalu panjang sehingga mudah dipahami.<br /><br />-Fakultas<br /> Setiap habis semeteran pasti nilainya lama sekali keluar, kadang sampai masuk kuliah jadi mahasiswa bingung mau ambil mata kuliah apa karena belum tau SKS dapat berapa.<br /><br />-Universitas<br /> Setiap mau registrasi, Mahasiswa pasti pada ngantri.<br /><br /><br />B. Saran<br /><br />-Dosen<br />(tidak ada)<br /><br />-Fakultas<br /> Jangan memperlambat keluarnya nilai karena akan mempersulit Mahasiswa.<br /><br />-Universitas<br /> Coba tempat registrasi diperbanyak supaya Mahasiswa tidak ngantri lagi kalau mau bayaran.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />James K. Van Fleet, 1973, 22 Kepemimpinan, Jakarta:Mitra Usaha<br />Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br />W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional BooksKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-44335353537179717172010-07-26T07:20:00.000-07:002010-07-26T07:22:24.465-07:00MANAJEMEN SEKOLAHBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. LATAR BELAKANG<br />Manajemen sekolah merupakan faktor yang terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi tamatan (out put), oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus berpikir “sistem” artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah komponen-komponen terkait seperti: guru-guru, staff TU, Orang tua siswa/Masyarakat, Pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.<br />Tantangan lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketinggalan artinya kompetisi dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama dari Sekolah Menengah Kejuruan dimana tamatan telah memperoleh bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai tenaga professional tingkat menengah hal ini sesuai dengan tuntunan Kurikulum SMK 2004. <br />Tantangan ini akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada pencapaian sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan Terapkan fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti: PerencanaanPengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian terhadap semua program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi kegagalan.<br /><br /><br />B. MASALAH<br /><br />• Bagai manakah manajemen pendidikan sekolah ?<br />• Apa makna dari manajemen pendidikan sekolah. ?<br />• Apa sajakah ruang limgkup manajemen sekolah ?<br /><br />C. TUJUAN<br /> Tujuan pembahasan makalah ini untuk mengetahui apasaja ruang lingkup dari manajemen pendidikan sekolah<br /> <br />D. BATASAN MASALAH<br />Berdasarkan platabelakang masalah maka makalah ini hanya membahas tentang<br />manajemen pendidikan sekola<br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br />A. Pengertian Manajemen Sekolah<br />Dalam konteks pendidikan, memang masih ditemukan kontroversi dan inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen. Di satu pihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen, sehingga dikenal dengan istilah manajemen pendidikan. Di lain pihak, tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi sehingga dikenal istilah adminitrasi pendidikan. Dalam studi ini, penulis cenderung untuk mengidentikkan keduanya, sehingga kedua istilah ini dapat digunakan dengan makna yang sama.<br />Selanjutnya, di bawah ini akan disampaikan beberapa pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli. Dari Kathryn . M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A.M. Kadarman SJ dan Jusuf Udaya (1995) memberikan rumusan bahwa :<br />“Manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan – tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan (planning), mengorganisasi (organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling). Dengan demikian, manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan”.<br />Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa:<br />“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan”.<br />Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori (1980) memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”. Sementara itu, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan bahwa “administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”.<br />Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang beragam, baik yang bersifat umum maupun khusus tentang kependidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan, bahwa : (1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan; (2) manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya; dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu.<br />B. Fungsi Manajemen<br />Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan. Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan-tindakan yang mengacu kepada fungsi-fungsi manajamen. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:<br />Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :<br />(1) planning (perencanaan);<br />(2) organizing (pengorganisasian);<br />(3) actuating (pelaksanaan); dan<br />(4) controlling (pengawasan).<br />Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :<br />(1) planning (perencanaan);<br />(2) organizing (pengorganisasian);<br />(3) commanding (pengaturan);<br />(4) coordinating (pengkoordinasian); dan<br />(5) controlling (pengawasan).<br />Sementara itu, Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup :<br />(1) planning (perencanaan);<br />(2) organizing (pengorganisasian);<br />(3) staffing (penentuan staf);<br />(4) directing (pengarahan); dan<br />(5) controlling (pengawasan).<br />Selanjutnya, L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu :<br />(1) planning (perencanaan);<br />(2) organizing (pengorganisasian);<br />(3) staffing (penentuan staf);<br />(4) directing (pengarahan);<br />(5) coordinating (pengkoordinasian);<br />(6) reporting (pelaporan); dan<br />(7) budgeting (penganggaran).<br /><br />Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi : <br />1. Perencanaan (planning)<br />Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa :<br />“ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”<br />Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan: <br />• Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan; <br />• Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama; <br />• Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran; <br />• Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat; <br />• Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi; <br />• Memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi<br />• Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami; <br />• Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan <br />• Menghemat waktu, usaha dan dana.<br />Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :<br />1. Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) menggunakan kata-kata yang sederhana, (b) mempunyai sifat fleksibel, (c) mempunyai sifat stabilitas, (d) ada dalam perimbangan sumber daya, dan (e) meliputi semua tindakan yang diperlukan.<br />2. Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.<br />3. Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.<br />Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu : <br />• Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan; <br />• Merumuskan keadaan saat ini; <br />• Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan; <br />• Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan<br />Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : (1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang, (2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan (3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.<br /><br />Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.<br />Pada bagian lain, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:<br />1. Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian perusahaan.<br />2. Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.<br />3. Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi perusahaan.<br />Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.<br />2. Pengorganisasian (organizing)<br />Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa : “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.<br />Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”.<br />Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.<br />Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.<br /><br />Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.<br />3. Pelaksanaan (actuating)<br />Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi<br />Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.<br />Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.<br />Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.<br />4. Pengawasan (controlling)<br />Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”.<br />Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa : “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”<br />Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.<br />Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu : <br />• Penetapan standar pelaksanaan; <br />• Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; <br />• Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata; <br />• Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan <br />• Pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.<br />Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.<br />Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.<br />Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.<br />C. Bidang Kegiatan Pendidikan<br />Berbicara tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen pendidikan. Ngalim Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu :<br />1. Administrasi material, yaitu kegiatan yang menyangkut bidang-bidang materi/ benda-benda, seperti ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat perlengkapan sekolah dan lain-lain.<br />2. Administrasi personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan pegawai sekolah, juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan dan supervisi atau kepengawasan memegang peranan yang sangat penting.<br />3. Administrasi kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan sylabus atau rencana pengajaran tahunan, persiapan harian dan mingguan dan sebagainya.<br />Hal serupa dikemukakan pula oleh M. Rifa’i (1980) bahwa bidang-bidang administrasi pendidikan terdiri dari :<br />1. Bidang kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan cara mengajar, evaluasi dan sebagainya.<br />2. Bidang personil, yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar, dan personil lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.<br />3. Bidang alat dan keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan siatuasi belajar mengajar dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik-baiknya.<br />Sementara itu, Thomas J. Sergiovani sebagimana dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2002) mengemukakan delapan bidang administrasi pendidikan, mencakup : (1) instruction and curriculum development; (2) pupil personnel; (3) community school leadership; (4) staff personnel; (5) school plant; (6) school trasportation; (7) organization and structure dan (8) School finance and business management.<br />Di lain pihak, Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan Manajemen Sekolah, yang didalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan manajemen pendidikan, meliputi: (1) manajemen kurikulum; (2) manajemen personalia; (3) manajemen kesiswaan; (4) manajemen keuangan; (5) manajemen perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.<br />Dari beberapa pendapat di atas, agaknya yang perlu digarisbawahi yaitu mengenai bidang administrasi pendidikan yang dikemukakan oleh Thomas J. Sergiovani. Dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, pandangan Thomas J. Sergiovani kiranya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, terutama dalam bidang school transportation dan business management. Dengan alasan tertentu, kebijakan umum pendidikan nasional belum dapat menjangkau ke arah sana. Kendati demikian, dalam kerangka peningkatkan mutu pendidikan, ke depannya pemikiran ini sangat menarik untuk diterapkan menjadi kebijakan pendidikan di Indonesia.<br /><br />BAB III<br />PANALISA <br />MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH<br />Merujuk kepada kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas dalam buku Panduan Manajemen Sekolah, berikut ini akan diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah, yang mencakup :<br />A. Manajemen kurikulum<br />Manajemen kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru untuk menyusun dan terus menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan manajemen kurikulum di sekolah dilakukan melalui empat tahap : <br />• Perencanaan; <br />• Pengorganisasian dan koordinasi; <br />• Pelaksanaan; dan <br />• Pengendalian.<br />Dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006) mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum yang terdiri dari empat tahap :<br />1. Tahap perencanaan; meliputi langkah-langkah sebagai : (1) analisis kebutuhan; (2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis; (3) menentukan disain kurikulum; dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian.<br />2. Tahap pengembangan; meliputi langkah-langkah : (1) perumusan rasional atau dasar pemikiran; (2) perumusan visi, misi, dan tujuan; (3) penentuan struktur dan isi program; (4) pemilihan dan pengorganisasian materi; (5) pengorganisasian kegiatan pembelajaran; (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar; dan (7) penentuan cara mengukur hasil belajar.<br />3. Tahap implementasi atau pelaksanaan; meliputi langkah-langkah: (1) penyusunan rencana dan program pembelajaran (Silabus, RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran); (2) penjabaran materi (kedalaman dan keluasan); (3) penentuan strategi dan metode pembelajaran; (4) penyediaan sumber, alat, dan sarana pembelajaran; (5) penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar; dan (6) setting lingkungan pembelajaran<br />4. Tahap penilaian; terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun sumatif. Penilailain kurikulum dapat mencakup Konteks, input, proses, produk (CIPP) : Penilaian konteks: memfokuskan pada pendekatan sistem dan tujuan, kondisi aktual, masalah-masalah dan peluang. Penilaian Input: memfokuskan pada kemampuan sistem, strategi pencapaian tujuan, implementasi design dan cost benefit dari rancangan. Penilaian proses memiliki fokus yaitu pada penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program. Penilaian product berfokus pada mengukur pencapaian proses dan pada akhir program (identik dengan evaluasi sumatif)<br />B. Manajemen Kesiswaan<br />Dalam manajemen kesiswaan terdapat empat prinsip dasar, yaitu : <br />1. Siswa harus diperlakukan sebagai subyek dan bukan obyek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka; <br />2. Kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal; <br />3. Siswa hanya termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan; dan<br />4. Pengembangan potensi siswa tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan psikomotor.<br />C. Manajemen personalia<br />Terdapat empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu : <br />1. dalam mengembangkan sekolah, sumber daya manusia adalah komponen paling berharga; <br />2. Sumber daya manusia akan berperan secara optimal jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tujuan institusional; <br />3. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah; dan <br />4. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap warga dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.<br />Disamping faktor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam manajamen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil di sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil sekolah menjadi mutlak diperlukan.<br />D. Manajemen keuangan<br />Manajemen keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola dana, pengelolaan keuangan dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara mengadministrasikan dana sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian serta pemeriksaan.<br />Inti dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu, disamping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu diperhatikan faktor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan baik yang bersumber pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.<br />E. Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah<br />Manajemen perawatan preventif sarana dan prasana sekolah merupakan tindakan yang dilakukan secara periodik dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan pra sarana sekolah.<br />Dalam manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara pembentukan tim pelaksana, membuat daftar sarana dan pra saran, menyiapkan jadwal kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka meningkatkan kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah.<br />Sedangkan untuk pelaksanaannya dilakukan : pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan ke lokasi tempat sarana dan prasarana, menyebarluaskan informasi tentang program perawatan preventif untuk seluruh warga sekolah, dan membuat program lomba perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah untuk memotivasi warga sekolah.<br />F. Manajemen Kinerja Guru<br />Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal (2001) dalam bukunya Performance Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.<br />Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai : sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.<br />Dari ungkapan di atas, maka manajemen kinerja guru terutama berkaitan erat dengan tugas kepala sekolah untuk selalu melakukan komunikasi yang berkesinambungan, melalui jalinan kemitraan dengan seluruh guru di sekolahnya. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :<br />Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para guru.<br />1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.melakukan pekerjaan dengan baik”<br />2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.<br />3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.<br />4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.<br />Selanjutnya, Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi kinerja.<br />Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.<br />Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala sekolah dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja, hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala sekolah dapat membantu guru. Arti pentingnya terletak pada kemampuannya mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan sebelum itu menjadi besar.<br />Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “ Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode tertentu ?”. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi kita untuk menghindari dua perangkap. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”. Kedua, tiada satu pun taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan mengapa. Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih lanjut.<br />Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson (2000) memberikan gambaran tentang proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja, yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.<br />Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan,– di mana guru dibimbing dan dikembangkan – mendorong atau mengarahkan upaya mereka melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan. Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan, siklus terus berulang, dan guru, kepala sekolah, dan staf administrasi , serta organisasi terus belajar dan tumbuh.<br />Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya lagi. Semua dari ketiga fase Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti Pembinaan, dan akhirnya Evaluasi.<br />Dengan tidak bermaksud mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan atau komunikasi kinerja. Di bawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru. Bahwa agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan terhadap kinerja sekolah secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja guru. Dalam hal ini, Ronald T.C. Boyd (2002) mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain untuk melayani dua tujuan, yaitu : <br />1. Untuk mengukur kompetensi guru dan <br />2. Mendukung pengembangan profesional. <br />Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan balik untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta mendapatkan konseling dari kepala sekolah, pengawas pendidkan atau guru lainnya untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.<br />Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator (baca: kepala sekolah atau pengawas sekolah) terlebih dahulu harus menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar hendaknya dikaitkan dengan : <br />1. Keterampilan-keterampilan dalam mengajar; <br />2. Bersifat seobyektif mungkin; <br />3. Komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan <br />4. Dikaitkan dengan pengembangan profesional guru .<br />Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :<br />1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities). Ini merupakan bentuk umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru. Tujuan observasi kelas adalah untuk memperoleh gambaran secara representatif tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini, evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable)<br />2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan – catatan dalam kelas. Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-tujuan pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-tugas merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).<br />3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi. Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti : siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian kompetensi, pada umumnya yang bertindak sebagai evaluator adalah kepala sekolah dan pengawas.<br />Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan kelemahannya. <br />Dalam hal ini, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator : <br />• Penyampaian umpan balik dilakukan secara positif dan bijak; <br />• Penyampaian gagasan dan mendorong untuk terjadinya perubahan pada guru;<br />• menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan-tujuan evaluasi; <br />• Menjaga keseimbangan antara pujian dan kritik; <br />• Memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak berlebihan.<br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />A. KESIMPULAN<br />Berdasarkan makalah diatas dapt disimpulkan beberapa kesimpulan:<br />a. Perekat organisasi pendidikan adalah kepercayaan pimpinan kepada bawahan, keakraban/kebersamaan, dan kejujuran dan tanggung jawab. <br />b. Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, agar pengaruh yang timbul dapat meningkatkan kinerja personil secara optimal. Maka pemimpin harus memiliki wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan gaya kepemimpinan <br />c. Kemampuan pemimpin dalam memerankan gaya kepemimpinan yang bertumpu kepada partisipasi aktif semua personil sekolah akan memunculkan keberhasilan seorang pemimpin<br />d. Bahwa tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.<br />e. Budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya. <br />f. Pemimpin harus memiliki pemahaman tentang konsep sistem (berpikir secara sistematik) dalam memahami suatu sekolah sebagai suatu kesatuan yang utuh.<br />g. Pemimpin harus memahami wawasan jauh kedepan agar tantangan masadepan telah menjadi program dalam penyelenggaraan pendidikan. <br />h. Konsentrasi pemimpin terhadap kinerja personil pada akhirnya sasaran yang hendak dicapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai dan pada khususnya menghasilkan tamatan yang berkualitas. <br /><br />B. Saran-Saran <br />• Seorang kepala sekolah, di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan seluruh substansi kegiatan pendidikan.<br />• Kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan: <br />a. Menjabarkan sumber daya sekolah untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar, <br />b. Kepala administrasi, <br />c. Sebagai manajer perencanaan dan pemimpin pengajaran, dan <br />d. Mempunyai tugas untuk mengatur, mengorganisir dan memimpin keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pendidikan di sekolah<br /><br />BAB V<br /><br />Kritik dan Saran<br /><br /><br />A. Kritik<br /><br />- dosen<br />• Bapak merokok.<br /><br />- Fakultas<br />• Dosennya banyak yang sudah lanjut usia, kasihan mau naik gedung tinggi-tinggi.<br /><br />- Universitas<br />• Terlalu banyak menerima mahasiswa, dan tidak terlalu memperhatikan mutu pendidikan.<br /><br />B. Saran<br /><br />- dosen<br />• Tolong kurangi merokoknya.<br /><br />- Fakultas<br />• Dosen-dosen yang sudah lanjut usia jangan disuruh ngajar di lantai atas.<br /><br />-Universitas<br />• Tolong mutu pendidikan universitas kita harus lebih diperhatikan lagi.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Bacal, Robert. 2001. Performance Management. Terj.Surya Darma dan Yanuar Irawan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.<br />Akhmad Sudrajat, M.Pd. adalah staf pengajar pada Program Studi PE-AP FKIP-UNIKU dan Pengawas Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan<br />www. Kepemimpinan sekolah.comKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-87360276819006485972010-07-26T07:19:00.000-07:002010-07-26T07:21:17.972-07:00MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINANBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. Latar belakang<br />Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuna ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Manajer/Pemimpin adalah seorang yang karena pengalaman, pengetahuan, dan keterampilannya diakui oleh organisasi untuk memimpin, mengatur, mengelola, mengendalikan dan mengembangkan kegiatan organisasi dalam rangka mencapai tujuan.<br />Para manajer akan memikirkan cara-cara, alat-alat, metoda yang paling efektif untuk membuka hutan itu. Mungkin mereka akan memakai gergaji listrik, mungkin memakai gergaji panjang karena medannya sulit, atau bahkan mereka akan melingkar untuk mencari celah agar mudah membuka bagian hutan itu.Bisakah sekarang anda membedakan fungsi manajemen dan kepemimpinan? Kepemimpinan adalah yang menentukan arah, sedangkan manajemen berusaha untuk mewujudkan agar arah tadi bisa tercapai<br />Manajemen dan kepemimpinan, sebenarnya apa perbedaan mendasar kedua istilah itu? Dua kata itu, manajemen dan kepemimpinan sangat sering kita dengar. Kadang kata itu sering kita persamakan artinya. Ketika kita melihat perusahaan yang sangat berkembang kita sering mengatakan, “manajemen di sana baik.” Kadang kita berkata, namun kata manajemen begitu melanda dalam kehidupan sehari-hari. <br />Ketika anda ingin mengkritik sebuah universitas yang prestasinya buruk, anda mengatakan "manajemen universitas itu tidak cakap." Ketika anda bicara pengelolaan pajak yang amburadul, anda mengatakan, "manajemen pajak di negeri kita payah." Saat ini kita memang hidup penuh dengan berondongan istilah yang macam-macam, yang semuanya terkait dengan manajemen.. Benchmarking, balance score card, intrapreneuring, empowerment, business process reengineering, dan istilah-istilah aneh-aneh (tapi pasti Inggris) begitu melanda organisasi kita.Celakanya, kita sering begitu “gagah” menggunakan kata-kata asing itu. Daripada bilang pemberdayaan, kita lebih mantap bicara empowerment. Daripada bicara hubungan pelanggan yang akrab, kita katakan customer intimacy, atau malah sekadar customer relationship. <br />Namun ada fenomena menarik, walau kita sering mengucapkan berbagai istilah manajemen, kita malah sering tidak tahu arti persis dari kata-kata itu. Seringkali pula istilah manajemen itu kita dengar dari orang lain, karena terasa gagah, kata itu kemudian menjadi “kosa kata” kita sehari-hari tanpa kita pernah tahu dari literatur mana sumber istilah manajemen itu.Ketika kita makin berakrab-akrab dengan berbagai istilah itu, agar “membumi” kita ganti istilah itu menjadi bahasa Indonesia. <br /><br />B. TUJUAN<br />Membahas tentang<br />• Seorang pemimpin yang sesuai dengan karaktenya<br />• Pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya<br />• Memahami tentang Manajemen<br />• Mengetahui bagian-bagian Manajemen dan kepemimpinan<br />• <br />C. MASALAH<br /> Makalah ini membahas tentang <br />• Bagaimanakah kepemimpinan itu<br />• Apa saja Ruang lingkup kepemimpina<br />• Bagai manaka sebenarnya Mengidentifikasi manajemen.<br />• Apakah makna dari manajemen. <br />• Bagaimana mengenal bahwa perkembangan manajemen sangat berguna <br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini hanya membahas tentang manajemen dan kepemimpinan <br /><br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br />A. Manajemen<br />Pengguna bahasa Inggris biasa menggunakan istilah "management" atau "the managment" sebagai kata kolektif mendeskripsikan organisasi, sebagai contoh ialah korporasi. Bidang pelajaran manajemen berkembang dari kondisi ekonomi di abad ke-19. Pelaku Ekonomi klasik seperti Adam Smith dan John Stuart Mill memberikan teori alokasi sumber daya, produksi dan penetapan harga. Pada saat yang hampir bersamaan, penemu seperti Eli Whitney, James Watt, dan Matthew Boulton mengembangkan teknik produksi seperti standarisasi, prosedur kontrol kualitas, akuntansi biaya, penukaran bahan, dan perencanaan kerja.<br />Pada pertengahan abad 19, Robert Owen, Henry Poor, dan M. Laughlin dan lain-lain memperkenalkan elemen manusia dengan teori pelatihan, motivasi, struktur organisasi dan kontrol pengembangan pekerja.<br />Pada akhir abad 19, Pelaku ekonomi marginal Alfred Marshall dan Leon Walras dan lainnya memperkenalkan lapisan baru yang kompleks ke teori manajemen. Pada 1900an manajer mencoba mengganti teori mereka secara keseleruhan berdasarkan sains. Seperti Henry Fayol dan Alexander Church menjelaskan beberapa cabang dalam manajemen dan hubungan satu sama lain.<br />Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.<br />H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik statistika ke dalam manajemen. Pada tahun 1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori statistika dengan teori mikroekonomi dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi.<br /><br />William Stewart, (Carter-Scott, 1994) seorang alumnus the Naval Academy yang merupakan veteran perang Vietnam ikut berpendapat tentang manajemen dengan mengatakan, “Ada perbedaan keahlian yang dituntut di dunia militer. Ketika keadaan damai, misalnya, anda akan sukses jika anda tahu bagaimana menerapkan manajemen. Namun ketika perang, anda hanya akan sukses jika anda mampu memimpin. <br />Keahlian manajemen anda yang efektif, tidak terlalu bisa anda terapkan dalam perang. Yang diperlukan adalah kemampuan memimpin.” Sekarang ini Steward sudah menjadi pengacara yang sukses di Amerika Serikat. Ketika anda belajar manajemen, anda selalu teringat oleh Henry Fayol. Ia, di tahun 1916 memperkenalkan konsep manajemen yang berupa merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan, dan mengawasi. Ketika ada orang bertanya kepadanya, apa tugas dari seorang dirut? POSDCORB jawabnya. Itu adalah kepanjangan dari planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting. Ia mengemukakan istilah itu di tahun 1930. Akronim manajemen itu ringkas dan mudah diingat. <br /><br />B. Kepemimpinan<br />Dalam perkembangan pemikiran saat ini, kepemimpinan dipahami dengan cara yang sangat berbeda. Ada beberapa perspektif yang berkaitan dengan pemahaman tentang kepemimpinan. <br />1. Berkaitan dengan orang-orang. <br />Sebenarnya kepemimpinan tidak hanya berkaitan dengan mengatur kegiatan menjadi tepat waktu, hasil dari sebuah kegiatan maksimal, tapi gersang akan ketelibatan dan kepedulian masyarakat setempat. Yang mendasar dari sebuah kepemimpinan adalah seni untuk merapatkan barisan dan menjadikan setiap komponen produktif dengan menumbuhkan motivasi setiap individu yang bergabung dan terlibat dalam kegiatan. Memiliki semangat untuk menjalankan aktivitas, menemukan kebahagian di dalamnya sekaligus menyumbang untuk keseluruhan, membantu orang-orang untuk bertanggung jawab dengan pekerjaanya, serta menemukan makna dari sebuah kegiatan.<br />2. Berkaitan dengan motivasi internal. <br />Kepemimpinan tidak ditentukan oleh perintah atau kontrol dari luar diri kita, melainkan ditentukan oleh motivasi dari dalam diri yang sungguh-sunguh memberikan dorongan dan kekuatan yang besar. Ketika motivasi yang lebih internal dan mendalam itu memimpin setiap diri anggota BKM saat menjalankan amanah, dengan sendirinya kepuasan dan produktivitas akan tumbuh sebagaimana daun dan bunga, yang selanjutnya menjadi buah pada tanaman dan bertumbuh mengikuti daya hidup yang menjalar dari kedalaman akar. <br />3. Berkaitan dengan meraih kesempurnaan dan menerima kekurangan. <br />Di antara kita tidak satupun yang sempurna. Kita semua memiliki keinginan untuk meraih keberhasilan, mencapai mewujudkan visi kita, namun lebih sering kita mengalami kegagalan. Itulah yang secara riil dialami banyak orang. Oleh karena itu, BKM sebagai lembaga yang punya kepemimpinan kolektif harus berani membuka semua kegagalan dan permasalahan dalam merealisasikan kegiatan dalam rapat-rapat reguler BKM. Hanya dengan keberanian menerima kegagalan untuk bangkit dan memulai lagi ketika keberhasilan belum tercapai, sebuah keberhasilan program dalam merealisasikan visi akan diraih. <br />4. Berkaitan dengan kepercayaan diri. <br />Agar secara sadar dapat memilih untuk berubah, dibutuhkan keyakinan bahwa segala sesuatu dapat berubah ke arah yang lebih baik. Kita memang berada dalam waktu yang tidak menjamin kepastian. Banyak orang yang merasa takut untuk memegang amanah, mengekspresikan diri dan mengemukakan pandangan-pandangan diri. Untuk dapat yakin pada diri sendiri membutuhkan kerja keras untuk membangun keyakinan diri. Tanpa keyakinan diri, kita tidak akan mampu mengambil pilihan, melakukan hal yang berbeda dengan orang lain, malah lebih memilih menunggu perintah. Hanya BKM yang percaya diri dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.<br />5. Berkaitan dengan menciptakan harapan. <br />Yang disebut pemimpin adalah mereka yang dapat mengawal perubahan dari diri orang lain, bahkan pada saat-saat tersulit. Pemimpin seperti ini akan mampu menemukan cara untuk menumbuhkan harapan, memberikan inspirasi, menunjukkan perhatian dan kepedulian, serta membantu menemukan kembali dasar rasa kepercayaan diri dari masyarakat yang mulai hilang.<br />Selain kelima hal di atas, tak kalah penting adalah visi sebagai dasar kepemimpinan kolektif BKM. Karena, tanpa visi yang disepakati dan menginternalisasi dalam setiap individu yang bergabung dalam BKM, mustahil keberhasilan program akan tercapai, sebab mereka belum sepakat tentang masa depan yang diinginkan. Apalagi jika tema sentral visi BKM jelas tentang penanggulangan kemiskinan. <br />Bertitik tolak dari pemikiran membangun kebiasaan yang produktif secara terus menerus untuk meningkatkan penguasaan ilmu, keterampilan dan niat sebagai alat untuk membangun wawasan dan imajinasi sehingga ia mampu menggerakkan kekuatan berpikir untuk mewujudkan “kekuatan kepemimpinan” dalam bentuk menggelorakan jiwa besar kepemimpinan kedalam : Apa yang anda pikirkan ; Apa arti keberadaan anda : Apa arti kekuatan satu pemikiran dalam kebersamaan visi anda ; Apa arti menempa watak keteladanan anda ; Apa arti mental yang sehat dalam kepribadian anda.<br />Jadi dengan penguasaan prinsip-prinsip kepemimpinan yang kita sebutkan diatas, diharapkan dapat menjadi dorongan kesiapan diri kedalam kebesaran jiwa kepemmpinan, anda akan menjawab bagaimana sebaiknya anda berperan dalam mewujudkan kekuatan pikiran anda mempengaruhi orang-orang yang ada disekelilingmu dengan membuat satu pertanyaan yang tidak mudah dijawab yaitu : Apakah saya berperan untuk mengembangkan calon Pemimpin ? ; Mengapa anda harus melahirkan pemimpin ? ; Dimana keberadaan potensi itu ada menurut pemimpin ? ; Kapan calon mengetahui bahwa ia dipersiapkan oleh pemimpin ? ; Bagaimana melaksanakan peran tersebut oleh pemimpin ?<br /><br />BAB III<br />ANALISA<br />MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN<br /><br />A. PROSES MANAJEMEN<br />Proses manajemen {utama|Proses manajemen}} Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.<br />Planning Kegiatan seorang manajer adalah menyusun rencana. Menyusun rencana berarti memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Agar dapat membuat rencana secara teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai petunjuk langkah-langkah selanjutnya.<br />Organizing Berarti menciptakan suatu struktur organisasi dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan antarbagian-bagian satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan struktur tersebut.<br />Pengorganisasian Bertujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Selain itu, mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.<br />Actuating Adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).<br />Controlling Adalah proses pengawasan performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar. an mengevaluasinya<br />B.. SARANA MANAJEMEN<br />Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.<br />a. Man (SDM) <br />Dalam manajemen, faktor adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.<br />b. Money (uang) <br />merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.<br />c. Materials (bahan) <br />Materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.<br />d. Machines (mesin) <br />Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan akan membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.<br /><br />e. Methods (metode) <br />Dalam pelaksanaan diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.<br />f. Market (pasar) <br />Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan dalam arti menyebarkan merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.<br />K. Etika manajerial<br />Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul Business mengklasifikasikan etika manajerial ke dalam tiga kategori:<br />1. Perilaku terhadap karyawan <br />Kategori ini meliputi aspek perekrutan, pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Perilaku yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori ini misalnya mengurangi upah pekerja karena tahu pekerja itu tidak bisa mengeluh lantaran takut kehilangan pekerjaannya.<br /><br /><br />2. Perilaku terhadap organisasi <br />Permasalahan etika juga terjadi dalam hubungan pekerja dengan organisasinya. masalah yang terjadi terutama menyangkut tentang kejujuran, konflik kepentingan, dan kerahasiaan. Masalah kejujuran yang sering terjadi di antaranya menggelembungkan anggaran atau mencuri barang milik perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang individu melakukan tindakan untuk menguntungkan diri sendiri, namun merugikan atasannya. Misalnya, menerima suap Sementara itu, masalah pelanggaran etika yang berhubungan dengan kerahasiaan di antaranya menjual atau membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak lain.<br />3. Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya <br />Seorang manajer juga harus menjalankan etika ketika berhubungan dengan agen-agen ekonomi lain seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, distributor, dan serikat buruh.<br /><br />C. PRINSIP DASAR MANAJEMEN<br />Berdasarkan studi literatur yang saya lakukan terhadap sejumlah buku, artikel, makalah, dan sumber-sumber literatur lainnya, maka manajemen kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti kaidah-kaidah berikut ini.<br />Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan pada organisasi pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semuanya harus terukur secara kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target atau belum. Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja, biasanya tidak bisa diharapkan mampu mencapai kinerja yang memuaskan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).<br />Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead). <br />Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata, melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan di masa yang akan datang (continuous improvements).<br />Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu <br />• Perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja, lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, lalu <br />• Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan terakhir <br />• Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba kuantitatif.<br /><br />Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.<br />Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang menggunakannya di berbagai organisasi.<br />Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut. <br />Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.<br />Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan. <br />Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.<br /><br />D. PRISIP DASAR MANAJEMEN KINERJA<br />Berdasarkan studi literatur yang saya lakukan terhadap sejumlah buku, artikel, makalah, dan sumber-sumber literatur lainnya, maka manajemen kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti kaidah-kaidah berikut ini.<br />Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja ukuran ini harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah berbagai aspek finansial seperti laba, pertumbuhan penjualan, lalu indikator pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Sedangkan pada organisasi pemerintahan seperti POLRI, maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. <br />Semuanya harus terukur secara kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target atau belum. Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja, biasanya tidak bisa diharapkan mampu mencapai kinerja yang memuaskan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).<br /><br />Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai, baik sasaran pancapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja, yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead). <br />Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata, melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan di masa yang akan datang (continuous improvements).<br />Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu <br />• perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja, lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, lalu <br />• pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru, maka lakukanlah perubahan tersebut, dan terakhir<br />• evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba kuantitatif.<br /><br /><br />Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.<br />Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat yang ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang menggunakannya di berbagai organisasi.<br />Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut. <br />Bayangkan jika semua orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.<br />Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja, rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal yang spesifik terhadap pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi.<br /><br /><br />E. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN <br />Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama .<br />Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.<br />Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. <br />Kepemimpinan yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan. Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai organisasi.<br /><br />F. PRINSIP KEPEMIMPINAN<br />• Seorang yang belajar seumur hidup <br />Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar. <br />• Berorientasi pada pelayanan <br />Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.<br />• Membawa energi yang positif<br />Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;<br />• Percaya pada orang lain<br /> Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.<br />• Keseimbangan dalam kehidupan<br /> Seorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat. <br />• Melihat kehidupan sebagai tantangan <br /> Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.<br />• Sinergi<br /> Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.<br />• Latihan mengembangkan diri sendiri<br /> Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. <br /><br /><br />G. Kepemimpinan Manajemen<br /> Untuk menerapkan Manajemen dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. Manajemen diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. Manajemen juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu Manajemen memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini.<br />Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap ang-gota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.<br />Kepemimpinan Manajemen tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan. <br />Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.<br />Seorang pimpinan Manajemen selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah organisasi maupun oleh para pe-langgannya.<br />Manajemen selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan Manajemen. Dasarnya adalah pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan organisasi.<br /><br />1. Bertindak proaktif. <br />Pemimpin Manajemen selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan an-tisipatif. Pemimpin Manajemen tidak hanya bertindak reaktif yang mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.<br />2. Memperhatikan sumberdaya manusia. <br />Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan Manajemen dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya. Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi<br />3. Bicara tentang adanya persaingan ketat. <br />Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu menurut Manajemen. Pimpinan dalam Manajemen dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan Manajemen selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain. Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. Manajemen dikembangkan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan Manajemen selalu harus menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya.<br />4. Membina karakter, budaya dan iklim organisasi. <br />Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain.<br />5. Kepemimpinan yang tersebar. <br />Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai melalui penerapan Manajemen yang baik dan benar, dan setelah melalui proses pembinaan yang panjang. Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan Manajemen semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua unsur pimpinan.<br /><br /><br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN <br />A. KESIMPULAN<br /> <br /> Untuk menerapkan Manajemen dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. Manajemen diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. Manajemen juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu Manajemen memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini.<br /> Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.<br /><br />B. SARAN<br />Pilar-pilar tinggi dalam manajemen unggul Perlunya perencanaan yang seksama, pertimbangan dan pengambilan keputusan yang sehat, implementasi dan pemantauan keputusan dan pengoperasian yang hati-hati dan kreatif, serta kepedulian terhadap karyawan dan hasilnya, yang didasarkan pada ketrampilan manajemen serta gaya manajemen kelas satu. Ketrampilan ini mencakup perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staff, pembuatan keputusan, penganggaran, inovasi, komunikasi, representasi, pengendalian, pengarahan dan pemberian motivasi, hubungan personal<br /><br /> Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan pada prinsip-prinsip belajar seumur hidup, berorientasi pada pelayanan dan membawa energi positif. Maka untuk menjadi seorang pemimpin haruslah mempunyai pengetahuan dan jiwa pemimpin <br /><br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br />A. Kritik<br /><br />-Dosen<br />• Penjelasan materi kurang jelas.<br /><br />-Fakultas<br />• khususnya bahasa inggris, dosennya pada killer-killer.<br />• <br />-Universitas<br />• Kalau hujan halaman and jalan campus kita kebanjiran.<br /><br />B. Saran<br /><br />- Dosen<br />• Dalam penjelasan materi, tolong lebih rinci lagi supaya mudah dimengerti.<br /><br />-fakultas<br />• Jangan terlalu pelit dengan nilai.<br />- Universitas<br />• Pikirkan gimana caranya supaya jalan dan halaman campus kita tidak kebanjiran kalau hujan.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional Books<br />Ardian Syam, Konsep Manajemen, Author, Http://www.pembelejar.com.<br />Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br />W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional BooksKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-37541959447948624472010-07-26T07:18:00.001-07:002010-07-26T07:20:59.597-07:00MANAJEMEN KEPEMIMPINANBAB I<br />PENDAHULUAN<br />A. LATAR BELAKANG<br />Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama (Panji Anogara).<br />Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.<br />Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. kepemimpinan harus diarahkan agar orang-orang mau berkerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi perilaku yang ditimbulkan oleh kepemimpinan itu berupa kesediaan orang-orang untuk saling bekerjasama mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama. Dalam implementasinya kepemimpinan yang berhasil adalah yang mampu menumbuhkan kesadaran orang-orang dalam perguruan tinggi untuk melakukan peningkatan-peningkatan mutu kinerja dan terciptanya kerjasama dalam kelompok-kelompok untuk meningkatkan mutu kinerja masing-masing kelompok maupun kinerja perguruan tinggi secara terpadu. Adanya kerjasama-kerjasama kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan.<br />Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya. <br />Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.<br />Kepemimpinan yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan. Oleh karena itu agar kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai organisasi.<br /><br /><br />B. TUJUAN<br />Berdasarkan latar belakang masalah maka makalah ini membahas tentang <br />• Manajemen kepemimpinan<br />• Kepemimpinan <br />• manajemen<br />• Pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya<br /><br />C. MASALAH<br />• Bagaimanakah sebenarnya manajemen seorang pemimpin<br />• Apa sajakah yang harus kita ketahui dari manajemen kepemimpinan<br />• Membahas pentingnya sebuah manajemen bagi seorang manajer<br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini hanya membahas tentang Manajemen kepemimpinan<br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br />Ketika anda belajar manajemen, anda selalu teringat oleh Henry Fayol. Ia, di tahun 1916 memperkenalkan konsep manajemen yang berupa merencanakan, mengorganisasikan, memerintahkan, dan mengawasi. Ketika ada orang bertanya kepadanya, apa tugas dari seorang dirut? POSDCORB jawabnya. Itu adalah kepanjangan dari planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting. Ia mengemukakan istilah itu di tahun 1930. Akronim manajemen itu ringkas dan mudah diingat. <br />William Stewart, (Carter-Scott, 1994) seorang alumnus the Naval Academy yang merupakan veteran perang Vietnam ikut berpendapat tentang manajemen dengan mengatakan, “Ada perbedaan keahlian yang dituntut di dunia militer. Ketika keadaan damai, misalnya, anda akan sukses jika anda tahu bagaimana menerapkan manajemen. Namun ketika perang, anda hanya akan sukses jika anda mampu memimpin. Keahlian manajemen anda yang efektif, tidak terlalu bisa anda terapkan dalam perang. Yang diperlukan adalah kemampuan memimpin.” Sekarang ini Steward sudah menjadi pengacara yang sukses di Amerika Serikat. <br />Peter Drucker menulis salah satu buku paling awal tentang manajemen terapan: "Konsep Korporasi" (Concept of the Corporation), diterbitkan tahun 1946. Buku ini muncul atas ide Alfred Sloan (chairman dari General Motors) yang menugaskan penelitian tentang organisasi.<br />Berbagai pakar mempunyai pendapat yang bermacam-macam tentang manajemen dan kepemimpinan itu.. Satu penjelasan yang mudah dipahami adalah dari Stephen Covey.Andaikata kita ini sedang akan membuka hutan untuk eksplorasi hasil hutan, maka seorang pemimpin akan mengatakan, “Baik, dari berbagai informasi dan pertimbangan, saya putuskan hutan di lereng bukit itu yang harus kita tebang dulu.” Sebagai pemimpin ia menjelaskan bagian mana yang harus dieksplorasi.Begitu pemimpin itu menjelaskan bagian hutan mana yang harus dibuka, maka saatnya peran manajemen berlaku. Para manajer akan memikirkan cara-cara, alat-alat, metoda yang paling efektif untuk membuka hutan itu. Mungkin mereka akan memakai gergaji listrik, mungkin memakai gergaji panjang karena medannya sulit, atau bahkan mereka akan melingkar untuk mencari celah agar mudah membuka bagian hutan itu.Bisakah sekarang anda membedakan fungsi manajemen dan kepemimpinan? Kepemimpinan adalah yang menentukan arah, sedangkan manajemen berusaha untuk mewujudkan agar arah tadi bisa tercapai. <br />Manajemen lebih peduli kepada pemilihan metoda, cara-cara agar tujuan itu bisa tercapai secara efektif. Itu tadi adalah konsep manajemen dan kepemimpinan dari Covey. Warren Bennis, pakar kepemimpinan dan manajemen terkenal, dengan cerdas mengatakan, “Pemimpin menaklukkan situasi. Mungkin situasi itu kacau, membingungkan, mengherankan dan bahkan menantang kita dan bisa membungkam kita jika kita biarkan situasi itu makin memburuk. Manajer, atau manajemen? Manajer menyerah atas keadaan itu. Manajemen berarti mengelola, sedangkan kepemimpinan, menginovasi. Manajer adalah tiruan, sedangkan pemimpin adalah asli. Manajemen menjaga hal-hal, pemimpin mengembangkan hal-hal.<br />H. Dodge, Ronald Fisher, dan Thorton C Fry memperkenalkan teknik statistika ke dalam manajemen. Pada tahun 1940an, Patrick Blackett mengkombinasikan teori statistika dengan teori mikroekonomi dan lahirlah ilmu riset operasi. Riset operasi, sering dikenal dengan "Sains Manajemen", mencoba pendekatan sains untuk menyelesaikan masalah dalam manajemen, khususnya di bidang logistik dan operasi.<br /><br />BAB III<br />ANALISA<br />MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN<br /><br />A. Pengertian manajemen kepemimpinan<br />Manajemen kita terjemahkan menjadi manajemen, dan leadership menjadi kepemimpinan.Sebenarnya apaperbedaan “hakiki” antara manajemen dan kepemimpinan? Silakan baca terus..Berbagai pakar mempunyai pendapat yang bermacam-macam tentang manajemen dan kepemimpinan itu.. Satu penjelasan yang mudah dipahami adalah dari Stephen Covey.Andaikata kita ini sedang akan membuka hutan untuk eksplorasi hasil hutan, maka seorang pemimpin akan mengatakan, “Baik, dari berbagai informasi dan pertimbangan, saya putuskan hutan di lereng bukit itu yang harus kita tebang dulu.” Sebagai pemimpin ia menjelaskan bagian mana yang harus dieksplorasi.Begitu pemimpin itu menjelaskan bagian hutan mana yang harus dibuka, maka saatnya peran manajemen berlaku. <br />Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuna ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Manajer/Pemimpin adalah seorang yang karena pengalaman, pengetahuan, dan keterampilannya diakui oleh organisasi untuk memimpin, mengatur, mengelola, mengendalikan dan mengembangkan kegiatan organisasi dalam rangka mencapai tujuan.<br />Para manajer akan memikirkan cara-cara, alat-alat, metoda yang paling efektif untuk membuka hutan itu. Mungkin mereka akan memakai gergaji listrik, mungkin memakai gergaji panjang karena medannya sulit, atau bahkan mereka akan melingkar untuk mencari celah agar mudah membuka bagian hutan itu.Bisakah sekarang anda membedakan fungsi manajemen dan kepemimpinan? Kepemimpinan adalah yang menentukan arah, sedangkan manajemen berusaha untuk mewujudkan agar arah tadi bisa tercapai<br />Manajemen dan kepemimpinan, sebenarnya apa perbedaan mendasar kedua istilah itu? Dua kata itu, manajemen dan kepemimpinan sangat sering kita dengar. Kadang kata itu sering kita persamakan artinya. Ketika kita melihat perusahaan yang sangat berkembang kita sering mengatakan, “manajemen di sana baik.” Kadang kita berkata, namun kata manajemen begitu melanda dalam kehidupan sehari-hari. <br />Ketika anda ingin mengkritik sebuah universitas yang prestasinya buruk, anda mengatakan "manajemen universitas itu tidak cakap." Ketika anda bicara pengelolaan pajak yang amburadul, anda mengatakan, "manajemen pajak di negeri kita payah." Saat ini kita memang hidup penuh dengan berondongan istilah yang macam-macam, yang semuanya terkait dengan manajemen.. Benchmarking, balance score card, intrapreneuring, empowerment, business process reengineering, dan istilah-istilah aneh-aneh (tapi pasti Inggris) begitu melanda organisasi kita.Celakanya, kita sering begitu “gagah” menggunakan kata-kata asing itu. Daripada bilang pemberdayaan, kita lebih mantap bicara empowerment. Daripada bicara hubungan pelanggan yang akrab, kita katakan customer intimacy, atau malah sekadar customer relationship. <br />Namun ada fenomena menarik, walau kita sering mengucapkan berbagai istilah manajemen, kita malah sering tidak tahu arti persis dari kata-kata itu. Seringkali pula istilah manajemen itu kita dengar dari orang lain, karena terasa gagah, kata itu kemudian menjadi “kosa kata” kita sehari-hari tanpa kita pernah tahu dari literatur mana sumber istilah manajemen itu.Ketika kita makin berakrab-akrab dengan berbagai istilah itu, agar “membumi” kita ganti istilah itu menjadi bahasa Indonesia. <br /><br />B. Ruang Lingkup Manajemen<br /> Selain manajemen sebagai ilmu, manajemen juga dianggap sebagai seni. Hal ini disebabkan oleh kepemiminan memerlukan kharisma, stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran, kemampuan menjalin hubungan antaramanusia yang semuanya itu banyak ditentukan oleh bakat seseorang dan tidak dapat dipelajari<br />Ilmu manajemen merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang disistemisasi, dikumpulkan dan diterima kebenarannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya metode ilmiah yang dapat digunakan dalam setiap penyelesaian masalah dalam manajemen. Metode ilmiah pada hakikatnya meliputi urutan kegiatan sebagai berikut.<br />1. Mengetahui adanya persoalan.<br />2. Mendefinisikan persoalan.<br />3. Mengumpulkan fakta, data dan informasi.<br />4. Menyusun alternatif penyelesaian.<br />5. Mengambil keputusan dengan memilih salah satu alternatif penyelesaian.<br />6. Melaksanakan keputusan serta tindak lanjut.<br /><br />C. Kualitas Seorang Pemimpin <br />Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.<br />Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan mendorong institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami sebut dengan softskill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel tersebut dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu:<br />Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. <br />Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi. Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.<br />Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.<br />Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan) Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu: Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.<br />Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.<br />Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya. Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan).<br />Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership).<br />Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain<br /><br />D. Prinsip Kepemimpinan<br />• Seorang yang belajar seumur hidup Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar. <br />• Berorientasi pada pelayanan Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.<br />• Membawa energi yang positifSetiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;<br />• Percaya pada orang lainSeorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan kepedulian.<br />• Keseimbangan dalam kehidupanSeorang pemimpin harus dapat menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi. Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat. <br />• Melihat kehidupan sebagai tantangan Kata ‘tantangan’ sering di interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas, kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.<br />• Sinergi Orang yang berprinsip senantiasa hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.<br />• Latihan mengembangkan diri sendiri Seorang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri dari beberapa komponen yang berhubungan dengan: <br /><br /> Pemahaman materi; <br /> Memperluas materi melalui belajar dan pengalaman; <br /> Mengajar materi kepada orang lain; <br /> Mengaplikasikan prinsip-prinsip;<br /> Memonitoring hasil; <br /> Merefleksikan kepada hasil; <br /> Menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi; <br /> Pemahaman baru; dan <br /> Kembali menjadi diri sendiri lagi.<br /><br />Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan buruk, misalnya: kemauan dan keinginan sepihak; kebanggaan dan penolakan; dan ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. <br />Hukum alam tidak dapat dihindari dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang. <br /><br />E. Tingkat dan Keterampilan Seorang Pemimpin<br /><br />1. Keterampilan Konseptual<br />Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Keterampilan ini sering disebut sebagai keterampilan kosepsional (conceptional skill). Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk menciptakan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan untuk membuat rencana kerja.<br /><br />2. Keterampilan Komunikasi atau Kemanusiaan<br />Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang laion yang disebut juga keterampilan kemanusiaan (human skill). Komunikasi yang persuasif harus selalu diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan kemudian mereka akan bersikap terbutka kepada atasan. Keterampilan kberkomunikasi diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah maupun bawah.<br />3. Keterampilan Teknis<br />Keterampilan terakhir yang merupakan bekal bagi seorang manajer adalah keterampilan teknis (technical skill). Keterampilan ini apda umumnya merupakan bekal bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya memperbaiki mesin, membuat kursi, merangkai bunga dan keterampilan teknis yang lain.<br /><br />F. Prinsip dan Fungsi Manajemen<br />Prinsip dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum yang merupakan sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Prinsip merupakan dasar, namun tidak bersifat mutlak karena prinsip bukanlah umum. Dalam hubungannya dengan manajemen prinsip-prinsip bersifat fleksibel dalam arti bahwa perlu di pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan situasi-sitauasi yang berubah.<br />Prinsip-prinsip umum manajemen (general principle of management) teridir dari:<br /><br />1. Pembagian kerja<br />Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Oleh karena itu, dalam penempatan personal harus menggunakan prinsip the right man in the right place. Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike.<br />Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja. kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu, seorang manajer/pemimpin yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.<br /><br />2. Wewenang dan Tanggung jawab <br />Setiap Pengurus dalam organisasi dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban. Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Setiap pekerjaan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan wewenang. Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.<br />Tanggung jawab terbesar terletak pada manajer puncak. Kegagalan suatu program bukan terletak pada personil pelaksana, tetapi terletak pada puncak pimpinannya karena yang mempunyai wewenang terbesar adalah manajer puncak. oleh karena itu, apabila manajer puncak tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada padanya merupakan bumerang.<br /><br />3. Disiplin <br />Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab. Disiplin ini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena ini, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan weweanng yang ada padanya.<br /><br />4. Kesatuan perintah <br />Dalam melakasanakan program, Pengurus sebuah organisasi harus sangat memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Pengurus harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesui dengan wewenang yang diperolehnya. <br /><br />5. Kesatuan pengarahan <br />Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, pengurus perlu diarahkan menuju sasarannya. Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja. Kesatuan pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan perintah. Dalam pelaksanaan kerja bisa saja terjadi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana seseorang mendapat wewenang untuk melaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak dapat terlepas dari pembaguan kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah.<br /><br />6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri<br />Setiap pengurus harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi. Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan berjalan dengan lancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik<br />Setian pengurus dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada berhasil-tidaknya kepentingan organisasi. Prinsip pengabdian kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi dapat terwujud, apabila setiap pengurus merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang tinggi.<br /><br />7. Penghargaan dan Kontraprestasi<br />Penghargaan dan kontraprestasi merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam berorganisasi. Pengurus yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam hal ini kita harus memagang prisip more pay for more prestige (upaya lebih untuk prestasi lebih), tentu dalam rangka perlakuan adil kepada seluruh pengurus.<br /><br />8. Pemusatan<br />Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak ada orang yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak. Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang, melainkan untuk menghindari kesimpangsiuran wewenang dan tanggung jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan wewenang (delegation of authority)<br /><br />9. Tingkatan<br />Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada pimpinan/manajer puncak dan seterusnya berurutan ke bawah. dengan adanya hirarki ini, maka setiap pengurus akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.<br /><br />10. Ketertiban <br />Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan kacau atau tegang. Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh pengurus mempunyai disiplin yang tinggi. Oleh karena itu, ketertiban dan disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan.<br /><br />11. Keadilan dan Kejujuran<br />Keadilan dan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keadilan dan kejujuran terkait dengan moral pengurus dan tidak dapat dipisahkan. Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari pimpinan karena atasan memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan kejujuran pada bawahannya.<br /><br />12. Stabilitas kondisi karyawan<br />Dalam setiap kegiatan kestabilan personil harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan dengan lancar. Kestabilan pengurus terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan. Manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya memiliki keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila keinginannya tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan menimbulkan goncangan dalam bekerja.<br /><br />13. Inisiative<br />Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir. Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, setiap prakarsa yang datang dari pengurus harus dihargai. Prakarsa (inisiatif) mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa pengurus merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. <br /><br />14. Semangat Kesatuan<br />Setiap pengurus harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggyungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik. semangat kesatuan akan lahir apabila setiap pengurus mempunyai kesadaran bahwa setiap pengurus berarti bagi pengurus lain dalam sebuah organisasi.. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan membawa bencana<br /><br />G. Fungsi Manajemen<br />Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam<br />proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer /pemimpin dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Manajer Mengelola fungsi-fungsi <br /><br /><br /><br />1. Perencanaan <br />Kegiatan seorang manajer/pemimpin adalah menyusun rencana. Menyusun rencana berarti memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Agar dapat membuat rencana secara teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai petunjuk langkah-langkah selanjutnya.<br /><br />2. Pengorganisian <br />Pengorganisasian atau organizing berarti menciptakan suatu struktur dengan bagian-bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan antarbagian-bagian satu sama lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan struktur tersebut.<br />Pengorganisasian bertujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Selain itu, mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.<br />3. Menggerakkan<br />Menggerakkan atau Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).<br /><br />4. Pengawasan <br />Pengawasan merupakan tindakan seorang manajer untuk menilai dan mengendalikan jalannya suatu kegiatan yang mengarah demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan <br /><br /><br /><br />H. Sarana Manajemen<br />Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.<br /><br />1. Manajemen SDM. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.<br />2. Uang. Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar kecilnya suatu kegiatan juga bias diliat dengan indikasi dana/uang yang diperlukan atau justru dihasilkan dalam suatu kegiatan.<br /><br />3. Bahan. Materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki.<br />4. Mesin. Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan mesin akan membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.<br />5. Metode. Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan suatu program. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.<br />6. Sasaran. Dalam rangka suksesi suatu program maka kita harus melihat sasaran dari program secara utuh/holistic.Perumusan Visi Organisasi : Banyak organisasi yang tidak dirancang untuk menjalankan tugas tertentu. Nanti setelah berjalan selama bertahun- tahun, -karena pengaruh berbagai tekanan yang kerapkali menimbulkan konflik- barulah secara bertahap mereka mulai mendefinisikan kembali tugas- tugasnya.. Visi akan menuntun mereka untuk mengetahui cara paling efektif untuk mencapainya, yang biasa disebut misi. Lalu dibutuhkan strategi dan aktivitas guna mencapai misi tersebut.<br />Pendekatan partisipatif mampu menguatkan visi, misi dan strategi sebuah organisasi. Semua anggota organisasi harus mengetahui visi dan misi serta sepakat dengan strategi yang akan dijalankan. Hal ini akan mewarnai kerja rutin dan meningkatkan motivasi serta kepuasan kerja mereka. Cara terbaik untuk memastikan bahwa visi dan misi menjadi milik bersama adalah melibatkan orang sebanyak mungkin dalam proses perumusannya.<br />Perumusan visi dan misi ini diawali dengan berdiskusi bersama pengguna pelayanan atau kelompok lain yang menerima manfaat dari organisasi ini. Peluang melibatkan banyak orang bisa diperoleh melalui pertemuan formal dan informal serta lokakarya dan seminar. Untuk mencari dan mendalami isu-isu tertentu bisa dibentuk kelompok kerja. Selain itu studi tour dan kunjungan pertukaran ke organisasi lain yang melakukan pekerjaan serupa bisa menstimulas lahirnya ide-ide bermanfaat. Hal lain yang penting adalah pertemuan dan diskusi dengan organisasi lain yang bekerja di wilayah yang sama atau organisasi mitra. Dan untuk memastikan semua orang mengetahui apa yang sedang berlangsung dan mampu memberikan konstribusi secara efektif maka dibutuhkan sistem komunikasi internal yang baik.<br /><br /><br /><br /><br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />A. KESEIMPULAN<br /> Kepemimpinan adalah yang menentukan arah, sedangkan manajemen berusaha untuk mewujudkan agar arah tadi bisa tercapai. Manajemen lebih peduli kepada pemilihan metoda, cara-cara agar tujuan itu bisa tercapai secara efektif. Itu tadi adalah konsep manajemen dan kepemimpinan dari Covey. Warren Bennis, pakar kepemimpinan dan manajemen terkenal, dengan cerdas mengatakan, “Pemimpin menaklukkan situasi. Mungkin situasi itu kacau, membingungkan, mengherankan dan bahkan menantang kita dan bisa membungkam kita jika kita biarkan situasi itu makin memburuk. Manajer, atau manajemen? Manajer menyerah atas keadaan itu. Manajemen berarti mengelola, sedangkan kepemimpinan, menginovasi. Manajer adalah tiruan, sedangkan pemimpin adalah asli. Manajemen menjaga hal-hal, pemimpin mengembangkan hal-hal. Manajemen berfokus pada sistem dan struktur sedangkan kepemimpinan berfokus pada orang-orang<br /> Kepemimpinan merupakan suatu proses dimana sang pemimpin mampu mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam memimpin, tentu setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan tersendiri yang merupakan cerminan ciri khas kepemimpinannya.<br />Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuna ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Manajer/Pemimpin adalah seorang yang karena pengalaman, pengetahuan, dan keterampilannya diakui oleh organisasi untuk memimpin, mengatur, mengelola, mengendalikan dan mengembangkan kegiatan organisasi dalam rangka mencapai tujuan.<br /> Kemampuan intelektualnya yang tinggi, telah membentuk gaya kepemimpinan<br />gagasan, organisasi adalah hanyalah alat atau instrumen dari sebuah pemikiran yang diusung bersama sama, dipahami, dan disepakati bersama sama. Adalah hal yang susah mensintesiskan pribadi seseorang baik atau buruk dalam soal kepemimpinan, tergantung paradigma berpikir seseorang. Untuk menjadi pemimpin yang benar bukan hal yang mudah.<br /><br />B. SARAN<br />Kepemimpinan dikatakan sukses jika orang-orang itu kemudian bergerak, maju dan menganggap tujuan tadi milik mereka yang harus mereka perjuangkan dan capai. Pengaruh kepada lingkungannya, Manajemen kepemimpinen sangat berpengaruh keberadaannya, mendorong perubahan dalam organisasi. Bisakah sekarang kita membedakan fungsi manajemen dan kepemimpinan?” Pendapat saya sendiri? Kunci dari kepemimpinan adalah pengaruh. Ia berbuat, bertindak, bekerja untuk mempengaruhi orang agar mau bergerak menuju arah yang sudah dicanangkan. <br /><br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br />A. Kritik<br />- Dosen <br />• Pada saat menjelaskan materi kurang jelas<br />• Bapak merokok di ruangan pada saat menjelaskan materi<br />• Tulisan bapak kurang jelas dan susah di baca<br />- Fakultas (tidak ada kritik)<br /> Dosennya banyak yang sudah lanjut usia, kasihan mau naik gedung tinggi-tinggi<br />- Universitas PGRI Palembang<br />o Untuk BAK jangan mempersulit mahasiswa dalam setiap urusan<br />o Jangan menganggap mahasiswa sebagai masalah Karena asudah jadi t6uigas anda melayani mahasiswa<br />o Terlalu banyak menerima mahasiswa, dan tidak terlalu memperhatikan mutu pendidikan.<br />B. Saran <br />- Dosen<br />• Penjelasan materi diharapkan sejelas mungkin supaya mahasiswa mengerti<br />• Bapak adalah contoh jadi kalau bisa pada saat menjelaskan materi jagan merokok<br />• Tulisan bapak pada saat menuliskan materi tolong sejelas mungki agar terbaca oleh mahasiswa <br />- Fakultas <br />• Dosen-dosen yang sudah lanjut usia jangan disuruh ngajar di lantai atas.<br />- Universitas PGRI Palembang<br /> Tolong mutu pendidikan universitas kita harus lebih diperhatikan lagi.<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Ardian Syam, Konsep Manajemen, Author, Http://www.pembelejar.com.<br /><br />Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br />W. Brown steven, 1998, manajemen kepemipinan, Jakarta: Profesional BooksKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-57630677365226547282010-07-26T07:03:00.003-07:002010-07-26T07:18:36.161-07:00MANAJEMEN KEPEMIMPINANBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. LATAR BELAKANG<br /><br />Pernahkah Anda melihat seorang pemimpin yang penuh pengabdian. Ia bekerja siang dan malam, bahkan sampai melalaikan istri dan anak-anaknya. Ia juga tidak mempersoalkan fasilitas yang tersedia, apalagi fasilitas bagi dirinya sendiri. Selain itu, orang itu hidup bagaikan sebuah dinamo yang berdaya besar dan kuat serta terus dihangati oleh visinya. Dalam banyak hal, sikap hidup dan kepemimpinannya menjadi teladan. Namun, secara faktual, ia tidak berhasil membuat komunitasnya bergerak atau berubah. Visinya seakan tinggal menjadi impian belaka. <br />Salah satu definisi kepemimpinan adalah daya untuk mendorong dan mengarahkan orang-orang untuk bergerak mencari tujuan komunitas. Kepemimpinan dalam suatu komunitas akan menentukan bagaimana struktur, sistem dan budaya dipelihara dan diperkembangkan sehingga terjadi “gerak” bersama untuk mencapai misi komunitas tersebut. <br />Musa mencoba menjadi pemimpin yang baik, namun secara de facto, dirinyalah yang menjadikan Israel tidak bergerak secepat yang diinginkan. Dirinya pula yang membuatnya lelah dan tidak dapat berfungsi optimum. Ia tidak membuat suatu budaya kerja yang mendorong gerak yang kuat dan pemberdayaan pengikutnya. Ia menjadi pusat dinamika komunitasnya. Akibatnya, kekuatan dari komunitasnya ditentukan oleh kekuatannya sendiri, sedangkan potensi-potensi orang lain yang Tuhan letakkan di sekitarnya, terbengkalai. <br />Dalam dunia modern, apalagi di dalam dunia pelayanan gerejawi atau organisasi Kristen hal serupa terjadi. Para pemimpin yang bekerja keras menjadi penghalang bagi berkat Tuhan. Bukan karena mereka malas, atau culas, serta picik. Mereka lalai untuk memberdayakan banyak orang. <br /><br />Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal <br />Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer. <br />Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble<br />Pertama, kesediaan memberdayakan merupakan suatu sikap spiritual. Orang yang bersedia memberdayakan orang lain menyatakan di depan orang banyak bahwa ia mempercayakan semua proses pelayanannya kepada Tuhan dan orang-orang yang Ia letakkan di sekitarnya. Ia tidak menjadikan dirinya pusat segalanya. Ia hanya melakukan apa yang menjadi bagiannya seperti seorang petani yang menabur dan di malam hari ia tidur. Benih yang ditaburkan bertumbuh, dan bagaimana hal itu terjadi ia tidak tahu. Dalam melakukan proses ini, seringkali memang ada orang yang tidak memahami sang pemimpin. Orang sering menginginkan si pemimpin tampil di segala urusan dan dengan menonjol. <br />B. MASALAH<br /> Bagai mana menjadi seorang pemimpin yang benar<br /> Apakah bekal yang diperlukan seorang pemimpin <br /> Seorang pemimpin haruslah dapat memimpin sesuai dengan kepemimpinan yang dicintai oleh bawahannya<br />C. TUJUAN <br />Apakah yang harus seorang pemimpin Perlu pelajari dalam menjadi seorang pemimpin orang lain dan diri sendiri<br /><br />D. BATASAN MASALAH<br />Makalah ini membahas tentang<br /> Bagai mana menjadi pemimpin sesuai dengan kepemimpinan yang berhasil dan dicintai oleh bawahannya <br /> Apakah bekal yang diperlukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin orang lain dan diri sendiri<br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br /><br />Secara filosofis ada suatu pendapat dari James McGreror Burns yang membedakan kepemimpinan transaksionil dan transformasionil. Kepemimpinan transaksionil merupakan usaha menjalankan proses kepemimpinan sedemikian rupa sehingga sebagian besar pihak terpuaskan. Dengan kata lain kepemimpinan merupakan proses bertransaksi sehingga semua merasa untung dan bahagia karena apa yang dikehendaki didapatkan. Dengan cara seperti ini kepemimpinan yang ada dipertahankan karena kehadirannya menjaminkan adanya transaksi yang paling menguntungkan. Orang-orang serupa ini akan sulit menjadi pemimpin yang melayani dan memberdayakan. <br />Kepemimpinan yang bercorak transformasionil adalah kepemimpinan yang menekankan gerak maju atau perubahan dari setiap pihak dan dari organisasinya. Di dalam menjaminkan tranformasi atau perubahan berkualitas ini, bila perlu diambil resiko-resiko seperti konflik atau pertentangan terbuka. Bila perlu, corak transaksi memang dapat dipergunakan, namun bukan semata-mata demi didapatkan rasa senang dan rasa beruntung pada semua pihak, namun demi tercapainya perubahan dan perkembangan. <br />Kedua, suatu keterampilan perlu dipelajari dengan serius. Suatu metode pelaksanaan pemberdayaan yang sangat populer sejak akhir dekade lalu adalah apa yang dikembangkan oleh Blanchard dan Hersey dengan nama kepemimpinan situasionil.<br />Kepemimpinan situasionil adalah suatu metode pelaksanaan kepemimpinan secara mikro, artinya bagaimana seorang pemimpin harus menghadapi orang-orang yang dipimpinnya sehari-hari. Jadi sifatnya adalah ilmu yang praktis dan taktis. <br />Di balik praktek kepemimpinan situasional terdapat suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain, meneladani, serta telaten mengamati kemajuan dari orang yang ia pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk mem”baca” siapa yang ia pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok bagi mereka. Untuk tiap kategori orang tertentu diperlukan suatu pendekatan atau cara kepemimpinan tersendiri. karenanya, Blanchard menekankan perlunya kita meneliti variabel-variabel yang berpengaruh di dalam kerangka membuat klasifikasi orang-orang yang dipimpin. Blanchard dan Hersey mendapatkan bahwa ada dua variabel yang berperan disini, yaitu kematangan pribadi dan tugas kepemimpinan. <br />Orang-orang yang tidak matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki motivasi rendah dan kemampuan kerja yang rendah. <br />Orang-orang yang sedang bertumbuh: mereka adalah orang-orang yang kadang kala memiliki motivasi namun masih belum memiliki kemampuan kerja yang tinggi.<br />Orang-orang yang hampir matang: mereka adalah orang-oang yang telah memiliki kemampuan kerja yang tinggi, dan sering belum termotivir untuk melakukan apa yang menjadi tujuan dari pemimpin mereka. <br />Orang–orang yang matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan kerja yang tinggi serta umumnya sudah bermotivasi mencapai tujuan bersama. <br />Pembagian tersebut berdasar dua variabel yaitu tingkat motivasi alias berapa maunya mereka bekerja dan tingkat kompetensi alias tingkat pengalaman dan skil mereka. Kombinasi dari kedua variabel tadi menghasilkan suatu matriks sebagai berikut: <br />4 <br />Mampu <br />& <br />Mau 3 <br />Mampu <br />Tapi Pudar Kemauannya 2 <br />Tidak <br />Mampu <br />Tapi Sudah Mau 1 <br />Tidak <br />Mampu <br />Dan Tidak Mau <br /><br /><br /><br />Selanjutnya, Blanchard dan Hersey meneliti bahwa tindakan kepemimpinan mencakup dua urusan, yaitu proses mengarahkan orang yang dipimpin kepada tujuan bersama serta proses memelihara hubungan dengan mereka yang dipimpin. Dengan cara lain dapat dikatakan bahwa mereka yang dipimpin membutuhkan bantuan pemimpin untuk memelihara motivasi mereka serta mengarahkan langkah-langkah mereka kepada tujuan yang ingin di capai. <br /> Menurut penelitian W. Brown (1998) tentang sumber daya manusia, ditemukan bahwa kelemahan-kelemahan para manajer adalah sebagai berikut:? <br />1. Tidak Mau Menerima Tanggung Jawab Pribadi<br />2. Gagal Mengembangkan Anak Buah<br />3. Mencoba Mengendalikan Hasil, Bukan Mengendalikan Cara Berpikir<br />4. Bergabung dengan Kelompok yang Keliru<br />5. Mengurus Setiap Orang dengan Cara yang Sama<br />6. Melupakan Pentingnya Laba<br />7. Berkonsentrasi pada Masalah, Bukannya Tujuan<br />8. Menjadi sekedar rekan, bukan Pemimpin<br />9. Gagal Menetapkan Standar<br />10. Gagal Melatih Anak Buah <br />11. Membiarkan Ketidakcakapan<br />12. Hanya Menghargai yang sukses tertinggi<br />13. Burusaha Memanipulasi Anak Buah (orang)<br />Sedangkan menurut James K. Van Fleet (1973) menyebutkan kesalahan manajer, meliputi: <br />1. Lalai mencermasti kemajuan dalam bidang keahlian atau bidang profesi anda sendiri<br />2. Terlalu terpaku pada bidang kekhususan tertentu<br />3. Segan memikul tanggung jawab yang lebih tinggi, atau takut menanggung tanggung jawab atas tindakan-tindakan sendiri<br />4. Gagal membuat keputusan yang handal dan tepat pada waktunya<br />5. Mengabaikan pengawasan infeksi lapangan secara memadai <br />6. Gagal untuk membuat pekerjaan mudahmengerti, diawasi dan diselesaikan<br />7. Lalai memanfaatkan waktu yang berharga hanya untuk mengurusi yang detail dan mengurusi urusan orang lain <br />8. Enggan menilai prestasi diri sendiri secara realistik<br />9. Pasrah memperoleh hal minimal dan lali mengupayakan hasil maksimal<br />10. Menyalahgunakan kedudukan manajerial untuk memenuhi kepentingan pribadi<br />11. Tidak mengatakan hal yang sebenarnya dan tidak memenuhi janji <br />12. Gagal berfungsi sebagai teladan bagi bawahan<br />13. Lebih ingin disukai daripada dihormati <br />14. Gagal bekerjasama dengan bawahan <br />15. Gagal memperoleh nasehat dan bantuan dari para bawahan<br />16. Gagal memupuk rasa tanggungjawab dikalangan bawahan<br />17. Lebih mementingkan pernak-pernik peraturan daripada ketrampilan kerja<br />18. Tidak memberikan kritik-kritik yang bersifat membangun<br />19. Lalai, mengabaikan pengaduan dan keluhan bawahan <br />20. Lalai memberikan informasi penting kepada para pegawai<br />21. Lalai memperlakukan bawahan sebagai individu yang bermartabat<br />22. Lalai melatih kader untuk menggantikan kedudukan anda saat ini<br /><br />BAB III<br />ANALISA<br /><br /><br />A. Pengertian Kepemimpinan<br />Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).<br />Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer. <br />Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).<br />Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka. <br />Bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.<br />Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.<br />Karakter Seorang Pemimpin Sejati Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial. <br />Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).<br />Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence – quality – qi qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin. Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:<br />1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)<br />2. Visi yang jelas (clear vision)<br />3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence) <br />Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan). <br />Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.<br />B. Penerapan <br />Dengan dasar konsep tersebut maka, pada kategori yang pertama terdapat orang-orang yang harus dipimpin dengan memberikan mereka pengarahan yang rinci dan mendalam. Dengan kata lain, pemimpin harus mengeluarkan enerji yang besar untuk pengarahan bagi mereka. Selanjutnya untuk mereka juga si pemimpin harus memelihara hubungan, namun pada intensitas yang terbatas, atau secukupnya. Dengan kata lain metode kepemimpinan yang baik adalah yang memberikan rincian penugasan atau instruksi dan kemudian supervisi yang ketat dengan hubungan sekedarnya. <br />Pada kategori yang kedua terdapat orang-orang yang harus dipimpin dengan memberikan mereka pengarahan yang secukupnya. Dengan kata lain, pemimpin harus mengeluarkan enerji yang sekedarnya untuk pengarahan bagi mereka, namun untuk mereka si pemimpin harus memelihara hubungan dengan intensitas yang tinggi. Dengan kata lain, terhadap orang–orang dikategori ini keputusan-keputusan pemimpin dan tujuan yang hendak dicapai disampaikan, kemudian mereka dapat meminta penjelasan. <br />Pada kategori yang ketiga, pengarahan diberikan dalam bentuk “membagikan” gagasan. Kemudian hubungan yang tinggi dinyatakan dengan mengajak mereka yang dipimpin bersama-sama mengambil keputusan. Perhatian utama disini adalah agar mereka dapat diyakinkan untuk bekerja menuju tujuan bersama. <br />Pada kategori yang terakhir, pendelegasian wewenang dan tugas diberikan dengan pengarahan sekedarnya, yaitu tentang tujuan umum yang hendak dicapai. Mereka yang dipimpin diberikan wewenang mengambil keputusan dan tanggung jawab yang luas. Bila dikombinasikan keempat metode kepemimpinan tadi dengan tingkat kematangan, <br /> <br />Dengan kata lain, metode kepemimpinan yang pertama cocok untuk orang–orang yang belum matang, metode yang kedua untuk orang-orang yang bertumbuh, metode yang ketiga untuk mereka yang hampir matang, sedangkan metode terakhir sangat baik dipergunakan bagi mereka yang sudah matang. <br />C. Tingkat Penugasan <br />Metode kepemimpinan situasionil ini menolong di dalam praktek nyata namun hanya dapat berguna bila sang pemimpin mampu membaca dengan akurat siapa yang dipimpinnya. Selain itu penerimaan atas keterbatasan dan keunggulan tiap orang yang dipimpinnya merupakan ciri utama metode ini. Maka, keluwesan harus menjadi titik berangkat dari kepemimpinan situasionil ini. Bila dikaitkan metode ini dengan dua jenis kepemimpinan yang dibahas sebelumnya, maka metode ini bersifat sekaligus traksionil dan transformatoris. Kata kuncinya adalah bagaimana pemimpin berkomunikasi pada tingkat kematangan orang-orang yang dipimpinnya. Namun, bila pemimpin tadi tidak mengubah pola kepemimpinan pada saat orang yang dipimpinnya telah bertumbuh lebih matang, maka ia akan mengalami kesulitan-kesulitan. <br />Hal yang penting dari kepemimpinan tersebut, ialah bagaimana sang pemimpin menolong agar orang yang ia pimpin mengalami transformasi dan tidak berhenti pada satu tingkat kedewasaan saja. <br />D. Kepemimpinan yang Melayani<br />Sebuah ulasan yang menarik pada edisi 8 Februari 2002 di harian ini, di halaman depan, tentang wakil rakyat yang enggan turun ke wilayah yang dilanda bencana banjir. Ketika banjir melanda Jakarta, dan ketika masyarakat kedinginan dan perut kelaparan karena banjir, kita melihat betapa angkuhnya para politisi dan pemimpin kita tersebut yang bergeming sekalipun rakyatnya menderita akibat bencana banjir. Bahkan dikatakan bahwa rakyat harus kembali mengurut dada menelan kekecewaan, ketika ada komentar wakil rakyat yang dengan masa bodoh mengatakan, “Musibah banjir bukan hanya di Jakarta atau di Indonesia saja. Di luar negeripun ada banjir.”<br />Topik Mandiri kali ini sengaja dipilih untuk merenungkan kembali makna kepemimpinan yang sejati. Kepemimpinan sering diartikan dengan jabatan formal, yang justru menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin atau pejabat yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani. <br />Sebuah buku yang menarik tentang kepemimpinan yang melayani (servant leadership) ditulis oleh Dr. Kenneth Blanchard dan kawan kawan, berjudul Leadership by The Book (LTB). Ken Blanchard adalah juga co-author dari buku-buku manajemen yang sangat laris, seperti The One Minute Manager, Raving Fans, Gung Ho, dan Everyone’s Coach. Buku LTB mengisahkan tentang tiga orang karakter yang mewakili tiga aspek kepemimpinan yang melayani, yaitu seorang pendeta, seorang professor, dan seorang profesional yang sangat berhasil di dunia bisnis. Tiga aspek kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang melayani (servant HANDS).<br />Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. <br />Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu:<br />Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang kita tidak memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan kepentingan publik amat jarang kita temui di republik ini.<br />Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.<br />Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.<br />Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya. <br />Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.<br />Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan) Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.<br />Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan mendorong institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami sebut dengan softskill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel tersebut dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu:<br />Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. <br />Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi. <br />Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.<br />Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.<br />Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.<br /><br />Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan) Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu: Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.<br />Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.<br />Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya. Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan).<br />Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership).<br />Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.<br />Yang kita impikan adalah yang seperti orang-orang suci dan besar dalam sejarah kemanusiaan (seperti para nabi dan? rasul), dia mumpuni dalam keilmuannya, berkemampuan dalam manajemen, beliau juga punya kemampuan membangun opini di masyarakat . <br />Dengan dasar "Setiap diantaramu adalah pemimpin", Setiap kepemimpinan akan ditanya oleh Pencipta. Semua pemimpin termasuk pemimpin rumah tangga tidak terkecuali. Kaliamt itu mengandung makna bahwa orang harus mampu memimpin diri sendiri baru ia sukses bersama orang lain. <br /><br />E. Prasyarat sukses pribadi<br />Orang untuk suskes pertama dan utama adalah kemampuannya mengurus dirinya sendiri. Sedangkan untuk mampu mengurus dirinya adalah mengurus wilayah diri yang paling bermasalah, bergejolak, bolik-balik keadaannya, yaitu hati (qolbu). Maka memanaj hati menjadi ilmu tertinggi perilaku manusia. <br />Untuk mengolah hati dan potensi kamanusiaan diperlukan perangkat penting, yaitu kecerdasan. Kini tidak cukup orang dapat sukses berkarya hanya dengan <br />• kecerdasan rasional (yang bekerja dengan rumus dan logika kerja), melainkan orang perlu <br />• kecerdasan emosional (Goleman, 1996) agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggungjawab dan life skill lainnya. Bahkan manusia perlu mengembangkan <br />• kecerdasan spiritual ?agar ia merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya (Zohar, 2002). Istilah point (2) dan (3) termuat dalam pengertian manajemen diri. Istilah lain boleh saja dengan Manajemen Qalbu (MQ). <br /><br />Salah satu manifestasi ketiga kecerdasan itu adalah kepemimpinan diri. Tanpa kepemimpinan diri model apapun yang dikembangkan akan sia-sia. Setiap orang dengan konsep MQ adalah pemimpin, entah ia atasan atau bawahan, orang tua atau anak, istri atau suami.<br /><br />E. Kepemimpinan diri<br />Berikut rumus sederhana untuk menjadi pemimpin yang dicintai. <br />1). Pemimpin bukan egois<br />Pemimpin itu bukan yang mengerjakan segalanya (untuk, dari dan oleh) sendiri, kalau ia melakukannya sendiri akan gagal ia memimpin. Kalau kita ingin untung sendiri akan sengsara akhirnya, karena kita sering merasa untung jika kita untung sendiri, padahal keuntungan sebenarnya bagi kita adalah jika kita menjadi jalan keuntungan bagi orang lain. <br />Apakah rahasia utama kepemimpinan? Jawabannya adalah : kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan dari kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik, jangan pikirkan orang lain, pikirkan diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan ini bagus, kokoh, megah karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong kalau tidak diawali dengan diri sendiri. <br />Ibu yang ingin anaknya ramah, lembut, pertanyaannya adalah sudah ramah dan lembutkah saya? Jangan menyuruh orang lain kalau belum menyuruh diri sendiri, jangan melarang orang lain sebelum melarang diri. Orang yang tidak cocok antara perbuatan dan perkataan akan runtuh wibawanya. Guru, ibu, bapak atau pemimpin akan runtuh wibawanya kalu tidak cocok. Siapapun kalau tidak serius menjadi contoh akan jatuh wibawanya. <br /><br />Dalam ilmu perilaku ada teori baku “kesan selalu lebih penting daripada pesan” atau visual itu mengambil bagian 50-60 persen dari komunikasi, sedang vokal hanya beberapa persen sisanya adalah verbal. Kata-kata penting tetepi? kecil pengaruhnya, yang berpengaruh itu adalah visual kita. <br />Jadi kalau kita berangan-angan ingin jadi pemimpin jangan memikirkan bawahan, pikirkan saja diri kita dulu. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi Mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri adalah omong kosong. Misalnya ketika sedang rapat kita sombong, berapa banyak potensi yang tidak bisa keluar hanya karena pemimpinannya sombong. Rapat yang dipimpin dengan emosional akan banyak potensi solusi yang tidak dapat keluar karena pemimpinnya emosional. Makanya seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain. <br />Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam menjadi contoh atau suri tauladan, modalnya harus yakin dengan kebenaran contoh tersebut; karena kalau kita tidak yakin atau ragu-ragu kita tidak dapat menjadi contoh. <br />Ingatlah rumus 5 S (senyum, salam, sapa, santun, sopan). Khusus untuk pelajaran senyum, ternyata jika kita makin tahu ilmu senyum makin nikmat senyum itu. Senyum itu bisa dilihat dari mata. Senyum yang asli, mata itu sedikit redup, karena kalau melotot tidak jadi senyumnya. <br />Ternyata untuk senyum itu memerlukan 14 otot yang aktif, sedangkan untuk cemberut bisa sampai 32 otot. Akibatnya energi cemberut itu lebih banyak daripada energi senyum. Senyum itu bisa kalau dalam hatinya rindu membahagiakan orang lain. Kalau orang kita ajak senyum maka akan terbawa senyum. Orang yang marah dihadapi dengan senyum insya Allah akan reda. Semakin lengkap ilmu tentang senyum akan makin nikmat senyum kita. Maka orang-orang yang akan menjadi contoh yang baik adalah orang yang yakin akan kebenaran yang dicontohkannya itu. Orang yang kurang ilmu akan sulit menjadi contoh. <br /><br />2). Jadilah contoh <br />Orang itu dapat menjadi contoh kalau ia sudah mengamalkannya, kalau tidak mengamalkannya tidak akan ada ruhnya. Orang yang sibuk memberi contoh tetapi orang itu belum menikmatinya akan menjadi susah. <br />Nabi? menyuruh sedekah, ditandai dengan setiap orang yang meminta tidak akan ditolaknya. Sedangkan kita menyuruh bersedekah, dalam bersedekah harus berfikir-fikir terlebih dahulu. Nabi menyuruh untuk hidup bersahaja dengan rumahnya yang sederhana. Apa yang diucapkan sama dengan yang diperbuat. Dalilnya adalah; "Amat besar kemurkaan Allah apabila ada yang berkata-kata apa yang tidak diperbuatnya". <br /><br />3). Sabar itu indah. <br />Kalau ingin menyuruh/menjadi contoh itu harus sabar, karena sabar itu indah. Karena menyuruh orang lain itu tidak seperti membalikkan tangan. Pemimpin yang tidak punya kesabaran tidak akan dapat memimpin dengan baik. Makanya kalau punya anak harus sabar. Membalikkan hati anak, bukan tugas kita tetapi? Dia-lah yang melakukannya. Tugas kita adalah meberikan contoh. Kalau belum menurut sekarang, mungkin besok. Kalau pemimpin tidak punya kesabaran tidak akan efektif. <br /><br />4). Ikhlas itu perlu latihan<br />Harus ikhlas, ciri orang yang ikhlas itu adalah jarang kecewa. Orang yang ikhlas itu dipuji/dicaci sama saja. Kalau kita bertambah semangat ketika dipuji, dan patah semangat karena dicaci, tidak melakukan karena tidak ada yang memuji itu namanya kurang ikhlas. Kita hanya melakukan saja, mau dipuji atau tidak silakan saja, Yang Maha Melihat tetap mencatat. Makanya terus memberi contoh sambil terus berharap diterima Allah amalan kita. Dengan kombinasi keyakinan, yang kita contohkan menjadi bagian dari diri kita, kesabaran yang prima, dan keikhlasan. <br />Hati itu tidak bisa disentuh kecuali oleh hati juga. Kalau sudah diberi contoh dan tidak ada yang mengikuti, tidak apa-apa karena tidak akan habis pahalanya jika tidak ada yang mengikuti. Tingkatkan diri kita menjadi contoh mulai dari wajah yang senyum, jadikan contoh, sapa kepada siapapun, ucapan salam. Lakukan apa yang kita inginkan orang lain lakukan. Kalau ingin anak-anak kurang menonton TV kita harus mencontohkan terlebih dahulu. Kalau ingin bawahan disiplin lakukan bagaimana kita disiplin.<br />Rahasia kekuatan pemimpin adalah suri tauladan. Sebagai contoh, mengapa P4 gagal diterapkan di Indonesia? Sederhanya sekali jawabannya, yaitu tidak ada contohnya. Kita jadi bingung karena tidak ada yang paling paham tentang P4. <br /><br />Kehidupan para Nabi adalah suri tauladan. Contoh (bagi Muslim) Ketika Rasul mengajak jihad, beliau langsung ada di barisan paling depan. Bahkan Imam Ali mengatakan kalau pertempuran sudah berkecamuk begitu dashyat maka kami berlindung di balik Rasul. Beliau itu bertempur paling depan, bersedekah seperti angin dan hidup bersahaja. Ketika Rasul menyuruh bertahajud, kakinya sampai bengkak. Ketika Rasul menyuruh shaum perutnya sampai diganjal dengan batu. Ketika Rasul menyuruh orang berakhlak mulia, beliaulah yang akhlaknya paling mulia. Apapun yang beliau katakan kepada umatnya, pasti beliau lakukan. Itulah sebabnya ribuan tahun sampai kini, ribuan kilometer jaraknya, masih tetap kuat pengaruhnya. Kepemimpinan itu adalah pengaruh. Siapa yang pengaruhnya paling kuat dialah yang kepemimpinannya paling kuat. Demikian halnya dengan tokoh besar lainnya dari berbagai agama besar di dunia. <br />Jika kita ingin menyelamatkan orang lain harus terlebih dahulu menyelamatkan diri. Bagaimana mungkin menyelamatkan orang lain, kalu diri tidak selamat. Selamatkan diri kita agar punya kemampuan menyelamatkan orang lain. Kita tidak akan dapat menolong orang lain kalau kitanya rusak.<br /><br />5). Jadilah pelayan<br />Rahasia lainnya, pemimpin itu adalah pelayan umat. Jadi kalau diilustrasikan lewat piramida, piramidanya seperti piramida terbalik, dan pemimpin adalah yang di bawah. Maka siapapun yang menjadi pemimpin, dia harus mengeluarkan pengorbanan yang paling besar dibanding dengan orang yang dipimpinnya. Pemimpin harus berpikir keras, sekuat-kuatnya untuk memajukan orang yang dipimpinnya. Ini baru pemimpin sukses. Seorang guru yang baik adalah yang membuat murid-muridnya pintar, kalau tidak guru tersebut dianggap tidak bisa mengajar. Orang tua yang sukses adalah orang tua yang mengeksploitir dirinya supaya anaknya lebih baik dari dirinya. Ibu dan Bapak masing-masing memiliki pengalaman dan masa lalu kemudian menikah, ini akan lebih bagus tentunya. Bayangkan: dua potensi, kapasitas, ilmu dan masa lalu bersatu menjadi anak, seharusnya anak ini menjadi brilian tetapi kadang-kandang kita terlalu sibuk masalah kantor, masalah uang akibatnya anak jadi gagal. <br /><br /><br />6). Mampu mengajak ke jalan yang benar<br />Pemimpin yang sukses adalah yang selalu berpikir menjadi manfaat yang paling besar bagi orang lain. Hal yang pertama adalah bagaimana orang yang kita pimpin jadi ahli ibadah. Sebab kalau yang kita pimpin jauh dari nilai-nilai agama, siapa lagi yang akan menolong selain Tuhan. Misal kita punya toko, kita harus berjuang agar karyawan yang ada jadi dekat dengan Pencipta, sebab kalau mereka dekat dengan Pencipta, Dia pasti akan menolong. Seorang suami harus berpikir sekuat-kuatnya agar istri dan anak dekat dengan Maha Pemberi, sebab bisa saja kita tiba-tiba mati. Seorang suami itu bukan pemberi rezeki, suami itu sama-sama adalah pemakan rezeki. <br />Pemimpin harus selalu memperhatikan kualitas ibadah yang dipimpinnya. Tanpa ibadah yang bagus akhlak tidak akan bagus pula. <br />Hal yang sama dapat dilakukan bagi setiap pemeluk agama agar mereka konsisten dan konsekuen dengan sistem ajarannya. Agama tetap penting selama dipraktekkan dengan apa adanya bukan semaunya.<br /><br />7). Pemimpin yang problem solver<br />Pimpinan harus berhasil mencari masalah, dia berhasil merumuskan penyelesaian masalah, dan dia berhasil melakukan apa yang dia rumuskan. <br />Pemimpin selalu membuat orang-orang disekitarnya pintar, selalu menemukan masalah, bisa mencari solusinya. Kita jangan sok pintar mencari solusi sendiri. Jadi bukan pemimpin yang baik jika segalanya dikerjakan sendirian. Akan capai nantinya, pemimpin adalah yang dapat membuat orang bangkit rasa percaya dirinya. <br /><br />8). Pemimpin adalah Misionaris<br />Hal yang ketiga adalah; setiap orang yang kita pimpin dia harus punya kemampuan dakwah, pemimpin yang baik adalah dia harus berfikir bagaimana murid-murid bisa dakwah, anak, istri bisa dakwah. Dimanapun berada harus menjadi figur contoh. <br />Misalkan kita punya pabrik dengan 1000 karyawan jadinya akan ada 1000 misionaris (da’I). Akibatnya karena kita jadi pemimpin, orang-orang jadi dekat dengan-Nya, jadi profesional, orang-orang semuanya jadi agent of change yang menyebarkan perubahan kepada masyarakatnya, itulah pemimpin sejati, dan itulah yang dilakukan para Rasul. Para sahabatnya semua jadi ahli ibadah yang tangguh, jadi pemimpin yang jagoan, profesional dan menyebar menjadi sarana kemuliaan dan martabat bagi umat, inilah pemimpin yang dibutuhkan. <br />Andaikata presiden di suatu negara seperti ini menjadi suri tauladan, setiap patah katanya, perbuatannya, ibadahnya, profesionalismenya dan ia adalah orang yang benar-benar mengeksploitir dirinya agar rakyatnya menjadi ahli ibadah semuanya. Menteri-menteri yang dipilih adalah yang paling kuat ibadahnya, paling profesional dan figur dirinya menjadi suri tauladan. Kehidupannya harus zuhud. Mulainya adalah dari diri masing-masing. <br /><br />9). Sukses di rumah<br />Targetnya cuma diri dan rumah terlebih dahulu. Apa artinya kantor sukses kalau rumah hancur. Biasanya jatuhnya pemimpin berawal dari rumahnya. Janganlah memikirkan negara yang besar, coba pikirkan negara mini kita dahulu yaitu tubuh kita ini. Kemudian baru mulai membenahi kerajaan rumah kita. <br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />A. KESIMPULAN<br />Orang sebelum ampu mempimpin orang lain harus mampu memimpin diri sendiri. Sebelum orang mampu bekerja di kantor bekerjasama dengan orang lain dengan baik, orang perlu mengurus dirinya sendiri dan bekerja di lingkungan keluarganya dengan sukses. Fakta-fakta contoh dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan kualitas kepemimpinan diri. Untuk memimpin tidak cukup dengan ilmu rasional, tetapi juga perlu dengan kecerdasan hati dan spritiual. Contoh-contoh orang sukses dan “suci” dari sumber agama bisa menjadi contoh tauladan. Kecerdasan hati memungkinkan kita lakukaun manajemen qalbu yang lebih produktif dan membahagiakan dunia akhirat.<br />Kepemimpinan yang bercorak transformasionil adalah kepemimpinan yang menekankan gerak maju atau perubahan dari setiap pihak dan dari organisasinya. Di dalam menjaminkan tranformasi atau perubahan berkualitas ini, bila perlu diambil resiko-resiko seperti konflik atau pertentangan terbuka. Bila perlu, corak transaksi memang dapat dipergunakan, namun bukan semata-mata demi didapatkan rasa senang dan rasa beruntung pada semua pihak, namun demi tercapainya perubahan dan perkembangan. Kedua, suatu keterampilan perlu dipelajari dengan serius. Suatu metode pelaksanaan pemberdayaan yang sangat populer sejak akhir dekade lalu adalah apa yang dikembangkan oleh Blanchard dan Hersey dengan nama kepemimpinan situasionil.<br />Di balik praktek kepemimpinan situasional terdapat suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain, meneladani, serta telaten mengamati kemajuan dari orang yang ia pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk mem”baca” siapa yang ia pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok bagi mereka. Untuk tiap kategori orang tertentu diperlukan suatu pendekatan atau cara kepemimpinan tersendiri. karenanya, Blanchard menekankan perlunya kita meneliti variabel-variabel yang berpengaruh di dalam kerangka membuat klasifikasi orang-orang yang dipimpin. Blanchard dan Hersey mendapatkan bahwa ada dua variabel yang berperan disini, yaitu kematangan pribadi dan tugas kepemimpinan.<br /><br /><br /><br />B. SARAN<br /><br />Pemimpin baik yang akan sukses adalah yang berpikir keras bagaimana orang-orang yang dipimpinnya bisa menjadi orang terbaik di dunia ini, pandai, dprofesional dan kerjanya bagus. Dia korbankan dirinya supaya orang-orang . Kebahagiaan kita itu adalah ketika melihat orang lain sukses. <br />Secara pribadi harus punya banyak waktu untuk belajar, harus banyak waktu untuk mengup-grade, memperbaiki diri kita, kita harus mampu memipin diri kita sendiri sebelum memimpin orang lain.. <br /><br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />- Dosen <br />• Pada saat menjelaskan materi kurang jelas<br />• Suara bapak kurang keras sehingga tidak dapat didengar dengan baik<br />• Bapak sudah baik dalam mengajarkan materi tetapi terlalu ringkas dan kurang dapat dimengerti<br />• Penjelasan materi diharapkan sejelas mungkin supaya mahasiswa mengerti<br />• Tulisan bapak pada saat menuliskan materi tolong sejelas mungkis agar terbaca oleh mahasiswa <br /><br />- Fakultas <br />Cari dosen yang profersional dalam mengajar<br /><br />- Universitas PGRI Palembang<br />1. Tolong lengkapi fasilitas kampus terutama kursi sehingga mahasiswa tidak mengangkat kursi telebih dahulu sebelum jam kuliah masuk<br />2. WC di lantai atas bau dan tidak nyaman sehingga tidak nyaman <br />3. Kampus kita luas tapi terlihat gersang bagaimana kalau diadakan penghikauan kembali<br />4. Urusan atministrasi dikampus kita seluruhnya dilakukan soreh hari, bagaimana kalau dilakukan juga dipagi hari<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />James K. Van Fleet, 1973, 22 Kesalahan Paling Besar Pra Manajer dan Cara<br />Memperbaikinya, Jakarta:Mitra Usaha<br />Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen Karbitan dan Kesalahan fundamental, Modul Latihan? PT. Cendekia Informatika, Jakarta<br />W. Brown steven, 1998, 13 FATAL ERRORS MANAGERS, Make and How You Can Avoid Them: 13 Kesalahan Fatal yang Dilakukan Manajer dan Cara Menghindarinya, Jakarta: Profesional Books<br />Goleman Daniel, 1996, Emostional Intelligence, Jakarta:Gramedia<br />Zohar, Danah dan Marshal, ian, 2002, SQ: memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam berfikir integralistik dan holistik untuk memaknai kehidupan. Bandung:Mizan<br />Alamat kontakKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-50901373092248371852010-07-26T07:03:00.001-07:002010-07-26T07:17:31.646-07:00MANAJEMEN PEDIDIKANBAB I<br />PENDAHULUAN<br />1. Latar Belakang Masalah <br />Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dipandang sebagai suatu sistem “dimana komponen-komponen system itu saling ketergantungan sehingga berhubungan dan saling menentukan keberhasilan suatu sistem, kegagalan suatu sekolah diakibatkan oleh gangguan sub sistem itu. Kepala sekolah yang menjalankan kepemimpinannya harus mampu mengatasi kegagalan/hambatan sub sistem agar tercapai kesempurnaan sistem itu. Hal ini didukung oleh pakar pendidikan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M,Sc. Guru besar FKIP dalam bukunya “Berpikir System” terbitan 1984, hal. 76. Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju sangat cepat, sangat cepat pula merupabah pola pikir masyarakat, hal ini mengakibatkan program pendidikan dan pengajaran lebih ketinggalan bila dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat, hal ini merupakan tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan agar tidak statis dalam menambah wawasan dari berpikir dinamis untuk menghasilkan tamatan yang berkualitas. <br />Pengaruh kepemimpinan bisa diartikan, dampak akibat kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam hal ini Kepala sekolah. Bila dalam menentukan keputusan dan kebijaksanaan salah maka akan terjadi dampak-dampak negatif yang berakibat kegagalan dalam mencapai tujuan. Bisanya muncul <br /> Konflik antar personil <br /> Semangat kerja menurun <br /> Disiplin kerja rendah <br /> Tidak merasa memiliki dan merasa tanggung jawab bersama <br /> Tidak muncul keteladanan <br /> Fungsi-fungsi manajemen tidak diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. <br /> Iklim kerja tidak menyenangkan <br /> Persoalan dan permasalahan tertutup <br /><br />2. Masalah <br />Manajemen sekolah merupakan faktor yang terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi tamatan (out put), oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus berpikir “sistem” artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah komponen-komponen terkait seperti: guru-guru, staff TU, Orang tua siswa/Masyarakat, Pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan. <br />Tantangan lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketinggalan artinya kompetisi dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama dari Sekolah Menengah Kejuruan dimana tamatan telah memperoleh bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai tenaga professional tingkat menengah hal ini sesuai dengan tuntunan Kurikulum SMK 2004. <br />Tantangan ini akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada pencapaian sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan Terapkan fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti: Perencanaan Pengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian terhadap semua program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi kegagalan. <br />3. Tujuan Pembahasan Masalah <br />• Kemampuan berpikir sistem artinya memahami bahwa suatu kesatuan yang utuh didukung oleh komponen-komponen (bagian-bagian) yang satu sama lain saling ketergantungan apabila komponen-komponen itu tidak berjalan maka tidak akan terbentuk suatu kesatuan yang utuh dalam hal ini bisa diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Agar proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan suatu kesatuan yang utuh maka program akan berjalan dengan lancar dan tujuan akan tercapai. <br />• Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan tantangan. Kepemimpinan suatu lembaga pendidikan merupakan wawasan yang perlu dipahami agar pengaruh pimpinan sekolah diarahkan kepada peningkatan semua tenaga kependidikan (guru tata usaha) berpikir dinamismenuju pencapaian/prestasi siswa sebagai objek pendidikan. <br />• Pengaruh pimpinan dalam melaksanakan tugasnya harus berorientasi kepada terciptanya: <br />1. Keterbukaan <br />2. Iklim kerja yang menyenangkan <br />3. Perasaan personil diakui dan dihargai atas prestasi kerjanya<br />4. Saling menunjukan keteladanan <br />5. Disiplin kerja yang optimal <br />6. Penerapan manajemen sekolah yang sempurna <br /><br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br />Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi.Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi, mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses perencanaan organisasi.Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. <br />Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.Demikian komleksnya organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin berkembang. <br />Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi didefinisikan sebagai berikut:“the culture of the factory is its customary and traditional way of thinking and doing of things, which shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new members must learn, and at least partially accept, in order to be accepted into service in the firm” Sedangkan menurut Manan (1989) ada tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu:<br />• Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif<br />• Kebudayaan itu ditanamkan<br />• Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola perilaku<br />• Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya<br />• Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan<br />• Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.Schein (1985) memberi definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan dikembangkan melalui proses belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok eksternal dan integrasi kelompok internal.Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief), norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya (Ouchi, 1981).Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya. <br />Terbentunya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin (tidak dapat memimpin jalannya sidang/rapat). Keakraban Disamping kepercayaan yang diberikan pimpinan kepada karyawan, keakraban sesama karyawan juga merupakan hal yang menonjol dalam lembaga pendidikan. Fakta membuktikan bahwa pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh seorang karyawan akan dibantu karyawan lain yang mempunyai kelonggaran waktu. Kejujuran dan Tanggung Jawablembaga pendidikan yang berkyualitas menekankan perlunya kejujuran dan tangggung jawab. Tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaannya terlihat dari kebersihan lingkungan, piket, ruangan kelas, dan ruangan perpustakaan. <br />1. Pengertian Kinerja <br />Kinerja (performance) atau prestasi kerja atas pencapaian kerja adalah suatu kemampuan yang diukur berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian tugasnya (Notomirjo, 1992, 23). <br />2. Pengertian Personil Sekolah <br />Personil sekolah adalah orang-orang yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (Drs. NA Ametembun Administrasi Personil, 1983, 19). <br />3. Fungsi Sekolah <br />Sekolah adalah lembaga resmi yang menyelenggarakan proses pembelaaran antara guru dan murid sehingga timbul interaksi alammenambah pengetahuan, keterampilan dan sikap. <br /><br /><br />4. Upaya Meningkatkan Kinerja Personil Sekolah <br />Usaha yang paling menentuka dalam meningkatkan kinerja personil sekolah terletak pada kepemimpinan sekolah, pemimpin harus mampu memberikan pengaruh agar semua bawahan guru-guru dan staff tata usaha agar berpartisipasi aktif secara maksimal dalam pencapaian tujuan secara <br />Pengaruh pemimpin agar para personil berpartisipasi secara maksimal antara lain: <br />• Kesejahteraan baik lahir maupun batin memperoleh perhatian yang serius dari pimpinan. <br />• Pemecahan permasalahan dilandasi oleh sikap keterbukaan <br />• Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja personil diperhatikan oleh pimpinan. <br />• Penerapan manajemen sekolah didasari atas kemampuan, kesanggupan dan kemauan personil. <br />• Pemimpin bertindak sebagai motivator <br />• Pemimpin bertindak sebagai dinamisator <br />• Menciptakan kerja sama yang harmonis <br />• Menghindari konflik antara personil <br />• Arif, bijaksana bila mengambil keputusan bagi setiap personil tanpa membeda-bedakan individual. <br />• Hilangkan sikap suka dan tidak suka terhadap personil sekolah <br />• Menciptakan rasa persaudaraan (sense of belonging). <br /> <br />Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 adalah menjadi tonggak kebangkitan kaum muda untuk berikar tentang satu Indonesia. Dimana pemaknaan tersebut makin kabur, seakan-akan proyek nasoinalisme telah terkubur hari ini. Cita-cita Indonesia antara masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang hendak ditakar dengan takaran yang sama. Janji-janji meningkatkan kesejahteraan rakyat hannya sebatas wancana-wancana yang tak kunjung implementasinya. Sepertinya Indonesia selesai setelah terlepas dari belenggu penjajahan dan berdaulat secara politik. Salah besar jika pemikiran kolektif ini terus terpelihara. <br />Keindonesaiaan adalah proyek yang terus bergerak, Indonesia harus mempunyai pandangan logika kepentingan masa yang berbeda. Musuh yang amat nyata saat ini kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran dan korupsi. Inilah wajah Indonesia yang telah membuat tinding tebal sampai hari ini. Apakah ada cara untuk membongkar dinding tebal itu? Satu-satunya jalan adalah Pemimpin yang mempunyai jiwa pemberani Revolusioner. Opini-opni fakta, dimana kaum tua gagal dalam meneguhkan cita-cita keindonesiaan yang moderen. Warisan kultur Orde baru masih sangat kental mempengaruhi cara kepemimpinan politik kaum tua, bahkan ide reformasi dan demokratisasi pun gagal yang ditafsirkan kedalam bentuk kebijakan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil. Pemilu gagal melahirkan pemimpin yang revolusioner seperti Hugo Chves yang berani menentang intervensi Amerika dalam politik dan ekonomi di Venezuela. Idealnya Tokoh-tokoh seperti ini yang harus di tampilakan dalam pemilu 2009 nanti. <br />Selama ini pemilu hanya di dominasi oleh kaum tua dan wajah-wajah lama warisan Orde Baru, alhasil tidak menjadi obat yang mujarab bagi Indonesia hari ini. Maka wancana kepemimpinan kaum muda menjadi alternative pemimpin 2009 nanti, kemudian di hadirkan sebagi upaya mengembalikan proyek-proyek keindonesiaan yang gagal dipimpin oleh kaum tua. Cita-cita berbangsa dan bernegara hendak diarahkan kembali pada konsep mulianya, seperti yang dipertegas dalam pembukaan UUD 45, menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, melindunggi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaiyan abadi dan keadilan sosilal. Pembukaan UUD 1945 merupakan puncak dari proyek keindonesiaan, untuk menciptakannya diperlukan pemimpin yang yang berorientasi pada properubahan.<br />Pada perayaan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2007 lalu, melahirkan iklar bersama: saatnya kaum muda memimpin tokoh-tokoh muda seperti Sukardi Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latif, Ray Rangkuti, Efendi Ghazali dan tokoh-tokoh kaum muda lainnya (lihat Tempo Sabtu,3/11) dengan lantang meneriakan kebangkitan kaum muda dan masyarakat luas merindukan hadirnya pemimpin muda. Jelas bawha pendeklarasian ikrar oleh kaum muda dipicu kekecewaan yang mendalam yang melihat pemerintahan yang selama ini dipimpin oleh kaum tua yang tidak bervisi, dan penuh dengan atmosfer kepentingan. Sebelum kita beranjak lebih jauh kepemimpinan kaum muda dalam politik praktis, muncul satu pertanyaan yang mendasar apakah kepemimpinan kaum muda nantinya bisa meramu suatu solusi untuk menyelamatkan Indonesia dari kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran dan korupsi yang menjadi potret kelam wajah negeri ini?<br />Berbicara tentang kombinasi yang seharusnya harmonis, idealnya semangat kaum muda di kombinasikan dengan pengalaman kaum tua sehingga tecipta sutu dialong-dialong yang bersiat emansipatoris antara kaum muda dan kaum yang berpengalaman, sehingga nantinya tercipata sutu dilalektika yang menuju Indonesia baru. Namun hal ini tidak mudah, pendapat-pendapat fakta, komunikasi kedua kaum ini tidak sejalan, karena arogansi kaum tua, mereka mengklaim kaum tua yang lebih berpengalaman, sedangan kaum muda penuh dengan keidialisannya. Meski terkesan klise dialog adalah jawabannya.<br />Krisis kepercayaan intelektual kepemimpnan kaum tua telah membawa peluang kaum muda untuk melangkah pada pemilu 2009 nanti, namu muncul pesimisme munkinkah pemilu 2009 melahirkan seorang pemimpin muda politik untuk menjadi Presiden. Tantangan-tantangan yang menghalagi tampilnya tokoh-tokoh muda alternative adalah minimnya partai-partai yang mendukung ide kepemimpinan kaum muda, ini merupakan pokok permasalahan yang krusial. Jaringan-jaringan yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda adalah lebih didominasi oleh aktivis-aktivis yang independent yang tidak brfaliasi dengan partai-partai politik. Permasalahan ini muncul dikarenakan kurangnya respon oleh tokoh-okoh partai politik terhadap kepemimpinan kaum muda, sehingga kepemimpinan kaum muda agak sulit diperjuangkan.<br />Dalam system politik yang dihegomonikan partai, memang terasa sulit bagi prodemokrasi untuk melakukan revolusi pemerintahan, karena tidak ada<br />dukungan dari partai sebab di dalam konsesus nasional hanya dimungkinkan dilakukan partai politik untuk berhak mengajukan calon-calon pimpinan pimpinan untuk dipilah dalam pemelihan umum.<br /><br /><br /><br />Melihat partai-partai yang hegomoni seperti Partai golkar, Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia, dan Partai Demokrat dimana pucuk ketua pimpinan<br />dipegang oleh kaum-kaum tua, sulit sekali buat memajukan tokoh muda alternative, baik didalm tubuh partai maupun di luar partai. Minimnya partai-partai yang yang pro terhadap pimpinan muda akan menyulitkan masyarakat yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda melakukan perubahan. Seperti yang dikatakan tokoh politik Abdul Gafur Sangaji, partai-partai hanya melakuakn daur ulang terhadap tokoh-tokoh tua yang sudah ada.<br />Tokoh-tokoh prodemokrasi sangat kecewa dengan partai-partai politik dikarenakan tidak tersedianya space bagi tokoh-tokoh muda didalam tubuh partai maupun di luar partai ini menyulitkan tokoh-tokoh muda untuk bisa melakukan perubahan, terlebih lagi tokoh-tokoh prodemokrasi bersikap antipartai yang mana lebih menyulitkan lagi untuk tokoh-tokoh muda untuk menjadi pemimpin alternative. Seharusnya tokoh-tokoh prodemokrasi lebih mendekatkan diri pada partai politik, karena partai politiklah yang merupakan isatu-satunya demokrasi yang bisa mencapai kekuasaan. Semakin banyaknya aktivis demokrasi yang menyebar kedalam tubuh partai, kemungkinan besar peluang kekuasaan dipegang oleh tokoh-tokoh kepemimpinan muda untuk membawa negeri ini ke jalur mulianya.<br /><br />BAB III<br />ANALISA<br />MANAJEMEN PEDIDIKAN<br />A. Pengertian Kepemimpinan<br />Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu <br />pertama, mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya. Motivasi o-rang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku tertentu. <br />Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. Kepemimpinan yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan.<br /> Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai organisasi.<br />Kedua, kepemimpinan harus diarahkan agar orang-orang mau berkerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi perilaku yang ditimbulkan oleh kepemimpinan itu berupa kesediaan orang-orang untuk saling bekerjasama mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama. Dalam implementasinya kepemimpinan MMT yang berhasil adalah yang mampu menumbuhkan kesadaran orang-orang dalam perguruan tinggi untuk melakukan peningkatan-peningkatan mutu kinerja dan terciptanya kerjasama dalam kelompok-kelompok untuk meningkatkan mutu kinerja masing-masing kelompok maupun kinerja perguruan tinggi secara terpadu. Adanya kerjasama-kerjasama kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan MMT.<br />Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya. <br />Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.<br /><br />B. PENGARUH KEPEMIMPINAN <br /><br />1 Pengertian Pengaruh Kepemimpinan<br />Perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi antara bawahan dan atasan (pimpinan dan yang dipimpin). Pemimpin harus mampu memperngaruhi bawahan, hal ini sesuai dengan pendapat R. Iyeng Wiraputra, M.Sc. dosen IKIP Bandung Buku kepemimpinan terbitan 1985, hal 27. Bahwa kepemimpinan artinya kemampuan untuk mempengaruhi bawahan untuk mengikuti atasan. Hal yang mengakibatkan memiliki pengaruh antara lain pengetahuan, pengalaman, wibawa, kharisma serta jabatan. 2.2 Tugas kepemimpinan <br />Penyelenggaraan manajemen sekolah merupakan tugas pemimpin sekolah, inti dari manajemen sekolah adalah manajemen (Drs. NA Amatembun IKIP Bandung dalam bukunya Dasar manajemen Sekolah Jilid I, terbitan 1981, hal 38). Dengan demikian tugas pemimpin adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti : <br />- Perencanaan<br />- Pengorganisasian <br />- Penetapan staf-staf pembantu pelaksana kegiatan <br />- Memberikan pengarahan bimbingan dan pembinaan <br />- Mengadakan pengawasan untuk mengatasi penyimpangan <br />- Melaksanakan penilaian untuk mengukut keberhasilan <br />Semua fungsi manajemen diaplikasikan dalam program penyelenggaraan pendidikan di sekolah. <br />1. Wewenang Pemimpin <br />Kekuasaan yang dibebankan kepada diri seseorang pemimpin sesuai dengan objek dalam kepemimpinannya. <br />2. Hak Pemimpin <br />Pemimpin formal mempunyai hak-hak yang perlu disahkan atas ketentuan hukum yang berlaku antara lain: <br /><br />- Hak memperoleh SK dari jabatan yang berwenang <br />- Hak memperoleh jaminan atas jabatan <br />- Hak mendapat imbalan atas dasar tugas dan tanggung jawab <br />- Hak melakukan tugas kepemimpina n kepada bawahan <br />3. Kewajiban Pemimpin <br />Pemimpin adalah jabatan dan jabatan adalah kepercayaan kewajiban pemimpin adalah mempertahankan kepercayaan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan dan kepercayaan itu perlu dipertanggung jawabkan kepada diri sendiri, masyarakat, dan bangsa serta kepada Allah SWT. <br />4. Tanggung Jawab Pemimpin <br />Tanggung jawab adalah keberanian menanggung resiko yang terjadi akibat perbuatan dan tindakan yang dikerjakan, bawahan sebenarnya hanya membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maju mundurnya pendidikan merupakan tanggung jawab pimpinan sekolah sama halnya seperti dalam keluarga, kepala keluarga bertanggung jawab atas anggota keluarganya dalammelaksanakan kehidupan berumah tangga. <br /><br />2. Tujuh hal mendasar yang perlu dikuasai Untuk kepemimpinan mutu<br /> MMT dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu yang pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk membuat organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu kiner-janya, apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan untuk MMT itu memerlukan modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh mendasar yang menyangkut kehidupan organisasinya.<br /><br />1. Filosofi Organisasi <br />Mengapa organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa ? Jawaban ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan dari suatu organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke tujuan yang seharusnya.<br />2. V i s i <br />Akan menjadi organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan ? Orang-orang yang memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang organi-sasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya itu menjadi organisasi yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa apa dan yang bagaimana, serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini seharusnya berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar dapat memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan.<br />3. M i s i <br />Mengapa kita ada dalam organisasi ini ? Apa tugas yang harus kita lakukan ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan visi tersebut di atas. Bagaimana visi itu akan dapat diwujudkan ? Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh organisasi agar visi atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan. Rumusan tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.<br />4. Nilai-nilai (values) <br />Prinsip-prinsip apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang lain dalam organisasi juga mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin, kepelayanan adalah nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan MMT.<br />5. Kebijakan (policy) <br />Ialah rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam organisasi sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan. Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan mutu seperti yang diinginkan oleh organisasi.<br />6. Tujuan-tujuan Organisasi :<br />Ialah hal-hal yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek agar memungkinkan orang-orang dalam organisasi memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka. Tujuan-tujuan organisasi itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas.<br />7. Metodologi <br />Adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam bertindak menuju pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Metodologi ini terbatas pada garis-garis besar yang perlu dilakukan dan bukan detil-detil teknik kerja.<br /> <br />Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi, sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang diinginkan.<br /><br />C. Pengertian Kepemimpinan MMT <br /> Untuk menerapkan MMT dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. MMT diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. MMT juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu MMT memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini<br /><br />1. Fokus pada Kelompok. <br />Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap ang-gota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.<br />2. Melimpahkan wewenang untuk membuat keputusan. <br />Kepemimpinan MMT tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan. <br /><br />3. Merangsang kreativitas. <br />Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.<br /><br />4. Memberi semangat dan motivasi untuk berinisiatif dan berinovasi. <br />Seorang pimpinan MMT selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah organisasi maupun oleh para pe-langgannya.<br /><br />5. Memikirkan program penyertaan bersama. <br />MMT selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan MMT. Dasarnya adalah pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan organisasi.<br /><br /><br /><br />6. Bertindak proaktif. <br />Pemimpin MMT selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan an-tisipatif. Pemimpin MMT tidak hanya bertindak reaktif yang mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.<br /><br />7. Memperhatikan sumberdaya manusia. <br />Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan MMT dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya. Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi.<br /><br />8. Bicara tentang adanya persaingan ketat. <br />Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu menurut MMT. Pimpinan dalam MMT dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan MMT selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain. Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. MMT dikembangkan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan MMT selalu harus menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya.<br /><br />9. Membina karakter, budaya dan iklim organisasi. <br />Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain.<br /><br /><br />10. Kepemimpinan yang tersebar. <br />Pemimpin MMT tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai melalui penerapan MMT yang baik dan benar, dan setelah melalui proses pembinaan yang panjang. <br /><br />Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan MMT semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua unsur pimpinan.<br /><br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN<br />A. Kesimpulan <br />Dari penulisan ringkas di atas dengan melihat latar belakang dan pembahasan masalah, maka dapat diambil kesipulan sebagai berikut:<br />1. Bahwa tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.<br />2. Budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya. <br /> 3. Perekat organisasi pendidikan adalah kepercayaan pimpinan kepada bawahan, keakraban/kebersamaan, dan kejujuran dan tanggung jawab. <br />Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, agar pengaruh yang timbul dapat meningkatkan kinerja personil secara optimal. Maka pemimpin harus memiliki wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan gaya kepemimpinan <br />Kemampuan pemimpin dalam memerankan gaya kepemimpinan yang bertumpu kepada partisipasi aktif semua personil sekolah akan memunculkan keberhasilan seorang pemimpin <br />Pemimpin harus memiliki pemahaman tentang konsep sistem (berpikir secara sistematik) dalam memahami suatu sekolah sebagai suatu kesatuan yang utuh.<br />Pemimpin harus memahami wawasan jauh kedepan agar tantangan masadepan telah menjadi program dalam penyelenggaraan pendidikan. <br />Konsentrasi pemimpin terhadap kinerja personil pada akhirnya sasaran yang hendak dicapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai dan pada khususnya menghasilkan tamatan yang berkualitas. <br /><br />B. Saran-Saran <br />• Untuk meningkatkan kinerja personil sekolah sebaiknya kunjungan antar sekolah sering dilakukan untuk melihat kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai di sekolah masing-masing. <br />• Sebaiknya kesejahteraan lahir dan batin mendapat prioritas dalam melaksanakan tugas pemimpin. <br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br />- Dosen <br />• Pada saat menjelaskan materi kurang jelas<br />• Bapak merokok di ruangan pada saat menjelaskan materi<br />• Tulisan bapak kurang jelas dan susah di baca<br />- Universitas PGRI Palembang<br />o Untuk BAK jangan mempersulit mahasiswa dalam setiap urusan<br />o Selalu menganggap mahasiswa remeh<br /><br />B. Saran <br />- Dosen<br />• Penjelasan materi diharapkan sejelas mungkin <br />• Bapak adalah contoh jadi kalau bisa pada saat menjelaskan materi jagan merokok<br />• Tulisan bapak pada saat menuliskan materi tolong sejelas mungkin <br />- Universitas PGRI Palembang<br />- Untuk BAK bekerjalah secara sungguh-sungguh dan profesinal<br />- Jangan salah dalam menuliskan hasil study karena mengakibatkan kerugian bagi mahasiswa<br />-----------, 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI <br /><br />-----------,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen - Dik menum. <br /><br />Wanto, 2005. manajemen dan pendidikan, Surabaya; Tabloid Nyata IV DesemberKUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-455407696454244331.post-64272793216556508602010-07-26T07:02:00.000-07:002010-07-26T07:15:11.759-07:00MANAJEMEN KEWIRAUSAHAANBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />1. Latar Belakang<br />Dalam kewirausahaan, kekayaan menjadi relatif sifatnya. Ia hanya merupakan produk bawaan (by-product) dari sebuah usaha yang berorientasi dari sebuah prestasi. Prestasi kerja manusia yang ingin mengaktualisasikan diri dalam suatu kehidupan mandiri. Ada pengusaha yang sudah amat sukses dan kaya, tapi tidak pernah menampilkan diri sebagai orang yang hidup mewah, dan ada juga orang yang sebenarnya belum bisa dikatakan kaya, namun berpenampilan begitu glamor dengan pakaian dan perhiasan yang amat mencolok.<br />Maka soal kekayaan akhirnya terpulang pada masing-masing individu. Keadaan kaya miskin, sukses gagal, naik dan jatuh merupakan keadaan yang bisa terjadi kapan saja dalam kehidupan seorang pengusaha, tidak peduli betapapun piawainya ia. Ilmu kewirausahaan hanya menggariskan bahwa seorang Wirausahawan yang baik adalah sosok pengusaha yang tidak sombong pada saat jaya, dan tidak berputus asa saat jatuh. <br />Tidak ada satu suku katapun dari kata “Wirausaha” yang menunjukkan arti kearah pengejaran uang dan harta benda, tidak pula kata wirausaha itu menunjuk pada salah satu strata, kasta, tingkatan sosial, golongan ataupun kelompok elite tertentu. Di Indonesia, di penghujung abad ke 20 ini kewirausahaan boleh dikata baru saja diterima oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif dalam meniti karier dan penghidupan. Seperti diketahui, umumnya rakyat Indonesia mempunyai latar belakang pekerja pertanian yang baik. Dengan hidup dialam penjajahan hampir 3,5 abad lamanya, nyaris tidak ada figur panutan dalam dunia kewirausahaan. Yang ada hanya pola pemikiran feodalisme, priyayiisme, serta elitisme yang satu diantaranya sekian banyak ciri-cirinya adalah mengagungkan status sosial sebagai pegawai, terutama pegawai negeri (kontras dengan status leluhur yang petani). <br />Pada era orde baru, pemerintah sadar bahwa untuk memajukan bangsa dan negara, peran serta masyarakat swasta harus dilibatkan secara serius. Oleh sebab itu keWirausahaan mulai dikampanyekan, dengan berbagai penekanan bahwa lowongan kerja tidak akan mampu menampung jumlah angkatan kerja yang dari tahun ke tahun semakin membengkak. Lebih jauh para pengusaha kecil dibina dengan harapan bisa berkembang menjadi tonggak tumpuan ekonomi di masa datang. Pengusaha besar diberi kemudahan, karena merekalah kini pemain-pemain utama yang mendukung tugas pemerintah di sektor ekonomi. Sebagai negara berkembang bisa dimengerti kalau terjadi berbagai ekses dan penyimpangan. Dengan masyarakat yang berlatar belakang non entrepreneur serta cendrung feodalis, bangsa Indonesia tampak kurang siap di berbagai aspek. Dalam periode transisi dari alam birokrasi ke iklim bisnis yang serba cepat, pacuan kewirausahaan menyebakan para pengusaha Indonesia kedodoran pada segi-segi yang amat penting, diantaranya faktor sikap mental (attitude), motivasi, etos kerja serta kesadaran tentang pengabdian kepada bangsa dan negara. <br />Setiap kegiatan yang mempunyai bobot persaingan, memerlukan ketajaman naluri. Seorang pemburu memerlukan naluri untuk bersaing dengan buruannya. Demikian juga dalam dunia kewirausahaan. Pengusaha bersaing tidak hanya dengan perusahaan-perusahaan pesaing, tetapi juga dengan keadaan dan situasi tertentu, seperti moneter dan ekonomi, politik, perubahan kebijaksanaan pemerintah. Untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang mungkin terjadi, seorang Wirausahaan perlu melatih naluri keWirausahaannya, agar selalu siap menghadapi hal apapun dantetap bertahan hidup. <br />Kim Woo Chong, pendiri Daewoo, mengatakan bahwa sekali wirausahawan memproklamirkan diri sebagai seorang Wirausahawan, maka semua pemikiran dan tindakan wirausahawan adalah untuk usaha. Wirausahawan harus “ merendam “ jiwa raga wirausahawan kesana. <br />Makin lama wirausahawan menjiwai dunia wirausaha, makin banyak pengalaman wirausahawan, maka makin tajamlah naluri wirausahawan. Seseorang yang mempunyai komitmen diri yang teguh akan sikapnya adalah orang yang mampu untuk menjadi pemimpin yang selanjutnya cara dan metode yang diterapkannya disebut Kepemimpinan. Suatu pedoman bagi kepemimpinan yang baik adalah “perlakukanlah orang-orang lain sebagaimana wirausahawan ingin diperlakukan”. Berusaha memandang suatu keadaan dari sudut pandangan orang lain akan ikut mengembangkan sebuah sikap tepo seliro. Pengusaha yang berpeluang untuk maju secara mantap adalah yang memiliki jiwa kepemimpinan yang sangat menonjol. Ciri-ciri mereka biasanya sangat menonjol, dan sangat khas. Dimana keputusan dan sepak terjangnya sering dianggap tidak lazim dan lain dari pada umumnya pengusaha. Mereka “tampil beda”. Salah satu contoh : adalah Kim Woo Chong, seorang Wirausahawan terkemuka di Korea, pendiri kelompok Daewoo. Kim tidak pernah terpengaruh oleh sepak terjang pengusaha-pengusaha lain dan ikut-ikutan mengejar trend bisnis yang ramai-ramai dilakukan orang. Pada saat para pengusaha lain berlomba-lomba mencari pasar di Amerika dan Eropa, ia secara mengejutkan justru menerobos negara-negara tirai besi, seperti Rusia dan sekutu-sekutunya. Lebih mencengangkan lagi ia juga merangkul negara-negara yang sejauh ini sangat ditakuti dan diharamkan oleh negara-negara penganut kapitalisme seperti Libia dan Iran. Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa Kim benar. Dengan keputusannya itu ia, dan Daewoo berkembang menjadi salah satu konglomerat terbesar di Asia serta diperhitungkan dimana-mana termasuk Amerika dan Eropa.<br />Charles Webber: 1970, mengatakan bahwa untuk menjadi negara maju, minimal diperlukan 2% komunitas pengusaha besar dan 20% komunitas pengusaha menengah dan kecil, dan tentunya untuk dapat dan mau menjadi pengusaha sangat diperlukan rangsangan makro maupun mikro serta bakat-bakat kepemimpinan pada warga negara di suatu negara. Bagaimanakah dengan kondisi kewirausahaan, kepemimpinan serta motivasi apa saja yang mendorong para pengusaha kecil untuk berwira usaha?. Untuk inilah makalah ini ditulis.<br /><br />2. Pokok Masalah<br /> Bagaimanakah kondisi kewirausahaan di Indonesia saat ini?<br /> Bagaimanakah Gaya dan Type kepemimpinan yang diterapkan pada perusahaan kecil agribisnis di Indonesia?<br /> Motivasi apa saja yang mendorong para pengusaha kecil untuk berwirausaha?.<br />3. Tujuan<br /> Ingin Mengetahui kondisi kewirausahaan di Indonesia saat ini.’<br /> Ingin mengetahui Gaya dan Type kepemimpinan yang diterapkan pada perusahaan kecil agribisnis di Indonesia.<br /> Ingin Mengetahui Motivasi apa saja yang mendorong para pengusaha kecil untuk berwirausaha.<br />4. Batasan Masalah<br /> Malakalah ini membahas tentang <br /> Kondisi kewirausahaan di Indonesia saat ini<br /> Gaya dan Type kepemimpinan yang diterapkan pada perusahaan kecil agribisnis di Indonesia<br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br />A. Kewirausahaan<br />Sosok kewirausahaan yang ideal dituntut mempunyai nilai-nilai kearah kualitas manusia yang semapan mungkin, dalam artian sangat memperhatikan struktur prioritas kewirausahaan yang terdiri dari empat lapisan yaitu :<br />1. Sikap Mental<br />Sikap mental merupakan elemen paling dasar yang perlu dijamin untuk selalu dalam keadaan baik. Unsur ini yang menentukan apakah orang menjadi sosok yang tinggi budi ataukah sebaliknya menjadi orang yang jahat dan culas. Orang baik budi merupakan kader pembangunan bangsa, sedangkan orang jahat akan menjadi beban masyarakat dari bangsa itu sendiri. <br />Tentu kita tidak ingin melihat bahwa banyak kejahatan dan keculasan merajalela di negeri ini. Itu sebabnya pembinaan sikap mental menjadi unsur penting dalam dunia kewirausahaan sekaligus dalam kehidupan. Selain menghadirkan sifat-sifat baik alamiah seperti kejujuran dan ketulusan, sikap mental mencakup juga segi-segi positif dalam motivasi dan proaktivitas. Saran-saran berikut akan membantu wirausahawan untuk mengembangkan sikap mental yang baik :<br />• Para wirausaha adalah orang-orang yang mengetahui bagaimana menemukan kepuasan dalam pekerjaan dan bangga akan prestasinya. Tunjukan sikap mental yang positif terhadap pekerjaan wirausahawan, karena sikap inilah yang akan ikut menentukan keberhasilan wirausahawan.<br />• Otak wirausahawan merupakan alat yang berdaya luar biasa. Menyediakan waktu beberapa saat setiap hari untuk renungan pikiran wirausahawan yang akan memungkinkan wirausahawan terarah pada kegiatan-kegiatan yang berarti.<br />• Kebanyakan orang membatasi pikiran-pikirannya pada problem-problem dan kegiatan-kegiatan sehari-hari. Gunakanlah imajinasi wirausahawan untuk meluaskan pikiran-pikiran wirausahawan dan cobalah berpikir yang besar-besar. Orang-orang yang dapat melihat gambaran besar adalah orang yang bersifat wirausaha dan merupakan calon-calon pemimpin bisnis maupun masyarakat.<br />• Rasa humor ikut mengembangkan sikap mental yang sehat. Terlalu serius dapat merugikan pekerjaan wirausahawan dan tidak sehat. Menunjukan rasa humor berpengaruh terhadap orang lain dengan jalan menyebarkan optimisme dan suasana yang santai.<br />Pikiran wirausahawan haruslah terorganisasi dengan baik sekali dan mampu memfokuskan pada pelbagai problem. Wirausahawan haruslah mampu memindahkan perhatian wirausahawan dari satu problem ke problem lain dengan upaya yang minim. <br />2. Kepemimpinan. <br />Suatu pedoman bagi kepemimpinan yang baik adalah “perlakukanlah orang-orang lain sebagaimana wirausahawan ingin diperlakukan”. Berusaha membangkitkan suatu keadaan dari sudut pandangan orang lain akan ikut mengembangkan sebuah sikap tepo seliro.<br />Pengusaha yang berpeluang untuk maju secara mantap adalah yang memiliki jiwa kepemimpinan yang sangat menonjol. Ciri-ciri mereka biasanya sangat menonjol, dan sangat khas. Dimana keputusan dan sepak terjangnya sering dianggap tidak lazim dan lain dari pada umumnya pengusaha. Mereka “tampil beda”.<br />Salah satu contoh : adalah Kim Woo Chong, seorang Wirausahawan terkemuka di Korea, pendiri kelompok Daewoo. Kim tidak pernah terpengaruh oleh sepak terjang pengusaha-pengusaha lain dan ikut-ikutan mengejar trend bisnis yang ramai-ramai dilakukan orang. <br />Pada saat para pengusaha lain berlomba-lomba mencari pasar di Amerika dan Eropa, ia secara mengejutkan justru menerobos negara-negara tirai besi, seperti Rusia dan sekutu-sekutunya. Lebih mencengangkan lagi ia juga merangkul negara-negara yang sejauh ini sangat ditakuti dan diharamkan oleh negara-negara penganut kapitalisme seperti Libia dan Iran. Akan tetapi kenyataan membuktikan bahwa Kim benar. Dengan keputusannya itu ia, dan Daewoo berkembang menjadi salah satu konglomerat terbesar di Asia serta diperhitungkan dimana-mana termasuk Amerika dan Eropa.<br />a. Perilaku Pemimpin<br />Perilaku pemimpin menyangkut dua bidang utama :<br />• Berorientasi pada tugas yang menetapkan sasaran, merencanakan dan mencapai sasaran.<br />2). Berorientasi pada orang, yang memotivasi dan membina hubungan manusiawi.<br />Orientasi Tugas Seorang pemimpin dengan orientasi demikian cenderung menunjukan perilaku :<br />• Merumuskan secara jelas peranannya sendiri maupun peranan stafnya.<br />• Menentukan tujuan-tujuan yang sukar tapi dapat dicapai.<br />• Melaksanakan kepemimpinan secara aktif dalam merencanakan, mengarahkan, membimbing dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada tujuan.<br />• Berminat mencapai peningkatkan produktivitas. Orientasi Orang<br />Orang-orang yang kuat dalam orientasi orang cenderung akan menunjukan perilaku sebagai berikut :<br />• Menunjukan perhatian atas terpeliharanya keharmonisan dalam organisasi dan menghilangkan ketegangan, jika timbul.<br />• Menunjukan perhatian pada orang sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi saja.<br />• Menunjukan pengertian dan rasa hormat pada kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan dan keinginan-keinginan, perasaan dan ide-ide karyawan.<br />• Mendirikan komunikasi timbal balik dengan staf.<br />• Menerapkan prinsip penekanan ulang untuk meningkatkan prestasi karyawan.<br />• Mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab, serta mendorong inisiatif.<br />• Menciptakan suatu suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi.<br />b. Tindakan Kepemimpinan<br />Saran-saran berikut akan dapat membantu wirausahawan meningkatkan kemampuan kepemimpinan wirausahawan :<br />1. Sekali wirausahawan telah mengambil keputusan, ambil tindakan secepat mungkin<br />2. Upaya-upaya wirausahawan dapat dilipat gandakan melalui bakat dan kemampuan staf wirausahawan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang baik, wirausahawan harus mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan kemampuan ini dari orang-orang yang mampu disekitar wirausahawan dan menyokong serta percaya pada wirausahawan sebagai pemimpin.<br />3. Wirausahawan akan memperoleh kepercayaan pada kemampuan kepemimpinan wirausahawan, jika wirausahawan memusatkan perhatian pada upaya meningkatkan kekuatan-kekuatan wirausahawan. Jauhilah situasi dimana kelemahan-kelemahan wirausahawan akan tampak. <br />4. Seorang pemimpin yang baik bersedia mengakui kesalahan-kesalahan dan mengubah rencana-rencana. Wirausahawan haruslah sadar bahwa keadaan selalu berubah dan penyesuaian-penyesuaian haruslah dibuat sewaktu-waktu.<br /><br />3. Tata Laksana<br />Tata laksana merupakan terjemahan dari kata Management artinya pengelolaan. Yang perlu dimengerti disini adalah manajemen bukan semata-mata konsumsi para manajer saja. Setiap orang perlu manajemen apapun status dan jabatan orang tersebut. Bahkan ibu rumah tanggapun perlu manajemen untuk mengelola uang dapur dan belanjaannya. Tata laksana merupakan metode atau serangkaian cara dan prosedur. Gunanya jelas, yaitu untuk menghasilkan efektifitas dan efisiensi setiap pekerjaan, agar mendapatkan hasil yang baik dalam mutu serta tepat waktu dalam penyerahannya. <br />Berbeda dengan sikap mental dan kepemimpinan yang termasuk dalam klasifikasi nilai atau kualitas, maka manajemen merupakan pengetahuan yang bersifat praktis. Kalau sikap mental dan kepemimpinan berada di dalam jiwa, manajemen berada diluar mirip ketrampilan teknis. <br />Manajemen mempunyai arti yang amat luas. Kegunaannya juga sangat universal dan semua orang atau organisasi memerlukan manajemen. Banyak sekali kasus yang membuktikan bahwa bila manajemen terabaikan, maka sebuah organisasi akan menjadi kacau dan morat marit. Perusahaan tanpa manajemen yang baik, bisa dipastikan akan mengalami hambatan besar dalam perkembangannya. Oleh sebab itu, setiap orang yang ingin memulai usaha harus mewaspadai aspek tata laksana sedini mungkin. Mulailah kegiatan manajemen seketika pada saat perusahaan baru saja dimulai, sekecil apapun ukurannya. <br /><br />4. Ketrampilan<br />Lapisan terluar dari struktur prioritas keWirausahaan adalah ketrampilan. Banyak pihak berpendapat, bahwa dengan berbekal penguasaan ketrampilan, seseorang akan bisa diharapkan menjadi seorang entrepreneur yang berhasil. Pendapat ini sebenarnya tidaklah terlalu salah, kalau dilihat banyak contoh yang membuktikan, misalnya seorang penjahit dengan ketrampilan yang dimiliki akhirnya bisa memiliki sebuah perusahaan pakaian jadi yang cukup besar. <br />Namun demikian, kalau wirausahawan mau meneliti lebih jauh, ternyata keberhasilan-keberhasilan itu sebenarnya bukan disebabkan oleh ketrampilan semata, melainkan lebih oleh jiwa kepemimpinan yang dimiliki si pengusaha. Leadership yang bersangkutan yang menuntun dan membawanya ke jenjang sukses.<br />Ada tiga hal yang memungkinkan seseorang, baik trampil maupun tidak untuk bisa tampil sebagai tokoh yang sukses, atau orang yang berkecukupan yaitu :<br />a. Memanfaatkan ledership yang berasal dari diri sendiri.<br />b. Memanfaatkan ledership orang lain.<br />c. Faktor keberuntungan ( luck atau hoki )<br />B. Karakteristik Wirausahawan. <br />Sejarah kewirausahaan menunjukkan bahwa Wirausahawan mempunyai karakteristik umum serta berasal dari kelas yang sama. Para pemula revolusi industri Inggris berasal dari kelas menengah dan menengah bawah. Dalam sejarah Amerika pada akhir abad ke sembilan belas, Heillbroner mengemukakan bahwa rata-rata Wirausahawan adalah anak dari orang tua yang mempunyai kondisi keuangan yang memadai, tidak miskin dan tidak kaya. Schumpeter menulis bahwa Wirausahawan tidak membentuk suatu kelas sosial tetapi berada dari semua kelas.<br />Menurut Mc Clelland, karakteristik Wirausahawan adalah sebagai berikut :<br />1. Keinginan untuk berprestasi. <br />Penggerak psikologis utama yang memotivasi Wirausahawan adalah kebutuhan untuk berprestasi, yang biasanya diidentifikasikan sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini didefinisikan sebagai keinginan atau dorongan dalam diri orang yang memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan merupakan tantangan bagi kompetisi individu.<br /><br /><br />2. Keinginan untuk bertanggung jawab. <br />Wirausahawan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi pencapaian tujuan. Mereka memilih menggunakan sumber daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan dan bertanggung jawab sendiri terhadap hasil yang dicapai. Akan tetapi mereka akan melakukannya secara berkelompok sepanjang mereka bisa secara pribadi mempengaruhi hasil-hasil.<br />3. Preferensi kepada resiko-resiko menengah. <br />Wirausahawan bukanlah penjudi. Mereka memilih menetapkan tujuan-tujuan yang membutuhkan tingkat kinerja yang tinggi, suatu tingkatan yang mereka percaya akan menuntut usaha keras tetapi yang dipercaya bisa mereka penuhi.<br />4. Persepsi pada kemungkinan berhasil. <br />Keyakinan pada kemampuan untuk mencapai keberhasilan adalah kwalitas kepribadian Wirausahawan yang penting. Mereka mempelajari fakta-fakta yang dikumpulkan dan menilainya. Ketika semua fakta tidak sepenuhnya tersedia, mereka berpaling pada sikap percaya diri mereka yang tinggi dan melanjutkan tugas-tugas tersebut.<br />5. Rangsangan oleh umpan balik. <br />Wirausahawan ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa efektif usaha mereka.<br />6. Aktifitas enerjik. <br />Wirausahawan menunjukan enerji yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang. Mereka bersifat aktif dan mobil dan mempunyai proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan cara baru. Mereka sangat menyadari perjalanan waktu. Kesadaran ini merangsang mereka untuk terlibat secara mendalam pada kerja yang mereka lakukan.<br />7. Orientasi ke masa depan. <br />Wirausahawan melakukan perencanaan dan berpikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jauh di masa depan.<br />8. Ketrampilan dalam pengorganisasian. <br />Wirausahawan menunjukkan ketrampilan dalam organisasi kerja dan orang-orang dalam mencapai tujuan. Mereka sangat obyektif dalam memilih individu-individu untuk tugas tertentu. Mereka akan memilih yang ahli bukan teman agar pekerjaan bisa dilakukan dengan efisien.<br />9. Sikap terhadap uang. <br />Keuntungan finansial adalah nomor dua dibandingkan arti penting dari prestasi kerja mereka. Mereka hanya memandang uang sebagai lambang kongkret dari tercapainya tujuan dan sebagai pembuktian dari kompetensi mereka.<br />C. Potensi Kewirausahaan. <br />Karakteristik Wirausahawan sukses dengan semangat tinggi akan memberikan pedoman bagi analisa diri sendiri.<br />1. Kemampuan inovatif. <br />Inovasi memerlukan pencarian kesempatan baru. Hal tersebut berarti perbaikan barang dan jasa yang ada, menciptakan barang dan jasa baru, atau mengkombinasikan unsur-unsur produksi yang ada dengan cara baru dan lebih baik.<br />2. Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity). <br />Ini berarti kemampuan untuk berhubungan dengan hal yang tidak terstruktur dan tidak bisa diprediksi. Karakteristik ini berkaitan erat dengan proses inovatif.<br /><br /><br />3. Keinginan untuk berprestasi adalah tanda-tanda penting dari dorongan keWirausahaan.<br />Hal ini menandai para pemiliknya sebagai orang yang tidak mengenal menyerah di dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan sendiri.<br />4. Kemampuan perencanaan realistis. <br />Menetapkan tujuan yang menantang dan bisa diterapkan adalah tanda dari perencanaan realistis. Tujuan ditetapkan sesuai dengan tujuan dari Wirausahawan.<br />5. Kepemimpinan terorientasi pada tujuan. <br />Wirausahawan membutuhkan aktivitas yang mempunyai tujuan. Semangat yang tinggi memotivasi mereka untuk mengarahkan tenaga mereka dan rekan kerja serta bawahan mereka ke arah tujuan yang ditetapkan.<br />6. Obyektivitas. <br />Wirausahawan obyektif di dalam mengarahkan pemikiran dan aktivitas keWirausahaannya dengan cara pragmatis. Wirausahawan mengumpulkan fakta-fakta yang ada, mempelajarinya dan menentukan arah tindakan dengan cara-cara praktis.<br />7. Tanggung jawab pribadi. <br />Wirausahawan memikul tanggung jawab pribadi, mereka menetapkan tujuan sendiri dan memutuskan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri.<br />8. Kemampuan beradaptasi. <br />Para Wirausahawan mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketika Wirausahawan terhambat oleh kondisi yang berbeda dari apa yang mereka harapkan, mereka tidak menyerah, namun melihat situasi secara obyektif.<br /><br />9. Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator. <br />Wirausahawan mempunyai kemampuan mengorganisasi dan administasi di dalam mengidentifikasi dan mengelompokkan orang-orang berbakat untuk mencapai tujuan. Mereka menghargai kompetensi dan akan memilih para spesialis untuk mengerjakan tugas dengan efisien.<br /><br />BAB III<br />ANALISA<br />MANAJEMEN KEWIRAUSAHAAN<br />1. Kondisi Nyata Usaha Kecil dan Menengah saat ini<br />Selama krisis ekonomi yang berawal pada pertengahan tahun 1997, sektor agribisnis termasuk didalamnya bisnis kecil secara nyata telah mampu menjadi stabilizer perekonomian di Indonesia. Hal ini terbukti masih tetapnya usaha-usaha agribisnis berproduksi, terutama usaha menengah dan usaha kecil. Meskipun demikian, pengembangan usaha kecil juga mengalami berbagai permasalahan seperti : [1] kesulitan mendapatkan modal yang cukup, [2] kekurangan pengetahan di bidang agribisnis, [3] kelemahan dalam pengelolaan atau manajemen usaha, [4] kekurangan dalam perencanaan usaha, [5] kekurangan dalam pengalaman berusaha, [6] kekurangan pengetahuaan dan ketrampilan teknis bidang usaha yang dilakukan. Dengan kata lain, titik berat persoalan usaha kecil adalah sedikitnya pengusaha kecil yang memiliki jiwa wirausaha. (Noer: 2001)<br />Kewirausahaan adalah jiwa, sehingga kurang tepat jika dikatakan pengembangan kewirausahaan agribisnis dan usaha kecil. Kewirausahaan adalah kemampuan dalam melihat atau menilai kesempatan di peluang bisnis serta kemampuan mengoptimalkan sumberdaya dan mengambil tindakan yang beresiko tinggi. Mungkin lebih tepat apabila dikatakan pengembangan agribisnis usaha kecil. (Noer: 2001)<br />Selama ini prospek bisnis ke depan, yang berkaitan dengan kontrak/transaksi, cenderung memerlukan kemitraan dalam kaitannya antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil. Kemitraan ini tidak hanya di budidaya, tetapi juga di bagian pembibitan dan pengolahan. Kegiatan hulu sampai dengan kegiatan hilir ini dapat saling dimanfaatkan. (Noer: 2001)<br />Bagi agribisnis baik petani, maupun pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya, mempunyai karakteristik, berupa harga dan pasar hasil petani tidak dapat dipengaruhi oleh produser secara sendiri-sendiri tapi harus dihadapi oleh agribisnis secara keseluruhan. Untuk mendpatkan kesepakatan bersama ini tidak mudah tapi kelompok sekaligus bisa mempengaruhi harga dan pasar, sehingga semua produser baik yang masuk kelompok atau tidak akan merasakan hasilnya. Kemudian akan banyak para produser untuk menanamkan produknya lebih luas dan produser yang tadinya tidak menanam produk tersebut akan tertarik pula untuk menanam produk yang sama, sehingga pada akhirnya persediaan produk berlebih serta harga dan pasar akan turun.<br />2 Peluang Usaha Kecil yang sedang dikembangkan.<br />Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim serta menghadapi tantangan kedepan seperti otonomi daerah, liberalisasi perdagangan, perubahan pasar internasional lainnya. Pemerintah sedang mempromosikan pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing (Competiveness), berkerakyaratan (People-Driven), berkelanjutan (Sustainable) dan terdesentralistis (Decentralized).<br />Pembangunan pertanian dalam kerangka system agribisnis merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari : (1) Sub agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usahatani); (2) Sub agribisnis usahatani (on-farm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sara produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub ini di Indonesia disebut pertanian; (3) Sub agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product); dan (4) Sub jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas.<br />Sedangkan Strategi Sistem Agribisnis diatas harus bersinergi kedalam 4 sub-sistem yang terjabarkan sebagai berikut: Keterkaitan 4 sub Sistem dapat dijelaskan sebagai berikut:<br /><br /><br />1. Upstream Agribusiness<br />Sub sistem agribisnis hulu berupa pengembangan industri yang menghasilkan barang modal bagi pertanian, yaitu industri pembenihan atau pembibitan, tanaman, ternak ikan industri agro kimia (Agro-otomotif) seperti pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak/ikan, sindustri alat dan mesin pertanian.<br />2. Onfarm agribusiness<br />Sub sistem pertanian primer berupa pengembangan kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer (usaha tani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman obat-obatan) usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha kehutanan.<br />3. Downstream agribusiness<br />Sub sistem Agribisnis Hilir berupa pengembangan industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti makanan dan minuman, industri pakan ternak, industri barang-barang serat alam, industri farmasi, industri bio-energi dan lain-lain.<br />4. Services for Agribusiness<br />Sub Sistem penyedia jasa Agribisnis berupa fasilitas Perkreditan, transportasi, pergudangan, Litbang, Pendidikan SDM dan kebijakan ekonomi.<br />Dalam artian, peluang akan membuka usaha kecil dan menengah terbuka pada 4 subsistem agribisnis, yang menjadi kendala saat ini, adakah jiwa-jiwa kewirausahaan dan kepemimpinan untuk segera mempergunakan peluang tersebut.<br />Hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa peneliti menunjukkan bahwa integrasi dan link-antar sub sistem usaha agribisnis belum tersinkron dengan baik, dimana setiap subsistem masih berjalan dengan sendiri-sendiri bahkan cenderung mengakibatkan kerugian yang sebenarnya justru harus mendatangkan dampak positip dari keberadaannya. Usaha-usaha pada sistem agribisnis tersebut masih berskala kecil dengan sumberdaya manusia seadanya, teknologi yang terbatas dan tidak ada kepastian harga dan proteksi akan kelangsungan usahanya.<br />3. Kondisi Kepemimpinan Usaha Kecil<br />a. Mencari Pemimpin Yang Baik. <br />Usaha mencari perpaduan terbaik untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses tidaklah mudah. Dan, usaha untuk bisa menemukan nilai, gaya dan aktivitas atau apa pun yang relevan untuk disebut sebagai pemimpin yang sukses merupakan proses yang panjang. Ada pemimpin yang sukses karena mampu bertindak sebagai seorang pengarah tugas, pendorong yang kuat, dan berorientasi pada hasil sehingga mendapatkan nilai kepemimpinan yang tinggi. Ada pemimpin yang sukses karena mampu memberi wewenang kepada para pegawainya untuk membuat keputusan dan bebas memberikan saran, mampu menciptakan jenis budaya kerja yang mendorong serta menunjang pertumbuhan. Pendeknya, untuk menjadi pemimpin yang sukses haruslah memiliki dorongan yang kuat dan integritas yang tinggi.<br />Kepemimpinan adalah sebuah proses yang melibatkan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dengan memberi kekuatan motivasi, sehingga orang tersebut dengan penuh semangat berupaya menuju sasaran. Ahli manajemen, Peter F Drucker secara khas memandang kepemimpinan adalah kerja. Seorang pemimpin adalah mereka yang memimpin dengan mengerjakan pekerjaan mereka setiap hari. Pemimpin terlahir tidak hanya dalam hirarki managerial, tetapi juga dapat terlahir dalam kelompok kerja non formal. <br />b. Kondisi Kepemimpinan Bisnis Kecil saat ini<br />Kepemimpinan sebenarnya sangat bersangkut erat terhadap karakter seseorang, jika seseorang berbudi halus maka ia cenderung memimpin dengan gaya dan type yang halus pula. Melihat kondisi kebanyakan bisnis kecil yang ada di Indonesia, Pemimpin: Manajer, Direktur biasanya juga pemilik itu sendiri, bagian-bagian vital perusahaan cenderung dijabat oleh anggota keluarga dekat, sehingga kekuasan pemimpin pada bisnis kecil tak terbatas. Disamping itu pengetahuan akan teori-teori kepemimpinan juga terbatas sehingga kebanyakan pemimpin bisnis kecil memimpin dengan gaya tradisional, misalnya pemimpin bisnis kecil di Bali akan cenderung memimpin dengan gaya serta type dengan kaidah-kaidah atau norma-norma ke-baliannya. Begitu juga, jika ada pemimpin bisnis kecil dari suku Tionghoa akan cenderung juga menerapkan gaya dan type kepemimpinan ala cines, atau kalau kita bandingkan dengan teori kepemimpin lebih dekat kepada gaya Paternalistik kekeluargaan.<br />Masalah-masalah SDM pada perusahaannya belum begitu nampak besar dan serius karena skala usahanya masih kecil, unsur kekeluargaan masih bisa dijalankan dengan baik, hal ini juga sebenarnya menjadi faktor penghambat kenapa bisnis kecil tetap kecil. Alasan pertama adalah gaya dan type kepemimpinan yang masih tradisional, paternalistik, lebih-lebih masih saja ada yang feodal, seperti di Jawa misalnya.<br />c. Penerapan Teori Kebutuhan Maslow Dalam Bisnis Kecil<br />Penerapan Teori Kebutuhan Maslow dalam menumbuhkan dukungan yang kuat para anggota perusahaan yang bersaing dalam: inovasi” dan “peningkatan kualitas” sehingga terjadi peningkatan kinerja dan keuntungan perusahaan. Motivasi merupakan proses interaksi antara kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goals)<br />Mengapa dua produk yang sama, dijual oleh dua perusahaan yang berbeda, memberikan hasil yang berbeda ? Suatu perusahaan membuat produk yang dapat dijual, bukan menjual produk yang dapat dibuat, karena itu perusahaan perlu mengenali pelanggan dan mengidentifikasi kebutuhannya. Dengan demikian perusahaan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Salah satu kegagalan dari produk baru, biasanya adalah karena mereka salah mengenali kebutuhan konsumen. Perusahaan mengharapkan konsumennya menjadi pelanggan, sehingga ada kontinuitas pembelian. <br />Dalam pemenuhan kebutuhan konsumen, wirausahawan tidak dapat menciptakan suatu produk untuk memenuhi semua kebutuhan. Diversifikasi produk perlu dilakukan untuk melayani semua kebutuhan. Berbagai usaha dilakukan perusahaan untuk membuat pelanggannya merasa istimewa. Selain untuk meningkatkan penjualan juga untuk membangun loyalitas pelanggan. Perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas, sehingga mereka yang menjalankan organisasi tahu apa yang ingin dicapai dan dapat melakukan perencanaan dan implementasinya. <br />Kunci dari keberhasilan Perusahaan untuk mencapai tujuan yaitu membangun loyalitas pelanggan dalam arti luas dapat dijabarkan bahwa: pelanggan bukan semata-mata hanya orang yang membutuhkan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tetapi jauh lebih luas, dalam Total Quality Management dijelaskan yang termasuk pelanggan adalah: Konsumen, Pekerja, dan pemilik. Kelemahan mendasar pada bisnis kecil adalah mengabaikan arti dan makna motivasi ini, pemilik biasanya hanya memperhatikan pada tingkat kebutuhan dasar, belum lagi, pemerintah telah mematok upah minimum regional misalnya, justru ini akan menjadi acuan untuk menggaji karyawannya sebatas atau sebesar UMR itu sendiri. Pada akhirnya banyak bisnis kecil yang tidak bertahan lama<br /><br />BAB IV<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />1. Kesimpulan<br />Kondisi Nyata Usaha Kecil dan Menengah saat ini Selama krisis ekonomi yang berawal pada pertengahan tahun 1997, sektor agribisnis termasuk didalamnya bisnis kecil secara nyata telah mampu menjadi stabilizer perekonomian di Indonesia. Hal ini terbukti masih tetapnya usaha-usaha agribisnis berproduksi, terutama usaha menengah dan usaha kecil. <br />Peluang Usaha Kecil yang sedang dikembangkan Pembangunan pertanian dalam kerangka system agribisnis merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari : (1) Sub agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usahatani); (2) Sub agribisnis usahatani (on-farm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sara produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub ini di Indonesia disebut pertanian; (3) Sub agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product); dan (4) Sub jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas. Ini semua merupakan peluang yang dapat kita manfaatkan sebagai peluang untuk menjadi wirausahawan.<br />Kondisi Kepemimpinan Bisnis Kecil saat ini Kondisi kebanyakan bisnis kecil yang ada di Indonesia, Pemimpin: Manajer, Direktur biasanya juga pemilik itu sendiri, bagian-bagian vital perusahaan cenderung dijabat oleh anggota keluarga dekat, sehingga kekuasan pemimpin pada bisnis kecil tak terbatas.<br />Penerapan Teori Motivasi dalam Bisnis Kecil Kelemahan mendasar pada bisnis kecil adalah mengabaikan arti dan makna motivasi ini, pemilik biasanya hanya memperhatikan pada tingkat kebutuhan dasar, belum lagi, pemerintah telah mematok upah minimum regional misalnya, justru ini akan menjadi acuan untuk menggaji karyawannya sebatas atau sebesar UMR itu sendiri. Pada akhirnya banyak bisnis kecil yang tidak bertahan lama karena ditinggalkan SDM yang telah perpengalaman.<br />B. Saran<br />Motivasi Pemerintah Selama krisis ekonomi yang berawal pada pertengahan tahun 1997, sektor agribisnis termasuk didalamnya bisnis kecil secara nyata telah mampu menjadi stabilizer perekonomian di Indonesia. Hal ini terbukti masih tetapnya usaha-usaha agribisnis berproduksi, terutama usaha menengah dan usaha kecil. Jika ini yang terjadi haruslah ada intervensi pemerintah sebagai regulasi dalam memotivasi bertumbuhnya wira-wira usaha baru sehingga perekonomian nasional dapat segera bangkit.<br />Para pemimpin Bisnis Kecil, belajarlah lebih banyak lagi Para pemimpin bisnis kecil, pandanglah masa depan perusahaan anda sebagai sebuah masa depan yang terus dapat di wariskan sehingga anda dapat mengelola bisnis secara profesional, manjauhkan diri dari kekuasan mutlak, kesewenang-wenangan.<br />Paculah Kinerja Karyawan anda dengan Motivasi Kelemahan mendasar pada bisnis kecil adalah mengabaikan arti dan makna motivasi ini, pemilik biasanya hanya memperhatikan pada tingkat kebutuhan dasar, belum lagi, pemerintah telah mematok upah minimum regional misalnya, justru ini akan menjadi acuan untuk menggaji karyawannya sebatas atau sebesar UMR itu sendiri. Untuk hal ini, penulis sangat mengharapkan, para pengusaha kecil janganlah memberikan motivasi hanya sebatas kebutuhan dasar saja, tetapi perlakukanlah karyawan anda seperti manusia selayaknya. Pada akhirnya banyak bisnis kecil anda bertahan lama tidak ditinggalkan SDM yang telah perpengalaman.<br /><br />BAB V<br />KRITIK DAN SARAN<br /><br />A. Kritik<br />- Dosen <br />• Bapak menjelaskan materi terlalu cepat<br />• Suara Bapak kurang jelas<br />• Bapak merokok pada saat menjelaskan materi<br /><br />- Universitas<br />o Melayani dengan tidak sesuai dengan semestinya<br />o Penuh dengan kemarahan saat melayanin mahasiswa<br /><br /><br />B. Saran <br />- Dosen<br />• Jangan merokok ketika mejelaskan materi<br />• Menjelaskan materi jangan terlalu cepat<br />• Sebaiknya bapak mengoreksi cara bapak mengajar<br /><br />- Fakultas <br />o Jangan mempersulit saat regestrasi<br />o Biasakan bekerja scara profesional<br />o Jangan marah-marah saat melayani pembayaran dan regestrasi karena itu sudah tugas dari BAK<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Sutjipta, Nyoman, 2001, “Manajemen Sumber Daya Manusia” Diktat: Univeritas Udayana, Denpasar.<br />Sumidjo, Wahyo, 1984,”Kepemimpinan dan Motivasi”, Ghalia Indonesia, Jakarta.<br />Thoha, Miftah, 1994,”Kepemimpinan Dalam Manajemen”, CV. Rajawali, Jakarta.<br />Yukl, Gary, 1996, “Kepemimpinan Dalam kewirausahaan”, Prerhallindo, Jakarta.KUMPULAN TUGAS DAN MAKALAHhttp://www.blogger.com/profile/12705034287542785687noreply@blogger.com0